Jantung Dita berdebar kencang saat ia berada di dalam pelukan Henry, manik coklatnya mulai berkaca-kaca dan hampir membanjiri wajah cantiknya itu.
"Tidak ada gunanya kau menangis.. karena ini semua sudah menjadi takdirmu." tegas Sagaara sembari melepas kunciran rambut Dita lalu membuangnya kelantai.
Rambutnya yang panjang sebahu dan bergelombang itu tergerai dengan indah.
"El, lepaskan dia.. kirim dia ke perbatasan ibu kota.. aku merasa pria itu memiliki tenaga yang kuat, menjadi gigolo di sana tidaklah buruk."
El kemudian mengangguk, "Baik tuan muda Henry, anak buah saya yang akan mengawal perjalanannya."
"Ja- jangan tuan muda.. tolong kasihanilah saya -"
Lalu dengan cepat ayah memotong, "Tuan muda, tolong berilah saya kesempatan.. perusahaan saya sangat bergantung pada investasi saham anda tuan."
Ayah merunduk bahkan ia bersujud di bawah kaki sang tuan muda, diman
"Oh ya.. nona bisa memanggil saya Ran, selamat malam nona.." ucap Ran, kemudian segera pergi dari kamar itu setelah memberikannya bow.Tak lupa juga Ran pun kembali menutup pintu kamarnya dengan rapat.***Gaun tidurnya tipis, memang sih bahannya lembut tapi ya tetap saja membuat Dita begitu risih.Ia berdiri menatap pantulan dirinya yang ada di dalam cermin, memperhatikan tubuh mungilnya yang memakai gaun tidur itu, ah yang benar saja. Bukankah ia akan terlihat seperti wanita penggoda? Dita terhenyak saat mendengar suara pintu kamar yang terbuka, ditatapnya Henry sedang berdiri di ambang pintu.Ia menyeringai menatap lekukan tubuh Dita yang begitu menggoda, lalu kembali menutup pintu kamar dan tak lupa juga ia menguncinya.Dita dibuat takut olehnya, diapun segera menjauh memundurkan langkahnya, namun kedua kakinya menabrak kursi rias yang berada tak jauh darinya. "Aw.." hal itu mem
Dita pun segera bangun dan menarik bantal tidur untuk menutup wajahnya yang sudah memerah.Menutup wajah dengan bantal lalu mencoba untuk mengintipnya sebentar.Emh.. matanya refleks terpejam begitu juga dengan tubuhnya yang serasa semakin memendek akibat hentakan pelan dari tangan Henry yang menekan kepalanya."Kenapa mengintip seperti itu? Ya, ya, karena wajahku ini tampan dan suasana hatiku sedang baik.. jadi aku mengizinkan mu untuk terus memandangiku malam ini."Henry merebahkan tubuhnya di sisi Dita, melentang kan tangan kirinya. Tangan kanan tu menepuk lengan kirinya, "Berbaringlah." pintanya sembari tersenyum jahil.Bukannya menurut yang ada Dita malah semakin menjauh, namun Henry kembali bangun dan menarik satu kakinya. Hal itu justru membuat Dita terbaring dibawah tubuh kekarnya.Manik coklat yang memucat takut, Dita sudah membayangkan hal yang tidak-tidak.
Bahkan saat Dita mandi pun Henry tak meninggalkannya, dia tetap menunggu sambil menikmati udara pagi di balkon kamar.Hingga ia mendengar suara pintu bath room yang terbuka, Dita menunduk malu sembari menutup bagian dadanya yang memang sudah tertutup dengan kimono mandi.Cepat-cepat Dita mengambil baju yang sudah memang disiapkan didalam lemari, lalu membawanya keruangan ganti.Beberapa menit kemudian Henry menyusulnya keruang ganti dengan membawa sisir berwarna hijau itu, belain nya membuat Dita terkejut.Perbedaan tinggi tubuhnya membuat Dita mendongak keatas untuk menatap wajah Henry yang berdiri dibelakangnya."Henry?""Hm.." dia menyisir kan rambut coklat bergelombang nya, "Rambutmu indah, jangan terlalu sering mengikatnya karena aku tak suka.""Tapi -""Atau aku akan memotong rambutmu hingga botak." ucapnya tepat di telinga Dita, "Aku sudah la
Henry baru saja mematikan mobilnya saat sampai di garasi vila, dia segera turun dari mobil dan melangkah cepat ke tempat Dita berada.Di dekat tangga Ran sedang berdiri seolah ia tahu kapan kedatangan si tuan muda ini, "Selamat datang tuan.."Henry hanya mengangguk dan langsung menapaki anak tangga, sebelum ia benar-benar sampai terlebih dahulu Henry memintanya untuk memanggil dokter Rey."Ran, cepat panggil dokter Rey.. aku mau dia tiba di vila ini dalam waktu lima menit."Tanpa menunggu jawaban Henry kembali melanjutkan langkah kakinya.Sementara itu di dalam kamar, Dita sedang membaringkan tubuhnya sejenak kemudian menggulung selimut itu di tubuh mungilnya."Hm.. nyamannya.."Klek!Eh? Dita terbangun saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka, Siapa itu? Manik coklatnya membulat saat mendapati Henry yang melangkah tergesa kearahnya.
