Di dalam kamar, Gladys terduduk lesu.
Hati kecilnya ingin sekali tinggal di rumah ini lebih lama, terlebih saat ini sikap Steve tidak sedingin sebelumnya.Namun di sisi hatinya yang lain, keinginan untuk bertemu orang tuanya semakin menggebu, apalagi sudah hampir tiga tahun sejak Dirga membawanya keluar dari rumahnya, belum pernah sekalipun dia bertemu atau sekedar mendengar kabar tentang keluarganya.Cukup lama Gladys terpekur, sesekali matanya menatap langit-langit kamar, lalu kembali menunduk. Beberapa kali dia menarik napas dalam.
"Dys ... kamu dari mana?" tanya Suli yang baru keluar dari kamar mandi.
"Oh, aku baru saja dari halaman depan. Menghirup udara pagi," jawab Gladys.
Dia kembali menunduk, meremas jari jemarinya, lalu beranjak menuju lemari pakaian. Suli memperhatikan setiap gerak-gerik sahabatnya itu tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Buat apa kamu mengeluarkan tas itu, Dys? Juga pakaian itu ....?" tanya Suli keheranan saat me
Steve membanting tubuhnya di atas tempat tidur, diembuskan kasar napasnya.Ada rasa kesal sekaligus kesedihan yang bercampur jadi satu.Dibukanya kembali surat yang ditulis Gladys."Bagaimana bisa dia melakukan ini padaku," dengkus Steve.Dia melempar surat itu kasar, lalu menenggelamkan tubuhnya di atas tempat tidur, tatapannya kosong, menerawang menembus langit-langit kamar.Diletakkannya sebelah tangan di atas dahi.Beberapa kali Steve merubah posisi tidurnya, lalu dia bergegas bangkit menuju lemari pakaian, mengganti piyama dengan kemeja lengan panjang, yang digulung hingga bawah siku.Rasa nyeri di perut, tidak dirasakan lagi."Tuan Muda, mau pergi? Biar saya yang nyetir mobilnya," ucap pak Markus, saat melihat Steve berjalan menuju garasi."Tidak usah, Pak. Saya bisa nyetir sendiri," jawab Steve."Tapi Tuan Muda belum sepenuhnya pulih ....""Pak Markus, aku bisa sendiri." Steve menolak."Tapi mau keman
"Calon mantu?"Kali ini ayah Gendis yang mengulang kalimat.Dengan pandangan bingung, laki-laki paruh baya itu berdiri, mendekati tamu yang baru datang ke rumahnya.Ditatapnya satu persatu wajah orang-orang yang baru datang ke rumahnya itu."Gendis, apa benar, kamu kenal dengan mereka?" tanya nya.Diarahkan pandangan matanya pada anak perempuannya itu.Gendis mengerjap, merasa bingung harus dari mana dia menceritakan semuanya. Karena sejak kedatangannya kembali ke rumah, belum sempat bercerita pada kedua orang tuanya. Yang mereka tahu, kalau anak perempuannya telah pulang kembali ke rumah dan berkumpul bersama mereka."Bapak, Gendis kenal dengan mereka. Merekalah yang telah menyelamatkan Gendis dari cengkeraman jahat Dirga dan bapaknya," ujar Gendis menjelaskan."Saya Steve, Pak," ucap Steve sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan bapak Gendis.Sejenak merasa ragu, lalu, disambutnya ukuran tangan pemuda jangkung yan
"Dimana aku ... kenapa aku ada di sini?"Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, semua terasa asing baginya.Karena, ruangan itu bukanlah ruangan tempat terakhir yang dia datangi.Gendis, nama gadis itu.Mengerjap-ngerjapkan matanya, sembari mengingat peristiwa terakhir yang dia lakukan."Bukankah aku saat ini harusnya berada di rumah, menerima tamu undangan pernikahanku. Kenapa aku ada disini, dan dimana ayah dan ibuku."Gendis melompat turun dari tempat tidur dan berlari menuju ke pintu, untuk membukanya. Namun gagal.Ternyata pintu itu dalam keadaan terkunci.Sementara dia berada di dalam ruangan itu sendiri. Lalu, dimana Dirga?Laki-laki yang baru saja menikahinya dan berjanji akan membahagiakannya ketika berada di hadapan orang tuanya."Dirga ... Dirga ... dimana kamu?"Panggil Gendis, dia mulai merasa panik. Setelah beberapa saat tidak ada jawaban atau tanda-tanda ada orang lain selain
RevengeBab 2 Goodnovel****-Alex-"Selamat menikmati malam pertamamu, Alex," ucap Dirga sambil membalikkan tubuhnya, lalu, tangannya memutar daun pintu yang ada di depannya.Brakk ....Suara pintu yang di tutup dengan keras, membuat Gendis semakin merasa ngeri.Kembali, pria yang dipanggil Alex oleh Dirga menatap tajam wajahnya.Lalu, tangan kasar Alex menyentuh pipi Gendis.Namun Gendis menepis kasar tangan Alex, dan hal itu membuat Alex semakin beringas.Di dekatkannya wajahnya ke wajah Gendis, hingga jarak keduanya hanya tinggal beberapa senti.Bau alkohol begitu menyengat, keluar dari mulut Alex.Kembali, tangan Alex menyentuh wajah Gendis, lalu turun ke leher.Gendis mendekap dadanya dengan kedua tangannya."A--apa yang akan kamu lakukan padaku?"Gendis bertanya dengan rasa diliputi ketakutan.
