Share

Banyak Keanehan

last update Last Updated: 2023-05-29 14:57:06

Hasim dan Darsan sudah sampai di rumah sakit yang kebetulan berada di kota mereka. Sesuai arahan dari Teh Rita, juga berbekal berita terupdate di internet, kedua pria itu akhirnya bertemu dengan pihak keluarga Aris. Karena semua masih diselimuti kesedihan, keduanya tidak berani bertanya macam-macam.

Turut berduka. Hanya kalimat itu yang mereka sampaikan sebagai perwakilan dari keluarga pihak mempelai wanita. Hasim dan Darsan pun masih belum bisa menjelaskan keadaan di rumah Nilam, sebab kejadian malam ini seperti di luar ekspetasi. para korban yang berjumlah sepuluh orang tersebut masih dalam proses autopsi.

Kedua pria itu hanya mengatakan pada keluarga korban jika keluarga Nilam sedang dalam keadaan kacau, maka kedatangannya diwakilkan. Karena memang sedang sama-sama berduka, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Mereka lebih fokus pada urusan keluarga masing-masing.

Hasim dan Darsan duduk berselonjor di halaman rumah sakit, menghadap ke arah jalan. Tubuh mereka lemas seketika setelah mengetahui fakta bahwa Aris benar-benar korban kecelakaan. Bahkan, Hasim sampai bertanya pada pihak polisi yang kebetulan ada di rumah sakit, apa ada wanita memakai baju pengantin? Namun, jawabannya tidak sesuai harapan.

"Saya mah yakin, Kang, Nilam teh dibawa sama rombongan gaib," ucap Darsan sembari menahan napas. Mendadak bulu di tangannya meremang.

Hasim yang sudah sangat lelah meneguk air mineral yang mereka beli di kantin sekitaran rumah sakit. Lantas mengusap bibirnya yang basah dengan ujung lengan jaketnya. "Iya Kang. Bisa juga sama arwah-arwah rombongan. Mereka mungkin ngerasa belum meninggal. Tapi, ya,susah dicerna akal sehat."

"Takutnya si Nilam gak bisa balik lagi. Buktinya, Nyai Kusuma juga gak pulang lagi sudah puluhan tahun," jelas Darsan.

"Ssstt, Kang Darsan jangan sebut nama dia. Bisa kena sial atau kutukan nanti. Saya jadi curiga, keluarga Nilam ada yang membahas soal wanita yang hilang itu. Pantangan buat pengantin bahas-bahas soal ini, kan?"

Mendengar kata-kata Darsam, Hasim hanya bisa mengusap lengannya yang terasa dingin, padahal sudah memakai jaket tebal. Semua yang mereka bicarakan, memang cukup membuat suasana sekitar menjadi angker. Merasa urusan sudah selesai, keduanya langsung pulang, sebab waktu sudah menunjukan pukul 03.00 pagi.

Segala kabar di rumah sakit sudah mereka ceritakan pada Teh Rita yang kebetulan katanya belum pulang dari rumah Nilam, masih berusaha menenangkan Bu Rosidah dan Pak Wahyu. Tugas mereka tinggal pulang ke rumah lalu istirahat.

Sementara itu, rumah Nilam masih diselimuti rasa duka. Ada penyesalan dari keluarga, mengapa tidak menyadari keanehan yang dibawa para rombongan misterius itu. Padahal, beberapa orang merasakan ada bau-bau aneh, seperti parfume yang belum pernah dicium sebelumnya.

Bah Karsun meminta yang ada di rumah untuk tidak berisik, sebab ia tengah menerawang keberadaan Nilam dengan mata batinnya. Untuk menjaga ketenangan, Bu Rosidah dan Indah dibawa ke kamar. Pak Wahyu enggan ke mana-mana, ia ingin menunggu kabar Nilam saja bersama Nur yang sedari tadi memegangi tangannya.

