Meski dengan berat hati, Nauna tetap mengerjakan apa yang diperintahkan oleh para iparnya. Dia memasak mie instan dan menyajikannya di meja makan dengan wajah cemberut. Lantas, dia melewatkan makan siangnya sendiri. Semua yang terjadi hari ini membuatnya tidak berselera makan. Setelah sholat dzuhur, dia pergi untuk membeli semua yang para iparnya inginkan. Dia benar-benar merasa kesal. Baru beberapa saat menjadi budak para iparnya, dia sudah dibuat naik darah. Mereka terus memerintahnya untuk melakukan ini dan itu. Bahkan, tanpa malu menyuruhnya membeli kebutuhan mereka dengan menggunakan uangnya.Nauna tidak bisa membiarkan situasi ini berlangsung lebih lama. Karena itu, dia harus segera menemukan cara untuk membongkar rencana rahasia para iparnya. Dengan begitu, dia bisa membalikkan keadaan. Setelah membeli semua yang mereka inginkan, Nauna membuat janji bertemu dengan seseorang. Dia duduk di sebuah kedai kopi dan seorang perempuan berpakaian formal menghampirinya setelah hampir t
Sebagai seorang pengacara, Dinara sudah tidak asing lagi dengan orang-orang licik dan juga jahat. Dia sering kali menjumpai orang-orang seperti itu saat menangani kasus para kliennya. Berdasarkan pengalamannya, orang-orang licik dan jahat selalu menghalalkan segala cara untuk menang. Jadi, tidak bisa dihadapi dengan gegabah. Harus ada strategi yang disusun secara rapi. Dia belum pernah bertemu dengan para ipar Nauna, tapi dia bisa menyimpulkan dari apa yang diceritakan sepupunya itu. Mereka adalah tipikal orang yang akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dinara khawatir Nauna tidak bisa menghadapi mereka sendirian, sedangkan dia tidak bisa membantu secara langsung. Jadi, dia mencoba memikirkan sebuah strategi dan membaginya pada perempuan itu. “Untuk menggagalkan rencana para iparmu, yang harus kamu lakukan adalah mendapatkan sertifikat asli rumah itu.” Dinara mulai menjelaskan dengan panjang lebar. “Menurutku, setelah apa yang terjadi hari ini, mereka nggak a
Nauna telah menahan diri untuk tidak memperdulikan perihal laki-laki yang dilihatnya bersama Rudy tadi. Begitu Lusi memerintah, dia segera pergi ke dapur dan meletakkan kresek belanjaannya di atas meja. Dia mulai mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak semur daging dan juga beberapa menu lainnya untuk makan malam. Lalu, memasukkan beberapa barang belanjaannya ke dalam kulkas. Setelah itu, dia mulai mencuci daging dan memotongnya menjadi kecil-kecil. Pada saat ini, pikirannya kembali terusik. Bagaimanapun mencoba untuk abai, dia tetap saja ingin tahu siapa laki-laki tadi. Nauna menghela napas panjang dan mendengkus jengkel. Dia merasa kesal karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk mencari tahu. Siapapun laki-laki itu, pasti ada hubungannya dengan rencana para iparnya. Dia menunda kegiatan memotong daging. Alih-alih mencuci tangan dan meraih ponsel dari dalam saku. Dia ingin menghubungi Dinara dan meminta pendapat mengenai apa yang harus dia lakukan. Apakah harus memata-matai laki-la
Sejak mengetahui tentang rencana rahasia para iparnya, Nauna sadar pikirannya selalu dipenuhi oleh banyak kekhawatiran. Dia menjadi lebih sensitif dan sulit berpikir positif. Terkadang, dia merasa dirinya berlebihan, jadi dia mencoba sebisanya untuk mengenyahkan segala pikiran negatif dari kepala. Salah satunya adalah pikiran tentang laki-laki yang dilihatnya bersama Rudy tadi. Meski dia mencurigai laki-laki itu sebagai orang yang akan membeli rumah ini, tapi dia tidak ingin terlalu memikirkannya lagi. Seperti kata Dinara, selama para iparnya belum mendapatkan tanda tangan Dean, maka siapapun tidak akan bisa membeli rumah ini. Karena itu, yang harus dia lakukan sekarang adalah memastikan bahwa para iparnya tidak akan mendapatkan tanda tangan suaminya. Selain itu, dia juga harus membuat mereka lengah secara perlahan-lahan dengan bersikap baik pada mereka untuk sementara waktu. Dia tahu ini akan sangat melelahkan, jadi dia berharap usahanya tidak akan sia-sia. Malam ini, setelah mela