Gendis melepas kebaya koyaknya dan mengganti dengan pakaian yang tadi diberikan oleh Dirga.Setidaknya, dia tidak terlihat seperti gembel dengan baju compang campingnya, walau sebenarnya gembel mungkin lebih berharga daripada dirinya, yang telah ternoda dan dijual.Sekitar sepuluh menit kemudian, suara pintu terdengar dibuka oleh seseorang."Kita pulang sekarang," ucap Dirga yang sudah berdiri di depannya dengan memasukkan kedua tangan ke dalam kantong celana."Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku.""Apa kamu bilang? Pulang ke rumah orang tuamu? Kamu lupa, ya, kamu itu sekarang sudah menjadi istriku. Jadi kamu harus pulang kerumahku."Lalu Dirga menarik tangan Gendis dengan paksa keluar dari rumah tersebut."Lepas ... lepaskan aku." Gendis meronta, berusaha melepaskan tangan Dirga yang mencengkeram tangannya."Jalan, dan masuk ke dalam mobil kalau kamu
Brak ....Terdengar seperti sesuatu yang terjatuh di lantai.Dan bersamaan dengan itu, terdengar suara teriakan seorang perempuan dari luar."Ampuun ... sakit, jangan pukul saya."Jeritan dan rintihan itu begitu menyayat hati, hingga membuat Gendis penasaran dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi di luar kamar.Gendis berusaha membuka pintu kamar, namun sia-sia.Karena pintu tersebut terkunci rapat.Tak kekurangan akal, Gendis lalu membungkuk dan mengintip dari lobang kunci di kamarnya.Dari lobang kunci tersebut, Gendis melihat seorang gadis muda sedang di tendang dan di pukul oleh seorang pria berbadan tegap serta berkulit gelap dengan tubuh yang dipenuhi dengan tato."Sakit ... ampuun ...." Rintih gadis itu sambil memegangi perutnya yang di tendang berkali-kali. Darah menetes dari sudut bibir dan juga pelipisnya."Suli ...." teriak Gendis begitu m
Malam pertama di rumah berlantai dua itu, terasa begitu lama.Walau di dalam kamar, Gendis bisa mendengar suara orang berlalu lalang melewati kamar tempat dia dan Suli berada, namun dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa saja mereka yang berjalan di lorong depan kamarnya.Gendis mendekati Suli yang sedang terbaring di tempat tidur, peluh membasahi kening Suli.Di raihnya baskom berisi air lalu menyekanya dengan handuk kecil yang ada di dalamnya.Suli memegang tangan Gendis yang tengah menyeka peluh di keningnya."Gendis, aku baik-baik saja. Sebaiknya kamu beristirahat untuk memulihkan tenagamu."Lalu Suli bangkit dan menyandarkan tubuhnya di tempat tidur."Aku tidak bisa tidur Suli, di luar berisik sekali. Aku takut jika tiba-tiba ada orang masuk ke kamar ini."Gendis duduk di sisi tempat tidur, sesekali matanya melihat ke arah pintu."Mereka tidak akan masuk ke sini
"Hei ... hei, sabar. Kita selesaikan dulu urusannya."Dirga menepuk pundak pria yang baru saja memenangkan lelang, hingga dia mundur lalu membalikkan tubuhnya mengahadap Dirga."Bams."Pria itu menjentikkan jarinya pada seorang pengawal yang masuk bersamanya.Dengan sigap, pengawal yang di panggil Bams mengeluarkan buku cek dari kantong jas dan menyerahkan pada pria itu.Kemudian, pria itu menulis sejumlah nominal pada sebuah cek lalu menyerahkannya ke Dirga.Dengan cepat, Dirga mengambil cek tersebut dan senyum lebar mengembang dari bibirnya."Senang berbisnis dengan anda, 'Tuan Muda'."Pria yang di panggil tuan muda itu membalas ucapan Dirga dengan menarik sedikit sudut bibirnya.Lalu, dia melepaskan jas yang saat itu dia kenakan, dan memakaikannya pada Gendis.Gendis sedikit kaget melihat apa yang dilakukan pria itu."Selamat bersenang-senang."