Share

Bab VIII: " Surat Valentine untuk Adit"

Aku menyimpan cupcake pemberian Adit didalam kulkas paling atas, dengan tulisan “Jangan dimakan”, karena itu merupakan kenangan pertama, pemberian pertama dari Adit, aku tidak tega menggigit lalu menelan cupcake yang lucu itu. Mungkinkah Adit sudah mengetahui perasaanku? Identitasku sebagai Rena belum terbongkar kan? 

Entahlah! Semua kacau karena Dika, si anak setan itu.

 Tak lama setelah kejadian cupcake beserta pengakuan tidak langsung yang terucapkan oleh si anak setan itu, aku mendengar bahwa Adit putus dengan pacarnya, yang ku tahu bernama Tania. Aku tidak tahu perasaanku setelah mendengar kabar itu dari Irine, antara bersalah dan bahagia karena hubungan mereka berakhir. Namun setelah mereka putus, aku juga merasa kalau sikap Adit tambah dingin terhadap siapa pun terutama kepadaku.

                                  🍁🍁🍁

Tahun pertamaku disini berlalu tanpa ragu, tahun kedua ku sambut dengan harapan baru. Sikap dingin Adit buatku semakin hari semakin merasa bersalah, meskipun memang bukan diriku penyebab berakhirnya hubungan mereka, tetap saja, aku merasa bersalah. Valentine tiba, beberapa kisah cinta mulai muncul di bulan penuh kasih sayang ini. Bahkan ada cowok kelas sebelah yang datang menyatakan cinta kepada Nada, teman sekelasku, cowok bermata indah bernama Arnold itu sujud di depan kelas dengan setangkai mawar merah ditangannya.

“terima, terima, terima!” begitu kami bersorak untuk Nada, dan dia menerima mawar itu, sontak suasana menjadi riuh. Berani juga cowok itu, masuk ke kelas orang dan nembak didepan orang banyak, patut diacungi jempol.

“So sweet, aku juga mau diperlakukan seperti itu, sama Dito,” kejadian itu membuat Ida menghayal, Irine hanya mampu menggelengkan kepala melihat kelakuan Ida kemudian tersenyum tipis melihat sejoli yang baru jadi itu, aku ikut rame dengan teriak-teriak, tepuk tangan, histeris, entah apa yang ada dalam benakku, kemudian kami semua mengucapkan selamat untuk pasangan perdana di tahun ajaran baru ini.

 “Guys, guys,minta perhatiannya dulu, ayo kembali ke tempat duduk kalian, aku ada pengumuman penting nih,” Theo selaku ketua kelas kami yang kocak tetapi berwibawa itu bertepuk tangan didepan kelas guna mendapatkan perhatian kami dan berusaha mengambil alih kelas dari kisah cinta monyet.

Kami kembali tenang, meskipun sebelumnya aku juga mendengar dengusan-dengusan kesal dari belakang.

“Jadi begini, sebentar lagi valentine, kalian tahu apa artinya?” tanya Theo dengan suara medhok khasnya

“Pasangan baru!” sahut Klara dari bangku belakang, kami mulai rame lagi, riuh, bersahut-sahutan, pantas kelas kami dijuluki kelas terbar-bar.

“Stop! Kalian ini dengarkan aku bicara dulu lah, Klara nih, emang, bikin rusuh ya kamu, setelah ini kamu berurusan sama aku ya,” kata Theo sambil menunjuk ke Klara, Klara bukannya diam, malah tambah bikin rusuh dengan teman-teman satu gengnya jajaran bangku belakang, kemudian Theo mengambil alih lagi.

“Kemarin kami rapat presidium, terus valentine ini kalian tulis surat di kertas yang akan aku bagikan setelah ini, terserah mau tulis apa, mau surat cinta kah, surat ucapan terimakasih atau surat persahabatan, pokoknya terserah kalian, aku bagi per orang 2 kertas, jadi silahkan ungkapkan isi hati kalian kepada orang-orang terkasih,” jelas Theo panjang lebar, ia berdiri di depan kelas, kemudian ia membagikan 2 lembar kertas manila dengan cap presidium dibagian kanan bawah. Satu berwarna merah maroon sedangkan satu lagi berwarna biru langit.