Mereka yang ada si sana merasakan ada hawa aneh, seperti intensitas lain yang sulit dijelaskan. Beberapa di antaranya yang memang sensitif pada hal gaib, hanya memegangi pundak yang terasa berat. Ada desir darah yang mengalir begitu cepat, belum lagi degup jantung yang tiba-tiba mengencang.

Sebagai tukang rias desa, Teh Rita juga bisa merasakan hawa rumah yang mulai tidak enak. Apalagi sedari awal wanita itu sudah tidak enak hati dengan tanda-tanda yang diberikan Nilam ketika berhias.

Bah Karsun mulai membuka mata, ada hela napas resah yang ia keluarkan. Tangan keriput itu menyentil-nyentil udara, seperti mengusir kabut yang tidak terlihat oleh kasat mata.

"Gimana, Bah?" tanya Pak Lurah.

"Susah, sudah jauh. Abah mah cuma denger suara kereta kuda."

Keheningan kembali terpecah oleh mereka yang mengucap istigfar. Ada juga yang bisik-bisik, mempertanyakan pantrangan apa yang dilakukan keluarga Nilam sampai ada kejadian seperti ini?

Pak Wahyu mengusap wajah hingga rambutnya. Ia terlihat sangat frustrasi. Sulit berpikir, membuatnya beranjak dari tempat. Pria itu berkata ingin lapor polisi saja, supaya seluruh wilayah Desa Wangunsari bisa disisir sampai ke sungai dan tebing curam.

"Nanti dulu atuh, Pak. Denger dulu apa kata Abah," saran Nur sembari menahan bapaknya dengan manarik lengan pria itu.

"Bapak teh khawatir sama Nilam, Neng. Gimana kalau terjadi sesuatu?" teriak Pak Wahyu dengan air mata berderai. Sedari tadi ia sulit menahan tangis, pipi keriputnya sudah basah oleh air mata.

"Nur tahu, Pak. Tapi kita harus berpikir dengan kepala dingin. Memangnya Bapak mau kalau Nur sendiri yang nyelesain masalah ini? Nur mana mampu. Nur juga butuh kekuatan dan doa dari Bapak." Wanita yang belum memiliki anak itu menitikan ari mata.

Melihat kesedihan yang ditunjukan Nur, Pak Wahyu kembali menjatuhkan badannya di lantai. Ia menekuk satu kaki, memeluknya sembari tergugu dalam tangis. Lurah Karta hanya bisa mengusap punggung Pak Wahyu dengan perlahan.

"Jangan egois Wahyu. Kamu teh kudu lebih kuat. Ini bukan masalah sepele. Kalo mau mah gak usah panggil polisi, kerahkan saja warga buat nyari si Nilam. Masalahnya, di luar teh poek keneh [masih gelap]. Mau ada korban lagi?" cecar Bah Karsun.

Pak Wahyu kembali mengusap rambutnya dengan gusar. Ia tidak ingin menanggapi, hanya berharap ayam segera berkokok dan semua warga turun ke tepi sungai dan jurang. Kalau harus terjun sekalipun, akan ia lakukan demi kembalinya Nilam.

"Wahyu, perasaan Abah mengatakan Nilam teh gak akan lama hilangnya. Nilam akan pulang. Percaya sama Abah. Sekarang mah tinggal banyak doa, kita berusaha semua. Minta kemudahan sama Gusti Allah," tutur pria yang badannya sudah sedikit bungkuk itu.

Semua orang di sana mengaminkan. Hanya satu pria bernama Basir yang masih merenungi masalah ini. Sedari tadi ia ingin membahas soal legenda desa, tetapi ditahan karena keadaan belum tenang. Pria itu akhirnya menoleh pada Teh Rita. "Teh punten, waktu Teteh ngehias berdoa dulu, gak?"

Yang ditanya tercekat karena Teh Rita masih merasa syok. "Iya atuh Kang. Semua ritual selalu saya lakukan dengan baik. Gak ada yang kelewat," jawab Teh Rita yakin.