Dokter Rey baru saja selesai memeriksa keadaan Dita, "Nona tidak apa-apa.. hanya butuh istirahat saja.""Kau yakin? Baru saja dia mengeluh sakit padaku.." seru Henry sembari memicingkan matanya menatap Dita yang ketahuan berbohong, lalu ia menghela nafas kemudian mengibaskan tangannya ke udara. Itu adalah sebuah isyarat agar dokter Rey segera pergi meninggalkan mereka berdua.Dokter Rey pun segera mengemas peralatan medisnya, kemudian ia memberikan bow kepada tuan muda Henry.Keluar dari kamar tak lupa juga ia menutup pintunya denhan perlahan.Semoga anda beruntung, nona.. senyum kecil diwajahnya itu menandakan sebuah kepuasan.***Di dalam kamar itu Henry tak mau mengalihkan pandangannya, dia mengangkat telunjuknya. "Kemari kau.."Dengan cepat Dita menggeleng, "Tidak mau.. kau pasti
Sesampainya Henry diruang kerja ia pun langsung duduk di sofa, tepat mereka duduk bersebrangan."Ada apa El?""Tuan Lucas baru saja menemui saya dikantor, dia ingin menemui nona muda."Kelopak mata Henry terlihat turun kelihatannya dia tak suka jika ada yang mengganggu hubungan mereka."Untuk apa? Bukankah dia sudah menyerahkan putrinya untuk menjadi penebus?"Kau terlalu egois tuan muda, sama seperti ayahmu."Tuan ingin saya membereskannya?""Aa tidak! Biarkan saja dia, aku ingin melihat sejauh apa dia berusaha untuk menemuinya."El beranjak dari duduk dan memberinya bow, "Baiklah jika tuan menginginkannya seperti itu, saya permisi dulu.""Hm pergilah.."Di waktu yang bersamaan namun berbeda tempat.Di dalam kamar itu Dita masih begitu kesalnya, ia pun se
Sesampainya El di lantai tertinggi gedung Woolim Group, disebuah sofa hitam yang jaraknya dekat dengan sudut ruangan itu, ada Lucas yang sedang duduk dengan wajah gusarnya.Saat melihat El mendekat Lucas pun segera memposisikan dirinya. Beranjak dari duduk lalu memberikannya bow."Selamat siang tuan El.." ia menyapa dengan sorot mata yang penuh harapan semoga saja sekretaris itu datang dengan membawa kabar baik.Sebelum Lucas melanjutkan kalimatnya terlebih dahulu El memotong, "Ehm!" dia berdehem, "Tuan Lucas lebih baik anda pulang dan berisitarahatlah dengan baik. Jangan mengkhawatirkan nona Anandita karena nona dalam keadaan baik-baik saja. Tuan muda memperlakukan nona dengan sangat baik."Lucas terdiam, siappun pun tahu seperti apa tabiat dari sang tuan muda sejak insiden memalukan yang terjadi di pesta ulangtahun putri kandungnya itu.El menepuk bahu Lucas sembari tersenyum, "Pulanglah tuan.. no
Lucas masih memaksa Sera untuk segera pulang bersamanya, "Ayo kita pulang, Anandita sudah tak bekerja di sini lagi.""Apa, tapi kenapa ayah? Aku ingin bertemu dengannya..""Untuk apa?" sahut El yang baru saja keluar dari lift, "Bukankah kau tak pernah akur dengan nona muda?"Apa? Nona muda, kapan gadis sialan itu menjadi nona muda? Kapan mereka menikah?Sejuta pertanyaan itu terus bergentayangan di dalam hati dan fikirannya."Apa maksudmu?" tandas Sera seolah ia tak terima dengan gelar nona muda yang baru saja ia dengar."Ya.." El menggedikan bahu sembari tersenyum menatap sinis padanya. "Nona Sera bolehkah aku tahu apa alasan mu ingin bertemu dengannya?""Aku kakaknya, masih perlu alasan apa lagi untuk bertemu?" imbuhnya dengan kesal."Tuan, tolong maafkan putriku.." sela Lucas dengan mmeberikannya bow.