Ada yang mengawasi.Liora menghentikan langkahnya, matanya menyapu gelapnya malam di sekitar hutan. “Kael, naga kecil apakah kalian merasakan sesuatu?” bisiknya.Naga kecil memejamkan mata, auranya bersinar samar. “Tidak ada yang mencurigakan, Lyara.” Namun, naluri Liora berkata lain. Ia mengeluarkan mana kristal dan melemparkan ke arah rimbunan daun Pohon. Seketika, seekor burung mengepakkan sayap dan terbang panik.Liora menarik nafas lega. “Hanya burung rupanya.”Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah kayu yang mereka rindukan. Malam semakin larut. Liora membersihkan diri seadanya, lalu rebahan di atas kasur dengan naga kecil sementara Kael meringkuk di tempat tidurnya sendiri.Sebelum terpejam, ia membuka notifikasi sistem yang berkedip merah.Sistem (Merah)[Kekuatan Baru Terbuka - Sanksi ingatan kembali]Jarinya menyentuh ikon status tersebut dan gelap langsung menyergap kesadarannya. Saat ia membuka, dunia terasa berbeda. Hujan membasahi tubuhnya di tengah hutan. Sebuah
Setelah kondisi mereka pulih, Liora dan Aelric melangkah memasuki bangunan megah Ordo Ksatria. Pilar-pilar tinggi menjulang, dihiasi ukiran lambang-lambang kuno. Di depan gerbang utama, dua ksatria penjaga berdiri tegak dalam zirah perak.Aelric menyerahkan lencana identitas yang telah diberikan padanya. Tanpa banyak bicara, para penjaga segera membuka pintu besar itu. “Selamat datang. Saya Roderick Vallor, Wakil Komandan Ordo,” sambut seorang pria tinggi dengan seragam berwarna gelap dengan lambang lencana ordo, dengan jubah bertanda lambang ordo di bahunya.“Ikuti saya. Semua telah menunggu kalian” lanjutnya tanpa basa-basi.“Terima kasih, Tuan Roderick,” jawab Aelric sopan.Liora menatap sekeliling, kagum oleh kemegahan interior ordo. Langit-langitnya tinggi dengan kaca patri menggambarkan kisah pertempuran. Cahaya pagi memancar lewat celah, membentuk bayangan warna-warni di marmer putih yang mengkilap.“Gini rasanya menatap takjub gedung game kini jadi nyata.” ucap Liora dalam ha
Kael dan naga kecil berada di pinggir alun-alun Desa Talewind, menghirup udara pagi yang dipenuhi aroma kue panggang dan bunga Lily of The Valley. Di sampingnya, naga kecil terbang dengan nyaman, matanya berbinar menatap keramaian.Festival Angin tengah berlangsung. Di tengah alun-alun, penduduk menari berputar mengikuti irama musik dari seorang pengelana tua yang memainkan kecapi bersenar perak. Setiap petikan nadanya bergetar lembut di udara, membawa kedamaian dan kebahagian.Anak-anak berlarian di antara kerumunan, menggenggam lentera kertas yang bersinar lembut. Aroma roti kayu manis dan teh herbal menguar dari kios-kios kayu, menyatu dengan tawa para pedagang yang menawarkan dagangan mereka. Bendera berbentuk daun berkibar di tiap sudut, menari bersama angin yang membawa semangat perayaan.“Ini.. pertama kalinya aku melihat perayaan manusia.” bisik naga kecil itu. Suaranya nyaris tak terdengar di tengah riuhnya musik dan nyanyian rakyat. “Sungguh indah.”Kael tersenyum. “Kalau be
“Tuan… para monster menyerang Desa Talewind. Kami…sedang bertahan.”Mata Liora melebar. “Apa?”Tanpa menunggu, ia kembali menyerang, sihirnya meledak menghantam musuh. Nafasnya tersengal.“Jika terus begini, kita tidak akan bisa menghentikannya.” gumamnya, lirih tapi penuh amarah.Maltherion tertawa lantang. Sosok kegelapan itu berdiri di samping Skylios, tangan kirinya memegang inti mana Bellshade. Bunga terkutuk yang menyerap jiwa orang-orang, akan menciptakan kehancuran, kini akan menjadi senjata terakhirnya.“Bellshade… akan mengakhiri semuanya.” desisnya, mata bersinar kelam.Ia menarik rantai yang melilit leher Skylios, makhluk suci penjaga Zephyros, simbol harapan. Tubuh Skylios gemetar, kekuatannya terkuras oleh belenggu sihir. Ia berusaha melawan, tapi kakinya tak lagi mampu menopang.“Makan ini,” ucap Maltherion pelan, tapi tegas, mendorong inti itu ke mulut sang pengjaga.Skylios menggeram. “Manusia hina. Kau pikir aku akan tunduk?” Brakkk!Terdengar dentuman keras rantai
Begitu monster terakhir melesat masuk, Liora Menyusul ke dalam gua yang diselimuti kegelapan. Udara lembab menusuk paru-parunya, dan bau basah tanah bercampur darah menguar di udara. Ia mempersempit pandangannya, mencoba menembus pekatnya gua bebatuan yang seolah menelan cahaya.Langkahnya terhenti tiba-tiba tanah di bawahnya menganga. Terlambat.Bruk!Tubuhnya terhempas jatuh ke dalam bawah gua yang curam. Suara jatuhnya menggema, membangunkan kesunyian yang mencekam.Rasa sakit menyambar tubuhnya, tapi lebih dari itu sepuluh pasang mata kini tertuju padanya.Monster-monster itu berdiri mengelilingi sesosok mahluk besar, seekor Beast ular dengan sisik kehitaman, nafasnya berat menahan luka di tubuhnya. Monster-monster itu layaknya pembunuh.Sistem[Hidden Quest][Misi: Singkirkan Monster yang menyerbu Zevar][Hadiah: 10 poin | Sisa waktu: 15 Menit]“Sial…” desis Liora, berdiri dengan satu lutut, tangan meraih ganggang pedangnya.Dalam sekejap, mereka menyerang.Cakar. Taring. Racun.
