Beranda / Rumah Tangga / Rindu yang Terluka / 17. Aku yang Salah 2

Share

17. Aku yang Salah 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-01 19:28:21

"Saya memilih memaafkan karena dia menyesali dan berubah. Sakit memang. Tapi ketika dia memilih keluarga dan meninggalkan perempuan itu, makanya saya kasih kesempatan. Saya nggak peduli sejauh apa hubungan mereka, yang saya pikirkan tentang pernikahan kami dan anak-anak. Dan yang pasti suami sudah memutuskan untuk kembali.

"Maaf, ini hanya cerita, Dok. Bukan niat untuk mempengaruhi supaya mengikuti jejak saya. Semua saya kembalikan ke Dokter Rin. Saya nelepon cuman mau ngabarin kalau Klinik Semesta, sedang membutuhkan seorang dokter umum. Mungkin Dokter Rin berminat. Pemiliknya teman baik dokter Doni. Coba pertimbangkan, Dok. Kalau minat, biar suami saya yang menjembatani mumpung belum di share ke yang lain."

"Terima kasih banyak atas perhatiannya, Dok. Saya jadi speechless. Nanti kalau ada waktu luang, pas kebetulan Dokter Ratih longgar, saya akan ke tempat praktek dokter."

"Oke, saya tunggu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Rinjani masih diam sambil memperhatikan layar ponselnya. Dia baru tahu tentang kisah dokter Ratih dan dokter Doni. Dibalik keharmonisan mereka sebagai pasangan dokter paling serasi, ternyata ada kisah perselingkuhan juga.

Tapi perbedaan dengan kasusnya, mungkin dokter koas selingkuhan dokter Doni tidak segila perempuan simpanan Daffa. Dokter Doni juga bukan playboy dulunya.

"Ada apa?" Tak sabar menunggu Rinjani yang mematung, akhirnya Daffa menghampiri.

"Nggak ada apa-apa." Rinjani memasukkan ponselnya di dalam tas. Kemudian melangkah diikuti Daffa kembali ke toko buah.

"Siapa yang menelepon?" Daffa penasaran.

"Teman."

Setelah membayar buah, mereka langsung meluncur ke rumah orang tua Daffa. Rinjani memilih diam dan menjawab pertanyaan sang suami seperlunya.

Mereka disambut Pak Farhan yang sudah berpakaian rapi di ruang tengah rumah besar itu. "Kamu belum ngantor lagi hari ini?"

"Saya ambil cuti sampai hari Jum'at ini, Pa," jawab Daffa yang duduk di hadapannya.

"Urusan dengan pihak rutan sudah selesai. Kenapa ngambil cuti sampai berhari-hari. Rinjani nggak harus di temani dua puluh empat jam di rumah, kan?" Pak Farhan berkata seraya melirik sekilas Rinjani yang duduk di sebelah suaminya.

"Maaf, Pa. Saya ingin menemui Mama dulu " Rinjani bangkit dari duduknya. Segera melangkah ke kamar mama mertuanya. Membiarkan sang suami berbincang dengan papanya daripada ia mendengar kalimat-kalimat yang menyakitkan.

Walaupun tidak menentang, tapi Pak Farhan memang pernah tidak menyetujui Daffa menikahi Rinjani. Mungkin karena Rinjani sudah tidak memiliki siapa-siapa dan bukan dari kalangan berada meski seorang dokter.

"Rin, kamu ke sini juga. Sini!" Bu Tiwi yang berbaring merentangkan kedua tangannya saat Rinjani muncul di pintu. Dia tampak bahagia menantu yang ditunggunya datang.

"Mama, sudah baikan?" tanya Rinjani setelah melepaskan pelukan.

"Sudah lebih baik. Dokter Budi pulang setengah jam yang lalu. Kenapa nggak kamu saja yang memeriksa mama seperti biasa."

Rinjani tersenyum getir.

"Mama yakin kamu bisa bangkit lagi setelah ini. Jangan cerai, Rin. Mama nggak ingin kehilanganmu. Daffa juga sudah menyadari kesalahannya. Tolong maafkan anak mama. Kasihan Noval juga. Jangan biarkan perempuan gatal itu bahagia melihat kehancuran kalian. Mama yakin kalian bisa melewati ujian ini. Setiap rumah tangga akan mendapatkan ujiannya masing-masing.

