Share

Bab 2 : Penolakan undangan ke istana

Undangan kerajaan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama bagi putri Count seperti Liliana. Semua karena keluarga Count tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak setara dengan keluarga kerajaan. 

Lola yang mendengar aku akan menolak dan tak melarikan diri, tentu saja panik hingga terus mencoba membujukku.

Lola nampak enggan memenuhi perintahku mengirim balik undangan tersebut sembari menitipkan surat balasan yang telah kutulis dengan penuh kepercayaan. 

"Kau ini!"

"Katanya mau terus bersamaku!" Aku menghela napas lalu pergi menuju ke ruang tamu.

Lola yang sedari tadi menolak keras ideku hanya bisa mengikuti karena tak bisa mengubah pikiranku. Dalam wajahnya terlihat jelas bahwa dia ingin berkata, 'Jangan lakukan ini, Nona?'

Seorang pria berseragam biru tosca dengan ornamen kuning keemasan di pundak dan di dekat saku bajunya memberi salam dengan sedikit menunduk dan menepuk pelan salah satu dadanya. Rambut perak beserta mata birunya mengingatkanku akan sebuah tokoh yang selalu menjadi ajudan pangeran ke empat. 'Duke Rafael!' 

Kesopanan yang dia perlihatkan saat ini adalah kepalsuan, karena sebenarnya dia adalah mata mata yang dikirim gereja untuk menggagalkan semua pernikahan pangeran Matias Teodor. Pangeran keempat yang merupakan putra kandung ratu pertama yang hidup sebagai boneka gereja hingga akhir hayatnya.

'Tak akan kubiarkan gereja busuk itu berhasil lolos kali ini!' pikirku sembari menyembunyikan senyum ramah saat mendengar ucapan sambutan Duke Rafael.

"Senang bertemu dengan Anda Lady," ucap prajurit itu sembari memberi salam kepadaku.

Aku yang pernah membaca penjelasan rinci tentang cara bersikap seperti bangsawan karena telah membaca beragam novel dan komik bertema kerajaan, segera membalas salamnya dengan sempurna. Salah satu tangan di sekitar dada, ujung rok yang sedikit ditarik ke samping serta gaya membungkuk yang tak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi, kulakukan dengan sempurna.

Tentunya Lola yang tak pernah melihat Liliana belajar semua itu, terlihat takjub akan kejeniusanku. Atau itulah yang kupikirkan hingga dia berbisik, "Kau terlalu tinggi mengangkat roknya Nona!" Lola menampik tanganku pelan.

Sementara Duke Rafael nampak berusaha menahan tawanya dengan memalingkan wajah. 'Ah ... lain kali aku harus mempraktekkan semuanya dulu di depan Lola,' pikirku sembari berusaha menutupi rasa malu.

"Ehm!"

"Kita langsung saja ke intinya. Aku kembalikan surat ini, dan menitipkan surat balasan untuk yang mulia," ucapku sembari menghilangkan rasa canggungku.

Meskipun dihadapanku adalah tokoh yang menjadi salah satu penyebab kematian Liliana, ketampanannya benar benar tak bisa diabaikan. Aku yang biasanya hanya melihat wajah pria tua di perusahaan tak bisa menutupi rasa tertarikku meski hanya sejenak.

"..."

Duke Rafael menerima kedua surat yang ku berikan padanya dan terdiam sejenak karena merasa bingung. Bagaimana bisa dia tak bingung? Ini kan pertama kalinya seorang putri Count menolak undangan keluarga kerajaan. Dalam kasus normal, dia akan dicap menghina sang raja karena mengabaikan dekrit pertunangan yang dia kirim padaku atas nama pangeran ke empat.

Dari caranya berekspresi aku dapat menebak bahwa dia ingin berkata, 'Apa Lady ini sudah gila!' Justrul jika aku menerima begitu saja, aku malah lebih gila! Bagaimana tidak? Besok kan aku bisa tewas di jalan menuju istana karena tindakan yang sama persis seperti di novel itu!

"Katakan pada Yang Mulia Teodor, jika dia ingin aku menerima pertunangan ini, maka suruh pangeran keempat datang menjemputku!" jawabku dengan tegas. 

