Share

Teman Baru

“Aku yang seharusnya bertanya, kenapa kamu di sini? Apa suamimu mencampakanmu,” balas Adrian menatap penuh tanda tanya, kenapa wanita hamil yang di tolongnya berada di rumah  yang di pinjamkan pada Hanggoro. Clara mendelik ke arah Adrian, ingin ia mengumpat Adrian. Tapi di urungkan karena Ayahnya sudah datang.

“Hai Adrian, maaf apa sudah lama menunggu.” Bergegas Hanggoro menghampiri Adrian yang masih berdiri di teras. ”Clara ada tamu, kenapa tidak di suruh masuk.” Clara masih terbengong” oo ya ini kenalkan Clara, putriku satu–satunya.” Hanggoro memperkenalkan Clara kepada Adrian.

“Sudah kenal Bang, tak perlu di kenalkan lagi,” balas Adrian dengan muka juteknya.

“Baiklah, ayo masuk, Clara tolong buatkan minum,” pinta Hanggoro pada Clara.

“Clara, itu putri Abang? Dulu pas kita ketemu di rumah sakit itu, sebenarnya aku yang membawa Clara ke rumah sakit. Dia tiba-tiba pingsan di jalan.” Jelas Adrian pada Hanggoro.

“Jadi yang menolong Clara kamu, wah aku harus berterima kasih padamu. Sebenarnya Clara sudah bercerai, jadi ia tinggal bersamaku.” Hanggoro menghela nafas  berat, seakan enggan untuk bercerita tentang putrinya.

Clara mendengarkan percakapan Adrian dan Ayahnya sambil menyeduh teh, setelah selesai, Ia bergegas  menyuguhkan dua cangkir teh di meja tamu, sesekali netranya mencuri pandang Adrian.

Untuk beberapa lama Hanggoro dan Adrian berbincang-bincang masalah pekerjaan, hingga malam semakin larut dan Adrian berpamitan pulang.

“Sejak kapan, Ayah berteman dengan Adrian. Usia ayah dan Adrian ‘kan beda jauh seperti ayah dan anak?” tanya Clara penasaran.

“Di penjara, ketika itu Adrian di tangkap polisi karena memakai obat terlarang, sambil menunggu vonis pengadilan, ia di tahan, saat itulah Ayah mengenalnya, sebenarnya ia anak yang baik, Adrian terpukul dengan perceraian orang tuanya, ibunya memilih pergi, dan sibuk dengan dunia seninya. menyebabkan Adrian  frustasi dan menyebabkannya salah pergaulan. Tapi untunglah, vonis pengadilan mengirimnya di pusat rehabilitasi. Kini Adrian jauh lebih dewasa. Dia memiliki beberapa food court dari usahanya sendiri, dan sekarang ia mau memulai usaha cafe dan resto,” jelas Hanggoro mengenang pertemuannya dengan Adrian.

Clara tertegun mendengar penuturan Ayahnya mengenai Adrian, pemuda tampan, dengan kulit putihnya dan rambut lurus serta sorot mata tajam, laksana elang.

“Clara senang, ada seseorang yang begitu menghormati Ayah dan percaya pada ayah, tidak peduli pada masa lalu Ayah,” balas Clara.

“Iya, Clara, Adrian itu memang baik, memang sih, kadang sikap dingin dan cueknya muncul, tapi Bibi yakin, dia itu peduli,” seloroh Bi Atik, yang tiba-tiba muncul dari arah dapur. Clara hanya membalas dengan senyuman.

Pagi yang cerah, tak secerah hati Clara, kandungnya memasuki  usia 3 bulan, Hatinya mulai gelisah, memikirkan semakin banyak biaya yang akan di tanggungnya. Clara mulai berpikir untuk mencari pekerjaan. Dengan langkah kecil, ia menyusuri jalanan, dan menawarkan diri untuk bekerja menjadi pelayan restoran, hampir sepuluh kafe dan restoran di datanginya untuk meminta pekerjaan, dan Akhirnya salah satu restoran yang cukup besar, yaitu Blue Cafe dan Resto menerimanya untuk bekerja untuk menggantikan karyawan yang cuti melahirkan..

“Mulai besok, datanglah jam 7 pagi, kamu harus membersihkan resto ini, karena jam 10 sudah buka!” perintah manager resto, lelaki dengan kumis lebatnya.

“Iya Pak, saya akan datang tepat waktu,” jawab Clara, penuh semangat.

Hari berganti, tidak terasa sudah 2 minggu Clara pekerja sebagai pelayan resto, tanpa di ketahui Hanggoro dan Bi Atik, karena jika mereka tahu, pasti mereka akan melarangnya.

Malam itu Clara masih sibuk berkutat di restoran melayani pengunjung. Tidak di sangkanya, ia melihat keluarga Thomas Himawan, dan keluaga Fandi, terlihat kedua keluarga itu nampak bahagia, senyum lebar menghiasi percakapan mereka, tapi di sana tidak terlihat Bramastio. Senyum getir, terukir di wajah Clara, ia berusaha menghindar dari keluarga Thomas. Bergegas ia menyembunyikan diri di dapur.

“Clara, kenapa kamu malah bengong di dapur, cepat ke meja vip Nomor 01!” perintah, supervisior Resto. Wanita bertubuh sintal itu membentak Clara.

“Bu, bisakah yang lain saja, aku tidak enak badan,” sahut Clara.

“Tidak bisa, yang lain sibuk dengan tugas masin-masing. Selesaikan dulu pekerjaanmu, baru kamu izin pulang, cepatlah makanan sudah siap, sajikan ke  meja nomor 01!” perintah sopervisior.

Terpaksa Clara, menuju meja nomor 01, meja tempat pertemuan dua keluarga konglomerat yang dikenalnya. Dengan wajah tertunduk Clara mendorong meja untuk mengantarkan menu pesanan. Sesampainya di meja nomor 01, Clara, menyajikan menu-menu di atas meja, sambil menunduk, berharap keluarga Thomas tidak mengenalinya.

Tapi, sepasang mata, memperhatikan dengan nyalang, seakan ingin melahap habis Clara. Sementara yang lainnya, sibuk mengambil menu di sudah tertata rapi di meja, dan tidak menyadari bahwa Clara yang melayani mereka.

“Silakan, menikmati hidangan ini,” ucap Clara, lalu gegas meninggalkan meja, menuju dapur.

Clara menghela napas lega, tapi ia tersentak ketika di depannya, Elin menatap tajam ke arahnya. Tatapan kebencian terpancar di kedua bola matanya. Lalu, tangannya mencengkram bahu Clara dengan kuat, dan mendorongnya hingga Clara tersungkur di meja dapur resto.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status