Ternyata memang benar, orang-orang licik dan jahat tidak bisa dihadapi dengan gegabah. Harus ada strategi yang diatur agar tidak salah melangkah. Nauna mengakui itu sekarang. Perkataan Dinara telah dia buktikan sendiri. Jika saja dia menuruti emosi dan mengamuk karena tidak terima dengan tuduhan para iparnya tadi, Dean pasti akan semakin memandang salah dirinya. Dia bersyukur bisa berpikir cepat dan tidak salah bertindak. Setelah semua kekacauan di lantai selesai dibereskan, semua orang kembali duduk mengelilingi meja makan. Dean melarang Nauna memasak dan memesan makanan di luar untuk makan malam. Sebab, butuh tenaga dan juga waktu yang lama untuk memasak. Semua orang mungkin sudah lapar, terutama anak-anak. Nauna bersyukur tidak perlu melakukannya lagi. Beberapa saat kemudian, semua makanan yang dipesan telah datang. Nauna dengan sigap menyajikannya untuk semua orang. Dean menatapnya dengan perasaan lega. Dia merasa senang melihat Nauna bersikap baik pada para iparnya. Dia semak
Nauna masih menduga-duga apa yang dipikirkan para iparnya sekarang. Dia tahu, mereka tidak akan mempercayainya begitu saja. Karena itu, dia mengendalikan diri agar tetap tenang dan tidak terlihat mencurigakan. Pada saat ini, Dean mengajaknya meninggalkan meja makan, sebab adzan Isya sudah berkumandang. Nauna segera menurut dan mengikuti langkahnya menuju kamar. Begitu Nauna dan Dean pergi, tiga orang yang tertinggal di meja makan segera berunding. “Ini aneh.” Rudy membuka pembicaraan dengan suara setengah berbisik. “Bukankah Nauna sudah tahu rencana kita? Kenapa dia bersikap begitu?”Dia tidak mengerti, mengapa Nauna bersikap baik. Bahkan, ketika mereka menuduhnya sengaja membuat kekacauan di ruang makan, perempuan itu justru mengaku salah dan meminta maaf. Padahal jelas-jelas Tari yang menyandung kakinya dengan sengaja. Rudy merasa ada yang aneh, tapi tidak yakin apakah perempuan itu benar-benar tulus atau sedang berpura-pura. Lusi dan Tari juga punya pikiran yang sama. Tadi sia
Nauna segera duduk dengan tegak. Mendengar nada suara Dinara yang serius, dia bertanya dengan penasaran, “Ada apa, Kak?”Dinara tidak ingin memberitahunya sekarang. Dia berkata dengan misterius, “Kita bertemu saja dulu. Baru aku beritahu.” Nauna berpikir sejenak. Para iparnya sedang megawasi gerak-geriknya. Jika dia pergi ke luar sekarang, mereka mungkin saja akan curiga dan mengikutinya. Dia tidak ingin mengambil resiko dan bertanya untuk memastikan, “Apakah sangat penting?”“Entah ini bisa disebut sangat penting atau nggak, tapi aku ingin menunjukkan sesuatu,” kata Dinara. “Apa?”Dinara sedikit berdecak, “Nggak enak bicara di telepon. Aku nggak bisa menjelaskannya secara detail. Yang pasti ini ada hubungannya dengan strategi kita. Apa kamu nggak bisa pergi sekarang?”Nauna tidak bisa menahan rasa penasarannya. Setelah menimbang selama beberapa saat, dia memutuskan untuk pergi menemui Dinara. “Baiklah. Kita bertemu di mana?”“Aku kirimkan lokasinya, ya!”Setelah telepon terputus,
“Apa?” Dinara terkejut. Dia hampir saja menoleh, tapi segera menahan pergerakannya sendiri. Dia sadar, orang-orang itu akan curiga jika dia tiba-tiba menoleh dan memperhatikan mereka.Dinara menatap Nauna yang masih berusaha menyembunyikan wajah dan bertanya dengan suara pelan, “Apa mereka melihat ke arahmu?”Nauna mengintip perlahan. Dia melihat Rudy—yang duduk menghadap ke arahnya—sedang berbicara dengan laki-laki yang kemarin datang ke rumah. Sepertinya, iparnya itu sama sekali tidak menyadari keberadaannya. Jadi, dia menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Dinara. “Kalau begitu, kita harus pergi dari sini sekarang. Sebelum mereka menyadari keberadaanmu.” Dinara berkata dengan tegas. Nauna setuju. Dia sadar dirinya terlihat aneh dan mencurigakan, karena terus menutupi wajah dengan buku menu. Jika dia tetap di sini, Rudy dan laki-laki itu bisa saja melihatnya dan menaruh curiga.Kemungkinan terburuk adalah mereka memergokinya dan berpikir bahwa dia telah memata-matai mereka. D