"Kalau gitu Pak Wahyu, apa sebelum acara ada pantangan yang dilanggar? Ingat, Pak, desa kita teh masih sakral. Satu ritual saja terlewat, akan ada bencana besar," ucap Basir sedikit memberi penekanan.

Dengan nada lemah, Pak Wahyu menjawab karena ia tidak mau disalahkan. "Saya lakukan sewajarnya, Kang. Hanya saja, setelah pulang dari pemakaman, ada hal aneh yang menimpa Nilam."

"Hal aneh apa, Pak?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Orang Gila

    Keluarga Pak Wahyu hanya berdiri di depan pintu kamar Nilam, di mana dari dalam terdengar suara-suara aneh dan mengerikan. Mereka tampak pasrah, sebab Nilam kembali mengamuk sampai tali di tangan dan kakinya terlepas. Pilihan terakhir adalah mengunci pintu, membiarkan gadis itu sendirian.Knop pintu terlihat diputar-putar dari dalam. Suara gedoran yang ekstrim membuat pintu itu sedikit mengalami kerusakan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain mengaji dari luar kamar. Begitu yang dilakukan Bu Rosidah dan Nur. Sementara Pak Wahyu hanya duduk di sofa ruang keluarga, matanya fokus menatap dinding bercat putih.Hal yang sama juga dialami oleh Indah. Wanita itu mengurung diri di kamar karena Hafiz tidak memberinya kabar. Hari-harinya disibukkan mengecek ponsel, berharap ada notifikasi dari suaminya. Indah kerap kali menelepon, hanya saja laporan selalu sama, bahwa nomor Hafiz di luar jangkauan.Seburuk-buruknya seorang suami, Indah tetaplah mencemaskan keberadaan Hafiz saat ini. Setidaknya,

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Sakitnya Kehilangan

    Obrolan Jajang dan Ki Gendeng seketika terhenti kala mereka mendengan suara langkah kaki dari luar ruangan. Keduanya terdiam cukup lama, memastikan tidak salah dengar. Jari telunjuk Ki Gendeng terangkat, seakan memberi tanda untuk tetap diam. "Kayaknya teh ada yang ngikutin kamu, Jang," bisi Ki Gendeng. Kepalanya dimiringkan pada arah pintu masuk. Jajang terdiam sejenak, mencoba menerka siapa yang berani mengikutinya. Feelingnya tertuju pada Basir karena tadi ia sempat berpapasan dengan pria itu. Tidak menutup kemungkinan juga, sebab Basir orang yang nekatan, juga terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. "Sepertinya, saya tahu siapa orangnya, Ki. Jadi, saya harus melakukan apa?" Yang ditanya malah terkekeh, lalu ia menjawab, "Biarkan saja. Sudah Aki bilang, yang masuk akan sulit keluar. Tadi Aki membuat jalan tipuan. Dia akan tersesat. Sekarang kita keluar dengan tenang." Setelah Jajang mengangguk, keduanya keluar dari ruangan sempit itu—menelusuri lorong demi lorong yang ha

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Keadaan Nilam di Alam Sana

    "Punten, Ki, saya baru datang," ucap Jajang sedikit membungkuk, menunjukkan rasa hormat pada pria tua yang tubuhnya sudah sangat bongkok itu.Namanya Ki Gendeng. Ia berasal dari desa sebelah—Desa Patapaan. Sesuai namanya, Gendeng, orang-orang menganggapnya tidak waras karena terlalu banyak belajar ilmu hitam. Kerap kali Ki Gendeng bicara seorang diri. Namun, Tak jarang pula ia kedatangan pasien yang meminta petunjuk agar bisa melakukan pesugihan ataupun menyantet orang lain.Ki Gendeng mengangguk. Ia mengajak Jajang untuk masuk, sebab ada ritual yang sedari kemarin Jajang minta, tetapi belum bisa dilaksanakan karena syarat belum memenuhi. Keduanya berjalan menuju lorong gue, di mana di bagian paling dalam terdapat sebuah ruangan yang dulu sering dipakai oleh para sesepuh desa.Ruangan tersebut berukuran kecil, di atasnya terdapat bebatuan yang menonjol ke bawah. Menurut Ki Gendeng, orang yang sembarang masuk, akan susah kembali lagi karena gua dijaga oleh para pengikutnya. Dalam arti

