Share

Bab 2: Kamu di Mana

Author: Nendia
last update Last Updated: 2025-03-20 07:02:47

“Mas, Ana pergi. Ana sekarang sadar bahwa Mas Adrian tidak pernah dan tidak akan mungkin mencintai Ana. Ana tidak ingin semakin banyak dosa atas hubungan yang tidak Mas inginkan ini. Ana izin membawa pergi buah hati kita. Ana akan mencukupkan cinta kasih untuknya. Semoga Mas menemukan kebahagiaan yang selama ini Mas harapkan.”

Aku terpaku membaca pesan itu. Tangan dan kaki mendadak lemas. Dadaku tiba-tiba nyeri dan berat. Beberapa ketakutan membayang dalam pelupuk mata.

Bagaimana kalau Ana kenapa-napa, bukannya rujak super pedas itu mengenai matanya? Bagaimana dengan kehamilannya? Bagaimana kalau Ibu tahu Ana kabur? Bagaimana kalau ... kalau Ana pergi untuk selamanya?

Tidak. Semoga Ana hanya menggertak saja.

Aku segera menelepon Ana, tapi nomornya sudah tidak aktif. Aku beranjak ke luar rumah dan bertanya pada tetangga. Barang kali Ana bersembunyi di salah satu rumah. Namun jawaban mereka sama, tidak ada yang melihat Ana.

Ana memang tidak punya banyak teman di sekitar sini. Setelah menikah, Ibu memintanya berhenti bekerja. Ana menurut tanpa banyak bicara. Dia hanya mengajar ngaji anak-anak di mushola dekat rumah. Lingkar sosialnya sangat kecil, hanya Ibu dan beberapa teman kajian. Jika mengingat pesan terakhir Ana, aku yakin dia tidak akan pergi ke rumah ibuku.

Matahari sudah naik ketika aku memutuskan untuk mengambil cuti hari ini. Pikiran tentang ke mana Ana pergi terus menghantui, membuat kepalaku terasa berat. Aku duduk di ruang tamu dan meresapi rumah yang terlalu sepi ini.

Aku memang tidak pernah mencintai Ana. Tapi kepergiannya membuatku sadar kalau dia punya posisi tersendiri di rumah ini.

Aku memandangi pintu yang menjadi saksi kepergian Ana. Berharap Ana tiba-tiba muncul dan semuanya kembali normal.

Aku menyusuri jalanan ibukota tanpa tujuan. Asap kendaraan dan hiruk-pikuk kota pagi ini terasa lebih mencekik dari biasanya. Aku berusaha memutar otak, mencari kemungkinan ke mana Ana pergi. Akhirnya, aku memutuskan pergi ke kantor lama Ana untuk mencari temannya. Satu-satunya nama yang kuingat adalah Zihan, teman yang pernah hadir di pernikahan kami.

Di meja resepsionis, aku minta bertemu dengan Zihan.

“Saya ingin bertemu dengan Zihan dari divisi akuntansi,” kataku dengan nada pelan.

Resepsionis menelepon sebentar, lalu mengarahkan aku ke ruang tunggu. Tak lama kemudian, Zihan datang dengan raut wajah bingung.

“Mas Adrian? Ada apa ya?” tanyanya sambil duduk di depanku.

“Zihan, maaf mengganggu waktumu. Apa Ana sempat menemuimu atau menghubungi?” tanyaku hati-hati.

“Tidak, Mas. Memangnya kenapa? Ada masalah?” Wanita berkerudung lebar itu malah kembali bertanya.

“Oh, tidak, ya,” jawabku cepat, mencoba terlihat tenang.

Zihan menatapku dengan tatapan curiga. “Sudah tiga hari Ana tidak menghubungi. Biasanya kalau mau ada kajian saja kami saling chat.”

Aku menelan ludah, bingung harus berkata apa.

“Sebenernya ... kami sedang ada masalah. Ana sedang marah ... lalu dia kabur dari rumah.”

Sebelum sempat melanjutkan, ponselku berdering. Nama Ketrin muncul di layar. Aku menekan tombol jawab dengan enggan.

“Kamu di mana? Kok gak masuk kantor?”

“Maaf, Ketrin. Aku sedang ada urusan.”

“Urusan apa lagi sih? Sama si Kampungan? Dia sakit? Kontrol? Aduh, Mas, istrimu itu manja banget. Kerjaan kamu di sini banyak loh!”

Aku melirik Zihan yang sedang memperhatikanku. Dia menyilangkan tangan di dada sambil tersenyum miring. Senyum itu penuh sindiran. Aku merasa diriku makin kecil.