 Tentunya Duke Rafael terkejut akan keberanianku, dia pasti berpikir bahwa keluargaku pasti akan dimusnahkan jika tak segera menarik kata kata itu. Tapi sayangnya perkiraannya itu salah, karena aku sangat tahu bahwa sang raja sangat ingin mensukseskan pertunangan pangeran ke empat.

Demi menghilangkan ramalan buruk yang dikatakan wahyu gereja yang menjelaskan bahwa jika sang pangeran tak menikah maka dia akan tiada. Dan dianggap sebagai sosok yang akan menghancurkan kerajaan.

"Apakah anda sadar akan permintaan ini Lady?"

"Anda bisa dicap sebagai penghianat karena mengabaikan dekrit raja," ucap Duke Rafael sembari menyembunyikan rasa senangnya.

Aku tahu bahwa dia sedang menyembunyikan perasaan senang tersebut, karena ujung kanan bibirnya melukiskan senyum tipis seperti seseorang yang berusaha untuk tidak menyeringai.

Dia pikir kepura puraannya itu sempurna! Aku dapat melihat dengan jelas ke pura puraannya karena selalu terfokus pada bibir seksinya, maksudku gerak geriknya,' pikirku sembari menahan air liurku.

Setelah memastikan keseriusanku, Duke Rafael pergi dengan wajah yang seakan terlihat kecewa. Padahal aku tahu betul kalau dia senang akan hal tersebut. Karena gereja berencana mengikat pangeran ke empat setelah menggagalkan pernikahanku. Akulah yang akan menjadi alasan pertama pangeran Daniel terkekang oleh gereja jika mengikuti alur dalam novelnya. 

Tentunya aku tak mau mengikuti alur tersebut, karena jika aku melakikan itu maka aku akan tiada di perjalanan menuju istana besok. Lola yang telah mendengar segala tindakanku tentunya langsung panik dan segera menarikku dan mengemas semua pakaian kami. Aku yang menikmati wajah panik gadis imut itu, tentu saja hanya diam dan membiarkannya untuk beberapa saat.

"Ayo kita pergi dari sini, Nona?" Lola menarik tanganku sembari membawa tas yang berisi pakaian kami. Wajahnya terlihat begitu serius hingga membuatku ingin mencubit pipinya.

"Memangnya kemana kita akan pergi?"

"Bagaimana dengan ayah dan ibu?"

"Jika aku pergi setelah mengatakan hal lancang tadi, bukankah mereka akan dieksekusi?" Tanyaku sembari berusaha menahan tawa.

Lola yang sudah cukup panik perlahan gemetar hingga menjatuhkan tas yang dia genggam di tangan kirinya. "Tu .. tuan Count dan nyonya Countess ... ,"

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Wajahnya diselimuti perasaan takut dan air mata. Dia memegang pelan pakaianku dengan tenaga yang menghilang entah kemana.

Setelah puas menggoda Lola, aku mengelus pelan rambut birunya yang indah sembari berkata, "Jangan khawatir, kita tak perlu pergi dari sini, dan tak akan ada yang dieksekusi."

"Be ... benarkah itu Nona?" Tanya Lola dengan nada agak ragu. Bagaimanapun juga dimatanya aku terlihat seperti Lilian yang lembut dan belum tahu akan dunia Luar karena belum sempat merasakan suasana debutanteku.

"Apa aku pernah berbohong padamu?" jawabku seraya meyakinkan Lola dengan sikap tenangku.

Meskipun Lola nampak belum yakin terhadap ucapanku, dia tak punya pilihan selain mengikuti keputusanku. Bagaimanapun juga aku merupakan Lady yang sedang dia layani, meski kami dekat, dia tak bisa menentang keputusanku seterusnya. Terlebih aku juga menjelaskan bahwa aku tak pernah memaksakannya untuk ikut menetap denganku. Jika dia ingin pergi, maka aku akan mengijinkannya. 

Tentunya Lola tak akan melakukan itu, karena kami sudah cukup dekat layaknya seorang saudara kandung.

"Apapun yang kau putuskan, aku akan terus bersamamu Nona!" ucapan Lola terus terngiang dikepalaku dan entah mengapa hatiku menjadi semakin tenang, karena di dunia ini aku tidaklah sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status