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Kala Hati Tersakiti

    Sepulang dari pencarian, Basir memilih untuk tidak pulang ke rumah, melainkan berbelok arah menuju rumah Darsan. Sebelum Bagas datang, ia harus jadi orang pertama yang mengetahui apa yang terjadi pada Darsan. Jika ia simak obrolan Bagas tadi, pria itu menjadi salah satu orang yang dicurigai.Sepanjang jalan, pria itu menoleh kanan kiri, memastikan tidak ada orang yang peduli akan langkah kakinya. Beberapa memang berpapasan, bertanya Basir mau pergi ke mana. Pria itu hanya menjawab, mau ke perkebunan.Awan di langit sudah tak seputih kapas, berumah menjadi jingga kemerahan. Basir semakin mempercepat langkahnya karena waktu Ashar akan segera berkahir. Beberapa meter dari tempatnya kini, sudah terlihat rumah Darsan yang dindingnya masih berupa bilik bambu. Dari luar, tampak begitu sepi.Setelah sampai, Basir mengetuk pintu perlahan seraya mengucapkan salam, "Assalamualaikum."Hening, belum ada jawaban. Yang terdengar hanya geresak-gerusuk langkah kaki dari dalam. Kembali Basir mengucap s

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Pengakuan Nyai Kusuma

    Bu Rahayu yang sudah mendekati Teh Rita dibuat terkejut ketika pintu tiba-tiba menutup dengan begitu kencang. Wanita yang memakai abaya hitam itu masih berdiri di belakang, memberi jarak kalau-kalau terjadi sesuatu. Tak berapa lama, Teh Rita menoleh dengan raut wajah datar, bawah matanya menghitam. Tanpa rasa gentar, Bu Rahayu bertanya, "Ada apa kau ke sini, Kusuma?" Gerakan spontan Teh Rita saat berdiri sedikit membuat Bu Rahayu tersentak. Kusuma seakan sengaja menggunakan tubuh Teh Rita untuk membuat Bu Rahayu lemah. Sampai-sampai, wanita yang masih memakai mukena itu dibawa merayap di dinding. "Hentikan, Kusuma!" bentak Bu Rahayu, ia takut jika Nyai Kusuma sengaja menjatuhkan Teh Rita dari atas langit kamar. "Urusan kita belum selesai, Rahayu!" Suara serak dan berat itu menggema, seperti sebuah ruangan kosong yang menghasilkan pantulan. "Matinya manusia sama dengan menyelesaikan urusan dunia. Jadi, sudah tidak ada lagi yang perlu diselesaikan. Pulanglah dengan tenang Kusuma."

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Ketakutan Darsan

    "Duduk dulu, Kang, tenang. Kita bicarakan baik-baik," ucap Pak Wahyu pada Basir, di mana pria itu terus saja menanyai masalah hilangnya Karim. Suara lembut dari Pak Wahyu sedikit memberi pendinginan pada Basir. Ia pun mengajak dua pria lain yang ikut untuk duduk di sofa. Basir juga meminta Bagas untuk menghubungi Pak Lurah agar ada penindakan pada kasus yang sudah dua kali terjadi ini. Karena Bagas masih dalam keadaan lelah, ia pun sampai kebingungan mencari ponselnya. Akhirnya, Ridwan menghubungi bapaknya agar segera datang ke kediaman Pak Wahyu. Untung saja di jam seperti ini, Pak Lurah sudah bangun untuk menunaikan salat sunah. Dalam posisi duduk, Pak Wahyu meminta semua untuk beristigfar dahulu agar menemukan titik terangnya, sebab ia masih merasa bingung kenapa Basir bisa ngotot menyalahkan hilangnya Karim adalah ulah dari keluarga Pak Wahyu.Basir pun menceritakan semuanya. Dari awal mulai mereka janji bertemu, satu panggilan masuk, hingga cerita Siti yang menyebutkan bahwa s

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   KABUR!

