RINDU YANG TERLUKA
- Aku yang Salah "Aku bisa menjadi istri yang taat, Mas. Apabila Mas pun bisa menjadi imam yang kokoh bagi makmumnya. Selama kita menikah, mana pernah aku membantahmu. "Tapi Mas sudah mengkhianati pernikahan kita. Mas, lupa komitmen yang kita bangun dari sebuah cinta. Keluarga kecil kita ternyata tidak bisa membuatmu berhenti. Kamu tak cukup hanya dengan satu wanita." Daffa menatap frustasi pada istrinya saat Rinjani terus berbicara tentang kesalahannya dan berusaha mengelak dengan menahan dadanya. Semua kata-kata menusuk tepat di jantung, tapi tidak menyurutkan 'keinginan' yang kian menggebu. "Rin," desis Daffa yang benar-benar sudah membara. Rinjani puas melihat Daffa yang belingsatan. Apa setelah penolakannya, sang suami akan menggila di luar? Mencari perempuan itu, mungkin. "Kamu memang begitu sempurna, Rin. Suamimu ini yang bajing4n. Namun lelaki brengs3k ini, nggak akan melepasmu. Maafkan mas." "Egois kamu, Mas." "Aku mencintaimu," ucap Daffa dengan netra memerah. Runtuh sudah wibawanya di hadapan sang istri. "Jika mencintai nggak akan mungkin tega untuk mendua. Sehambar apapun ranjang kita atau sebesar apa permasalahan dalam rumah tangga kita, kalau cinta nggak akan pernah berpaling meski dengan alasan mencari hiburan. Apa kita punya masalah, Mas? Atau ada yang nggak Mas sukai dari caraku melayanimu?" "Kita baik-baik saja. Kamu istri yang sempurna, Rin." "Mungkin aku terlalu sibuk. Nggak lagi bisa seperti yang Mas harapkan. Kalau itu masalahnya, kenapa nggak kita bicarakan saja? Kalau sudah nggak ada rasa, kalau Mas jatuh cinta pada perempuan lain, Mas bisa melepaskanku secara baik-baik. Mungkin tetap sakit, tapi nggak akan sesakit ini. Nggak ada noda hitam dalam pernikahan kita." "Bukan. Nggak ada yang kurang darimu. Mas saja yang brengs3k." Rinjani menunduk di bawah dagu suaminya. Aroma mint menguar dan begitu familiar dari raga Daffa. Dia sangat menyukai itu, dulu. Sekarang yang tersisa hanya perih yang begitu menyiksa. Antara cinta dan luka. "Mamaaa!" Teriakan Noval membuat Daffa menarik diri dari istrinya. Membenahi kerah hem dan mengusap tengkuknya untuk melepaskan ketegangan. "Hai, Sayang!" Daffa membuka pintu lantas menggendong putranya yang telah berseragam rapi. Menuruni tangga diikuti oleh Rinjani. Noval menjadi penyelamatnya pagi ini. Ia sadar tugasnya, paham dengan kewajibannya sebagai istri. Namun karena pengkhianatan itu dia menolak. Membuatnya mati rasa. Sampai detik ini, Daffa tidak mengaku apa yang terjadi dalam perselingkuhannya. Apa hanya sekedar makan, ketemuan di cafe, jalan bareng, ah bulshit. Bukankah isi chat perempuan itu begitu liar dan menjijikan. Gadis kaya, berpendidikan tinggi, tapi kenapa begitu murahan di depan suami orang. "Mama, melamun, ya!" tegur Noval sambil mengunyah nasi. "Mama, sakit?" Telapak kecil itu menyentuh kening Rinjani dan di perhatikan oleh Daffa yang tengah sarapan. "Nggak, Sayang. Mama nggak sakit." Rinjani menjawab disertai senyuman. "Mama, sedih?" "E-enggak." Rinjani kembali tersenyum. Ternyata berpura-pura bahagia itu sangat tidak mudah. Tidak ada luka yang lebih menyakitkan dari sebuah perselingkuhan. Dia selalu mendengar cerita dari rekan-rekannya tentang mertua dan ipar julid, tapi tidak semenyakitkan perselingkuhan pasangan. Dalam keadaan apapun jika suami tetap setia dan bisa memahami posisi sebagai istri di antara mertua dan ipar, maka dunia akan aman. Sebab dia bisa berperan sebagai tameng pelindung. Tapi bagaimana jika suami sendiri yang berkhianat? Noval begitu riang karena Rinjani ikut mengantarnya ke sekolah. Membawakan tas dan menggandengnya masuk ke halaman sekolah. Begitu