“Maaf, Ketrin. Aku tidak bisa bicara sekarang,” jawabku sambil memutus panggilan.

Zihan menghela napas panjang, tampak kesal.

“Mas Adrian, kalau mau tanya tentang Ana, saya tidak tahu. Harusnya Mas lebih tahu. Kan Mas suaminya,” katanya dengan nada dingin.

“Tapi... aku benar-benar tidak tahu ke mana dia pergi."

“Itu karena Mas Adrian tidak pernah memperlakukan Ana dengan baik. Harusnya bagus dong kalau Ana pergi. Kalian bisa saling membebaskan.”

“Tidak seperti itu, Zihan.” Melihat Zihan yang tampaknya tahu banyak tentang rumah tanggaku, aku yakin dia tahu di mana keberadaan Ana. “Kamu pasti tahu Ana di mana kan?”

“Kalau saya tahu, saya tidak akan sudi menemui Mas Adrian di sini.” Zihan berdiri, mengakhiri percakapan tanpa basa-basi. “Saya permisi, Mas.”

“Zi. Zihan! Tolong bilang ke Ana jangan pergi dengan cara seperti ini.”

Zihan terus berjalan menjauh.

“Zihan. Ibuku akan mencarinya.”

Aku hanya bisa memandangi punggung Zihan yang terus menjauh. "Zihan. Ana bawa anak kami."

*

Setelah gagal mendapatkan petunjuk dari Zihan, aku memutuskan menghubungi ibu mertuaku.

“Assalamualaikum, Bu,” sapaku ragu-ragu.

“Oh, Adrian. Kok kamu yang telepon? Ana mana?” tanyanya heran. Selama menikah, aku memang tidak pernah menelepon ibu mertua.

Aku terdiam beberapa saat, bingung harus berkata apa. Kalau ibu mertua malah menanyakan keberadaan Ana, itu berarti Ana tidak ada di sana. Dia benar-benar pergi tanpa meninggalkan jejak.

“Adrian? Ana kenapa? Kehamilannya baik-baik saja, kan? Kenapa kamu diam saja?” suara ibu mertua terdengar khawatir.

Aku mencoba menguasai diri. “Iya, Bu. Ana sehat kok. Semuanya baik-baik saja. Ya....” Aku meyakinkan.

“Alhamdulillah. Dari kemarin perasaan Ibu enggak enak. Untunglah kalau kalian sehat. Jadi ada apa, Adrian?”

Aku menggigit bibir, berpikir cepat. “Ini, Bu. Saya dapat bonus kerja, jadi mau berbagi buat Ibu. Bisa minta nomor rekeningnya, Bu?” Pertama kalinya dalam hidup aku harus memberi uang pada mertua. Ini karena kepepet saja, tak ada ide lain.

“Masya Allah, kamu baik sekali. Nanti Ibu kirimkan nomornya, ya. Terima kasih sebelumnya,” jawab Ibu mertua dengan nada amat bahagia.

Aku menghela napas lega setelah menutup telepon. Aku tahu itu bukan cara yang benar, tapi setidaknya aku berhasil menutupi masalah untuk sementara waktu.

*

Sore hari, pencarianku masih belum membuahkan hasil. Aku bahkan tidak tahu lagi harus ke mana. Ketika aku sedang duduk di dalam mobil, ponselku berbunyi. Kali ini dari ibuku.

“Adrian, kamu masih kerja? Kenapa rumah sepi? Ana tidak di rumah?”

Aku menepuk kening. “Waduh, bagaimana ini? Kalau Ibu tahu Ana kabur, bisa gawat,” pikirku panik.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 3: Istri yang Sempurna

    Aku kembali ke rumah. Ibu sudah berdiri di depan gerbang. Aku segera turun dari mobil, menyapa dan mencium tangan ibu."Ibu gak bilang dulu mau berkunjung.""Gak bilang gimana, Adrian? Ibu telepon Ana berkali-kali, nomornya tidak aktif."Setiap kali mendengar nama Ana hatiku rasanya gak enak. Bagaimana aku mengatasi masalah kepergiannya.Aku segera membuka gerbang. Berjalan ke depan rumah dan membuka pintu."Ana ke mana, Adrian? Tadi ibu lihat murid-murid ngajinya mencari."Aku mempersilahkan Ibu masuk lebih dulu.Ibu dan Ana terlibat dalam satu kajian yang sama. Mereka berkenalan di sana. Dari situlah Ibu menyukai Ana dan menjodohkannya denganku. Ibuku sangat menyayangi Ana. Ibu juga punya hipertensi dan kolesterol. Bisa bahaya kalau tahu menantunya kabur."Ana lagi nungguin temannya di rumah sakit, Bu." Aku mengarang saja."Ana lagi hamil, kok kamu izinin sih. Di rumah sakit banyak penyakit.""Ya ... Ana mau nolong orang, masa aku larang sih, Bu."Ibu duduk di kursi dan menyimpan ta