"Mama tahu ini berat bagimu. Tapi pikirkan Noval juga. Kamu kuat, Rin. Biar perempuan b1nal itu tahu, siapa pemilik sebenarnya. Daffa juga sudah menyesali perbuatannya di hadapan mama."

Rinjani tidak bergeming. Apa ini bisa dibilang sebagai keegoisan atau keinginan ikhlas seorang ibu demi menyelamatkan rumah tangga putra dan menantunya?

***L***

Semua tempat di kamar Daffa sudah dicari. Namun tidak ditemukan buku itu. Di mana Daffa menyimpannya.

Rinjani duduk di tepi ranjang berseprai putih. Di kamar ini mereka tidur jika menginap di rumah mertuanya.

Sudah dicari tapi tidak diketemukan, tidak salah kalau dia membuat laporan kehilangan di kepolisian untuk memudahkan langkah selanjutnya. Tapi posisinya sekarang ini dia sebagai terpidana yang masih wajib lapor, apa pihak berwajib tidak akan mempersulit laporannya. Mungkin harus menunggu hingga wajib lapornya selesai. Lagipula kalau Daffa belum kembali ke kantor, ia tidak bisa keluar rumah sendirian.

Lantas sampai kapan ia bisa 'menolak' Daffa.

Pintu kamar terkuak membuat Rinjani terkesiap dari lamunan. Setiap bertemu suaminya di kamar, seolah dia berhadapan dengan singa yang kehausan. Meski senyum dan raut wajah itu terlihat begitu bersahabat.

Rinjani bangkit dari duduknya sambil menarik tali tasnya.

"Honey, mau ke mana?" Daffa menahan lengannya.

"Kita pulang, Mas. Sepertinya papa juga tidak menginginkan aku lama-lama di sini."

"Papa sudah berangkat ke kantor."

"Bisa kita habiskan waktu di sini untuk beberapa saat." Tatapan mata itu begitu memohon.

"Kita bisa bicara di luar."

"Sudah lama kita nggak menghabiskan waktu di kamar ini. Kita bicara dan saling mendengarkan."

Hanya sekedar itu? Tentu saja tidak.

"Sekali lagi Mas akui, telah menyakitimu, telah menodai pernikahan kita. Beri mas kesempatan."

Rinjani bergeming. Ia lelah dengan peristiwa ini. Kenapa waktu tidak segera berlalu. Wajib lapor selesai dan ia bisa bebas bergerak untuk menata langkahnya kemudian.

Kedua tangan Daffa meraih pinggangnya. Rinjani mengangkat wajah dan mereka saling pandang. "Jangan paksa aku."

"Apa ini hukuman untukku?"

Dering ponsel Daffa membuat lelaki itu melepaskan tangan dari pinggang istrinya dan mengambil ponsel di saku celana. Ada panggilan dari asisten pribadinya.

"Ada apa, Din?"

"Maaf, Pak. Mbak Abila menghubungi saya. Kalau Pak Daffa tidak segera menemuinya, Mbak Bila mengancam hendak b*nuh diri, Pak."

Daffa dan Rinjani saling pandang.

"Pergilah, urusi dia. Sebelum kamu kehilangannya, Mas." Rinjani melangkah cepat keluar kamar.

Next ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (15)
goodnovel comment avatar
Fitriani Juarta
keluar airmata terus baru baca sampai bab ini aja ,sakit banget jadi Rinjani.
goodnovel comment avatar
juswati gani
lanjut seru xeritanya
goodnovel comment avatar
Denovanti
Kalo sampe Dafa pergi gara2 ancaman Abila,dah fix tinggalkan Rin.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Rindu yang Terluka    174. Sehari di Surabaya 3

    Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j

  • Rindu yang Terluka    173. Sehari di Surabaya 2

    Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz

  • Rindu yang Terluka    172. Sehari di Surabaya 1

    RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap

  • Rindu yang Terluka    171. Biarlah Berlalu 3

    "Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola

  • Rindu yang Terluka    170. Biarlah Berlalu 2

    "Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi

  • Rindu yang Terluka    169. Biarlah Berlalu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status