bangga saat teman-teman melihat dan menyapanya. Sementara Daffa yang berdiri di samping mobil, memperhatikan dengan perasaan bersalah. Kenapa dia terlena. Kenapa dia membuat keluarga kecilnya hancur begini. Belum, belum hancur. Dan dia tidak akan membiarkannya hancur. Rinjani mengantarkan hingga sang anak masuk ke dalam kelas. Kemudian ia keluar setelah Noval mencium tangannya dan ia mencium pipi lembut putranya. "Tri, titip Noval," ucapnya pada Tini yang menunggu di luar. "Njih, Bu." Sambil melangkah keluar halaman, Rinjani menjawab sopan sapaan wali murid yang juga mengantarkan anak-anaknya. Entah mereka tahu apa tidak tentang permasalahannya. Tentang dirinya yang menyandang status mantan narapidana. Kalau para tenaga pendidik pasti mengetahui. Tapi sepertinya mereka belum datang, karena terlalu awal Noval datang ke sekolah. Daffa membukakan pintu mobil untuk istrinya. "Mampir ke toko buah dulu, Mas," kata Rinjani setelah mobil meninggalkan sekolahan. "Oke." Toko buah langganan baru saja buka ketika mobil Daffa berhenti di depannya. Seorang laki-laki tua sedang menata keranjang di rak-rak bagian luar toko. Dia menyambut ramah Daffa dan Rinjani yang sudah lama menjadi pelanggannya. Daffa membantu Rinjani memilih buah alpukat dan buah naga kegemaran Bu Tiwi. Juga membeli anggur hijau kesukaan Noval. Pada saat bersamaan ponsel di tas Rinjani berdering. Saat dilihat, Dokter Ratih menelpon. Rinjani menjauh dari sang suami untuk menjawab telepon. "Assalamu'alaikum, Dok." "Wa'alaikumsalam. Apa kabar, Dokter Rin?" "Alhamdulillah. Beginilah, Dok. Nggak bisa dibilang baik tapi juga nggak buruk-buruk amat." Rinjani tertawa sumbang di ujung kalimatnya. "Tetap disyukuri, Dok. Masih diberikan kesehatan meski apapun yang kita hadapi. Bukan begitu? Seorang dokter pasti memprioritaskan kesehatan fisik dan mental." "Apa saya ini masih pantas disebut seorang dokter?" "Why not? Kasus Dokter Rin ini ringan banget kalau menurut saya. Dokter, diberhentikan juga karena ada udang dibalik batu. Rekan-rekan di sini sangat memahami emosi Anda saat itu. Kami menilai Dokter Rin bukan dari sisi profesi, tapi sebagai seorang perempuan yang dikhianati. Jangankan seorang dokter seperti kita, seorang pesohor dunia pun ada yang bertindak brut*l saat diselingkuhi. Logika terkadang tersumbat saat dalam hitungan detik kita dikejutkan oleh sesuatu yang menyakitkan. Don't blame yourself, Dok." "Makasih banyak untuk pemahamannya tentang saya, Dok." "Btw, setelah ini apa planning Dokter Rin selanjutnya." "Saya ingin menyelesaikan urusan rumah tangga saya dulu. Tapi tetap melanjutkan karir saya setelah pikiran mulai tenang, Dok." "Dokter Rin, ingin bercerai?" Rinjani memandang Daffa yang masih berdiri menunggunya di depan toko buah. Dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana, Daffa berdiri memperhatikannya. "Maaf, saya nggak bermaksud untuk mencampuri urusan rumah tangga, Dokter. Tapi sangat disayangkan kalau pernikahan kalian harus berakhir. Saya pernah berada di posisi Dokter Rin kira-kira tujuh tahun yang lalu. Saat itu saya sedang hamil anak kedua dan dokter Doni ketauan selingkuh sama dokter koas.Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j
Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz
RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap
"Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola
"Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi
RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak
Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan
Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""
RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k