"Aku terkejut karena kau tiba-tiba datang dan memaksa untuk akrab dengan keluargaku malam malam begini, biasanya seseorang membeli kabar sebelum datang terlebih ini adalah rumah orang asing yang sama sekali tidak mengenalmu, kedatanganmu benar-benar mengejutkan."Wanita itu tertawa sambil menyibak rambutnya sementara kedua putriku menatap diri ini dengan berbagai pertanyaan di hati mereka, karena untuk pertama kalinya aku bersikap tidak ramah kepada tamu yang datang. "Sebenarnya aku sudah merencanakan hal ini....""Siapapun yang ingin akrab pada keluargaku maka mereka harus minta izin padaku dan akrab denganku dulu," balasku."Dengan senang hati, saya merasa tersanjung bila Mbak Hafsah mau berteman akrab dengan saya.""Bukankah suamiku adalah atasanmu dan kau memanggil dia dengan sebutan Pak, harusnya kamu manggil diriku dengan kata ibu, iya kan? Ataukah kau benar-benar tidak tahan lagi untuk segera akrab dengan kami.""Bundaaa... Bunda kenapa?"Putriku Alexa nampak tidak mengerti
"Teganya kamu mengatakan perceraian dengan tatapan mata sedingin itu ... aku memang salah jatuh cinta pada orang lain dan mengumbar janji dengan mudahnya tapi aku tidak pernah bermaksud meninggalkanmu.""Aku lebih percaya dengan kata-kata yang kau ucapkan pada wanita itu dengan tatapan serius dan penuh sumpah," jawabku sinis."Aku khilaf saat mengatakannya, aku hanya terbawa suasana," balasnya, aku tergelak mendengar alasan yang dilontarkan Suamiku di mana itu terdengar sangat klise dan kekanak-kanakan.Apapun yang dia katakan terdengar seperti sebuah kalimat omong kosong yang benar-benar membuatku membencinya. Takbiran Antara cinta dan kebencian itu sangat tipis sehingga itu bisa terbalik dalam sekelip mata. Minggu kemarin aku memujanya, bangga memilikinya sebagai suamiku, tapi hari ini, aku menyesal, aku malu pada diriku sendiri karena sudah memilihnya sebagai suami.Aku malu telah membawanya ke hadapan orang tuaku dan meyakinkan mereka bahwa ia pria yang pantas jadi pendampingku
Kutepikan mobil garasi, mematikan lalu menutup pintunya sambil menghela nafasku. Jujur saja keluar rumah selama 1 jam dan mencari udara segar membuatku sedikit terbebas dari rasa pengap dan kesedihan hati. Terus berada di rumah membuatku terpikirkan akan kejadian yang kulihat di kantor suamiku serta bagaimana kenangan indah tentang kami mencekik leherku. Aku sebenarnya tidak mau teringat-ingat lagi tapi entah kenapa bayangan itu berkelebat dan terus terngiang-ngiang.Saat aku mendorong pintu utama suamiku yang kebetulan duduk di ruang tamu langsung berdiri."Kau dari mana saja?"Melihat dia terlihat begitu tegang aku hanya menanggapi dengan santai, kutatap jam dinding lalu bertanya kembali kepadanya."Kamu pulang kantor lebih cepat hari ini?""Aku khawatirkanmu mengingat betapa seriusnya percakapan kita semalam kupikir....""Jangan khawatir aku tidak pergi ke pengadilan agama untuk menggugatmu, aku menunggu tawaran terbaik yang bisa kau berikan padaku.""Bagaimana kalau aku tidak bi
"Apa kau gila?" Tanya suamiku sambil mendesahkan nafasnya dengan kasar."Kau pikir anak-anak akan diam saja melihat orang tuanya tidak sekamar lagi?""Aku hanya butuh jeda Antara Aku dan dirimu aku harus memulihkan hatiku dari kenangan buruk dan adegan percintaan kalian, bantu aku untuk pulih, alih-alih kau terus mengintimidasi perasaanku.""Begini...." Ucap lelaki itu sambil menggigit bibirnya."Bisakah kau berikan aku kesempatan agar kita bisa memulihkan hubungan ini.""Caranya hanya satu, tinggalkan wanita itu dan pecat dia dari tempat kerjamu, singkirkan dia dari kehidupanmu sehingga aku tidak lagi mencurigai kalian.""Bagaimana aku menyingkirkannya sementara dia adalah pegawai yang berharga bagi perusahaan, karya dan desainnya sangat bagus, bagaimana aku bisa memecatnya.""Kalau begitu, putuslah dengannya....""Ya Tuhan..." Suamiku mengadu sambil menjambak rambutnya sendiri."Oh tentu kau tak bisa, mana mungkin kau bisa lepas dari wanita itu di mana kau sendiri bilang kalau tak