Di tepi danau yang dikelilingi pepohonan raksasa, suara denting pedang membelah udara, bercampur dengan bisikan angin dan gemericik air. Sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, menarik di atas riak permukaan danau. Aelric duduk bersila di atas batu datar, menyatu dengan energi alam. Kelopak matanya terbuka perlahan, menajamkan pandangan ke arah dua sosok yang bertarung, Liora dan Kael.Liora melompat ringan, tubuhnya berputar laksana bayangan angin. Pedangnya berdesing membentuk lengkungan tajam menuju sisi Kael, yang menangkis dengan refleks sempurna. Cahaya magis berkilauan di setiap benturan senjata mereka.Dengan satu gerakan gesit, Liora menghilang lalu muncul di belakang Kael, ujung pedangnya menempel di leher rubah itu.“Bagus,” gumam Aelric, tersenyum miring. “Sekarang, kita ubah aturannya.”Namun sebelum latihan berlanjut, suara anak-anak memecah ketegangan. Beberapa dari mereka, termasuk Rema, gadis berambut hitam pendek datang sambil membawa tas jerami.“Kak Aelric! K
Liora tahu, membawa Kael dan naga kecil bukan pilihan yang baik. Selain karena energi naga kecil itu belum stabil dan mudah terdeteksi, keberadaanya di luar rumah Aelric harus tetap menjadi rahasia. Perjalanan ini harus ia lakukan seorang diri.Semakin dalam ia menembus hutan, suara-suara asing mulai terdengar. Samar di awal, lalu semakin jelas, sekelompok orang. Liora memperlambat langkahnya dan bersembunyi di balik semak lebat.“Apa yang mereka lakukan di sini?” gumamnya pelan.Di hadapannya, bunga raksasa berdiri di tengah lingkaran para penyihir berjubah hitam dan bertopeng. Cahaya bulan memantul di kelopak-kelopaknya yang bercahaya seolah hidup. Namun Liora tahu keindahan itu palsu.Ketika bunga itu membuka kelopaknya, ia berubah menjadi makhluk mengerikan. Gigi-gigi tajam menyeringai di dalamnya, menghisap energi dari seorang pria dan seorang anak kecil yang terikat akar hitam. Wajah mereka pucat, tubuh gemetar, sekarat.“Tanaman ini lebih mengerikan dibandingkan di game.” Liora
Di depan mata mereka, sebuah gudang makanan dikepung oleh gerombolan monster yang mengamuk. Suara jeritan dan denting senjata memenuhi udara malam. Beberapa warga tampak terluka parah, sementara sisanya bertahan dengan alat seadanya, tangan mereka gemetar, namun tekad mereka tak runtuh.“Sial, jumlahnya makin banyak!” desis Aelric, matanya menyipit saat menatap pusat kekacauan.Di antara kerumunan itu, muncul sosok raksasa Gravetrail, bos berbentuk bison berotot dengan tanduk tanduk bercahaya yang memancarkan aura kegelapan pekat. Senjata kayu berduri yang diayunkannya bisa menghancurkan batu dalam sekali tebas.Tiga ksatria pelindung sudah nyaris tumbang. Penduduk desa makin terdesak.“Aertherwing!” panggil Aelric. “Sembuhkan mereka.”Makhluk bersayap perak muncul dari langit, mengepak anggun, lalu melesat ke arah korban terluka. Cahaya dari tubuhnya memancar lembut, menyembuhkan mereka satu per satu.“Kean, bersiap!” seru Liora, menggenggam pedang biru bercahaya. Matanya tajam, penu
Setelah perjalanan yang menguras tenaga, Liora dan rombongannya tiba di Desa Talewind, sebuah desa kecil di lembah Pegunungan Erto. Jalan-jalan berbatu yang biasanya sunyi, hari ini desa terlihat berbeda, penuh warna, penuh kehidupan. Festival Angin dan Cahaya akan segera dimulai, dan seluruh desa larut dalam semangat persiapan.Jalanan berbatu dipenuhi warga yang sibuk menggantung lentera angin dari kertas pastel. Panggung besar berdiri megah di tengah alun-alun, dihiasi pita-pita berwarna yang menari bersama angin lembut khas Talewind yang membawa aroma bunga liar, kini membawa gelombang kebahagiaan.Toko-toko kecil memamerkan pernak-pernik festival dari ukiran kayu berbentuk serigala, burung, dan bunga Lily of the Valley yang masing-masing menjadi simbol harapan, perlindungan dan penjaga Zephyros. Aroma ayam panggang manis, roti keberuntungan, dan pai buah hutan menggoda indera setiap yang melintas.“Liora, aku ingin yang itu!” seru naga kecil, matanya berbinar sambil menunjuk perme