“Theo! Surat ini kita kasih langsung ke orangnya atau kalian yang kasih?” aku mengangkat tangan dan bertanya.

“Oh iya, satu lagi yang aku lupa sampaikan, surat ini tidak akan dikasih ke orangnya secara langsung, tapi akan di gantung di pohon harapan di kapel, kemungkinan akan didoakan oleh Romo, jadi tulis yang sejujur-jujurnya ya,” pesan Theo, kemudian ia kembali ke bangkunya dan mulai menulis suratnya.

“Kamu mau tulis untuk siapa, Jan?” Bisik Ida ditelingaku.

“Aku juga belum tahu nih, kamu?” Tanyaku balik.

“Aku mau tulis isi hatiku tentang Dito, biar Romo doakan, siapa tahu setelah itu keberuntungan ada dipihakku dan aku bisa jadian sama Dito,” Ida tersenyum lebar dan ia mulai menulis kata demi kata dengan penuh sukacita dan semangat yang membara.

“Kalau kamu Rin, kamu tulis untuk siapa?” Tanyaku mengusik Irine yang sudah menulis surat hampir setengah halaman.

“Untuk wali kelas dan bu Rani, aku  menulis surat ucapan terimakasih atas jasa-jasa mereka yang terus peduli sama kita semua,” Irine kembali menulis, meninggalkanku tercengang, ketika kebanyakan orang berpikir menulis surat cinta atau harapan agar cintanya terwujud di hari valentine ini, dia justru menulis surat ucapan terimakasih. Oke, aku juga akan menulis surat ucapan terimkasih untuk pak Suwandi, selaku wali kelas yang paling perhatian kepada seluruh siswa dan wali kelas terasyik yang pernah ku temui, aku mulai menulis di kertas manila berwarna biru muda, selesai, dibagian kiri atas kutulis  namaku, Renjana XI 4 F, dan dibagian kanan bawah kutulis untuk Pak Suwandi. Aku bingung mau tulis untuk siapa lagi, ah, aku teringat, lebih baik aku menulis surat permohonan maaf untuk Adit, atas segala kesalahpahaman yang terjadi.

Tapi, bagaimana memulainya? Apa yang harus kutulis? Aku berpikir keras, dan hanya kata-kata ini yang terlintas dipikiranku dan akhirnya kutulis,

To: Aditian S

 Happy Valentine’s Day

 Di hari yang penuh sukacita ini aku berharap kamu bisa memaafkan dan melupakan semua kesalahanku. Tuhan, kabulkanlah permohonanku ini. Amin         

                                             14 Februari 2014

                                                      Renjana

 

 Semoga permohonan ini didoakan oleh Romo dan dapat dikabulkan. Semoga Adit dapat memaafkan kesalahan itu, dan kami bisa memiliki hubungan yang baik.

                                🍁🍁🍁

        Hari itu banyak sekali jam kosong dikelas kami. Satu guru tidak dapat hadir dan hanya meninggalkan tugas, itupun hanya 2 soal, kami cepat-cepat menyelesaikannya kemudian kami bebas mau bikin apa saja, asalkan tidak keluar kelas, ada yang tidur, ada yang nonton film horor, ada yang buka salon, sedangkan aku, Irine dan Ida membahas drakor Lee Minho terbaru. Bel pulang berbuyi, ini yang dinantikan, kami berdoa dipimpin oleh siswa yang piket, kemudian bubar jalan.

        Seperti biasa, aku mengayuh sepeda pulang ke rumah tante Anna. Sesampainya disana, aku melihat Dika jongkok didepan toko dan mengangkat-angkat batu dipinggru jalan membelakangiku.

“Woiiii,” aku berteriak dan berhasil mengagetkan dia.

“Aaa, kak Jana, gara-gara kamu laba-labaku hilang to,” rengeknya sambil  memukul tanganku, aku masih tertawa karena geli melihat ekspresi kagetnya si’anak setan’.

“Kamu ngapain cari laba-laba, kayak gak ada kerjaan saja,” tukasku terheran-heran.

“Aku mau jadi spidelmen, makanya aku cari laba-laba,” dasar anak-anak, mana bisa jadi spiderman, itu hanya fiksi nak, fiksi!

“Terserah kamu lah, mau kamu jadi laba-laba, kodok, semut atau ikan kek, itu malah lebih baik. Dasar aneh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status