    Cahaya api dari obor tampak meliuk-liuk kala tertiup angin. Penerangan dari batang bambu itu ditancapkan di beberapa sudut. Di sebuah ruangan gua, beberapa meter dari pintu masuk, Nilam dibaringkan pada tikar cokelat yang sudah digelar. Gadis itu hanya memakai samping (kain batik) yang melilit tubuhnya, memperlihatkan kulit yang tidak terlalu putih, tetapi bersih. Ruangan yang dipenuhi memiliki batuan lancip tak beraturan itu dinamakan Tatapan Siraja, di mana para sesepuh zaman dahulu menyucikan hati, diri, di ruangan tersebut. Sedari tadi siang, asisten Bah Padri yang lain sudah mempersiapkan segalanya untuk ritual malam ini. Sebuah gentong berisi mata air tujuh sumur diletakan di samping tubuh Nilam, lengkap beserta sesajen seperti; bunga-bungaan, dupa dalam kendi, ayam cemani, dan beberapa keris. Bah Padri sudah susuk bersila, membacakan mantra seraya menebar kemenyan pada arang yang menyala. Bah Padri memberi jampi pada tempatnya berada, memberi benteng agar tidak ada makhluk l

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Manusia Tanpa Otak

    Semua pertanyaan Ridwan mengingatkan Bagas pada kejadian di mana Hafiz pernah berbuat macam-macam pada Nilam secara mistis. Entah apa tujuannya, yang jelas pria itu selalu berkilah jika ditanya. Berawal dari suatu sore. Semua anak-anak Pak Wahyu berkumpul di rumah untuk makan bersama. Para wanita sibuk bercanda gurau di dapur, memasak serta menyiapkan hidangan penutup—termasuk minuman segar, permintaan dari Pak Wahyu. Keluarga masuk tenang, tentram. Nilam sibuk mengoceh tentang Aris yang melamarnya secara romantis. Memberi cincin, bunga, dan permintaan secara langsung kepada orang tua. Janji akan menikahi dengan pesta di sebuah hotel mewah. Sementara para pria, hanya mengobrol di ruang tamu, menyimak Pak Wahyu yang sibuk menceritakan pertandingan bola tadi malam. Hafiz lebih banyak merespons, sedangkan Bagas hanya sesekali menimpali karena dia tidak terlalu suka dengan acara olahraga. "Kang Hafiz, sini. Pasangin gas!" teriak Indah dari dapur. "Iya! Sebentar, Pak." Pria itu beranj

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Derita Karim

    Selepas tahlilan di rumah Bu Ajeng, para bapak-bapak mulai membubarkan diri. Kematian tak wajar almarhumah Bu Eni membuat suasana desa kian mencekam. Maka, meski jam masih terbilang sore, semua orang memilih pulang lalu menyepi di rumah masing-masing. Karim yang baru masuk rumah langsung mengganti pakaiannya. Pria itu sudah punya janji dengan Basir dan Pak Lurah untuk pergi ke rumah Pak Wahyu—melihat keadaan Nilam. Sebelum pergi, ia sempatkan memandangi kaca lemari, memperhatikan kain kasa yang menutupi bagian belakang kepala. "Mau ke mana udah rapi, Kang?" tanya Siti, istri Karim yang baru saja melahirkan anak kedua, sekitar empat bulan yang lalu. "Ke rumah Pak Wahyu. Ada urusan sama Pak Lurah," jawabnya sambil mengusap kasanya, membetulkan penutup luka yang kurang rapat. Untung saja kepalanya pelontos, jadi tidak terlalu ribet dengan rambut. "Kan kepala Akang teh masih sakit. Inget gak kata Bu Anggita tadi pas di klinik? Jangan dulu kena angin sama air!" cerca Siti. Kini ia sibu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status