Aku berdiri dihalangi oleh sebuah dinding yang jadi pembatas antara dapur mini dan kamarnya. Suamiku dan wanita jarang itu bercinta di ruang tamu utama yang difungsikan juga sebagai ruang nonton tv. Ada film panas yang sepertinya sedang ditiru adegannya oleh mereka berdua. Mataku panas, dadaku bergejolak, aku ingin meraih pisau yang tertancap di wadahnya lalu mengganti tancapannya ke tubuh mereka. Tapi, aku takut dengan penjara, Aku tak mau jadi pembunuh yang menghancurkan masa depanku karena dua manusia bejat seperti mereka.Di sisi tempat aku berdiri ada teko air listrik yang tersambung ke steker sumber daya. Aku terpikirkan untuk menyalahkannya, menekan tombol sehingga lampu teko otomatis itu berubah merah. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan dengan air panas hanya saja aku mengikuti naluri."Ayang, aku kangen," ucap Mas Farid dengan napas memburu."Aku juga Mas, sehari tak bercinta membuatku merana, ah, ...."Tentu saja wanita itu mengerang erang, mendesah tak karuan menikm
Usai melampiaskan kemarahanku aku turun dari plat yang berada di lantai 3 itu, aku memasuki mobil, meraih botol air lalu meneguknya dengan cepat.Aku belum berinisiatif untuk segera menyalakan mesin lalu meluncur pergi demi meredakan perasaanku yang kini bergejolak dan membara, aku memilih untuk menunggu Apakah Mas Farid akan segera turun lalu pulang ke rumah ataukah dia malah pergi ke rumah sakit bersama dengan niken.Setelah lima menit dua sejoli itu terlihat turun, saat turun suamiku nampak terlihat hati-hati dengan memeriksa keadaan sekitar untungnya mobilku sengaja aku parkirkan tersamar di antara mobil-mobil yang lain Jadi mereka tidak tahu kalau aku masih ada di sana. Perlahan mas Farid menjemput seorang wanita dari lift, lalu wanita itu terlihat tertatih dan masuk ke mobil suamiku. Sepertinya mereka melakukannya dengan hati hati, khawatir aku masih ada di sana atau orang lain melihatnya. Tak lama kemudian mobil Fortuner berwarna putih itu meluncur keluar lalu menambah kec
Aku tidak segera turun untuk melihat suamiku yang konon katanya menggigil panas dingin setelah kuhajar habis habisan. Dia pasti kesakitan setelah mendapatkan terjangan dan pukulan dariku ditambah dengan panasnya air mendidih.Kurasa dia mendapatkan pukulan terburuk dalam hidupnya.Aku aku memang puas tapi aku tahu bahwa apa yang kulakukan adalah dosa, tidak seharusnya seorang Istri bersikap kasar pada suaminya, Apa yang kulakukan tidak akan kusebarkan dan memang tidak pantas ditiru. Aku hanya memberi peringatan dan melampiaskan kekesalanku karena sudah berulang kali kuberi tahu untuk segera berhenti berselingkuh tapi Mas Farid tidak berhenti juga.Ada rasa bersalah dalam diriku tapi aku berdamai dengannya, sekretaris suamiku memang harus diberi pelajaran agar dia mengerti kalau kebungkamanku bukanlah sebuah kelemahan.*Aku turun selesai mandi dan berdandan wangi menggerai rambutku dan karena ini di dalam rumah jadi aku tidak memakai jilbabku.Aku membuat segelas susu untuk diriku sen
Usai menyetrika pakaiannya lelaki itu terlihat mengenakannyaz dia berdiri dan mematut dirinya di kaca yang ada di ruang makan lalu menyisir rambut. "Setelah kau suruh aku untuk mengurus makanan dan pakaianku sendiri... apa lagi yang akan kau lakukan?""Akan kupasrahkan sisanya kepada Allah," jawabku dengan santai."Tidakkah kau sadar bahwa sikapmu yang seperti ini akan membuatku semakin jauh darimu.""Keputusan ingin tetap dekat atau menjauhi itu adalah hakmu aku tidak bisa mempengaruhinya sedikitpun seperti halnya keputusan saat kau berhubungan dengan wanita itu....""Kenapa kau selalu menyentil tentang dia setiap kali kalimat terlontar di bibirmu.""Memang agak sensitif ya ... tapi karena wanita itu hubungan kita jadi hancur. Aku tahu kaulah yang bersalah dan wanita itu jadi korban kebangisanku, tapi, ini terjadi karena dirimu.""Ah...." Dia mendesah lalu menjatuhkan dirinya di kursi, nampaknya dia tidak jadi ke mana-mana."Kenapa kau malah terduduk lemas di situ. Bukannya kau lap