    Last Updated : 2025-03-20
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 4: Semakin Runyam

    Suara langkah kaki di atas ubin dingin mengalihkan pandanganku dan Zihan. Kami sama-sama terbelalak melihat siapa yang datang."Ibu." Zihan buru-buru berjalan menghampiri ibu mertuaku.Bapak, Ibu, dan adiknya Ana berkunjung. Aku tertegun. Apa yang harus kujelaskan pada mereka.Zihan mencium tangan wanita berkerudung lusuh itu dengan takzim. "Ibu baru datang?""Ana di mana, Mbak Zihan?""Zihan belum dapat kabar, Bu. Tapi Zihan pasti cari tahu terus.""Bagaimana keadaan Bu Santi?""Kurang baik, Bu.""Ya Allah."Mereka terus berjalan ke sini. Detik demi detik terasa membeku. Aku diimpit rasa bersalah. Petuah Mas Radit kemarin terekam dalam ingatan. "Yang kamu perlakukan dengan tidak manusiawi itu anak orang, Adrian. Di keluarganya dia disayangi, kamu malah memperlakukan dengan tak layak. Apa yang akan orang tuanya katakan?"Aku menunduk begitu jarak dengan keluarga Ana hanya tinggal beberapa langkah. Aku menyalami bapak mertua. Pria tua itu tidak menolak uluran tanganku tapi juga tidak b

    Last Updated : 2025-03-20
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 5: Ibu Pulang

    "Apa? Dipecat?" Ketrin terbelalak. Wanita berlensa biru ini tampak murka. "Tuh kan, ini gara-gara cewek kampung pembawa sial itu."Perkataan Ketrin membuatku semakin stres. Aku mondar-mandir dekat dinding kaca yang tinggi. Dari mana aku bisa makan kalau tidak punya upah. Cicilan pun banyak, Oh Tuhan."Mas, sebaiknya kamu sekarang temui Pak Rafasya. Minta pengertian." Ketrin menyebutkan nama CEO perusahaan.Aku menggeleng kecil. Tidak yakin dengan cara itu. "Sulit, Ketrin.""Coba saja dulu. Kalau ditolak pun gak ada resikonya kan. Tapi kalau berhasil?Ayolah, Mas. Jangan patah semangat. Kita punya mimpi yang besar. Sekarang cari kerja susah."Aku mengusap kening. Betul juga kata Ketrin. Kalau usaha ini gagal juga toh aku tetap dikeluarkan. Mana tahu berhasil."Oke, akan kucoba.""Nah gitu dong. Bilang kalau Ibu lagi sakit. Pak Rafasya biasanya lebih manusiawi."Seperti saran dari Ketrin, aku menemui CEO perusahaan di ruangannya. Sayangnya aku ditolak oleh sekretarisnya. Tidak bisa semb

    Last Updated : 2025-03-20
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 6: Puncak Harga Diri Laki-laki

    Aku duduk di sofa sambil melipat tangan. Kaki terjulur ke atas meja. Di depan sana televisi menyiarkan pertandingan bola. Akalku bukan terletak pada si bundar yang melambung-lambung, tetapi pada rumah ini yang kehilangan warnanya.Setahun berlalu, ternyata Ana sudah menguasai rumah ini, sehingga pada saat dia pergi rumah ini terasa aneh. Jika aku pulang kerja, Ana biasanya langsung mencium tangan. Dia akan mengambil sepatu yang baru kulepas asal dan menyimpannya di tempat khusus. Setelahnya aku akan duduk di kursi ini, lalu Ana akan melepas kaus kakiku sambil duduk di lantai.Dia akan bertanya. “Mas Adrian mau makan dulu atau mandi dulu. Ana sudah masak dan Ana sudah siapkan air hangat kalau Mas mandi.”“Dari jam berapa kamu masak air?” Air panas di rumahku mati jadi harus merebus dulu kalau mau mandi dengan air panas. Aku tidak pernah bilang jam berapa akan pulang. Kadang kemalaman karena jalan dengan Ketrin dulu. Kalau tiap aku pulang air hangat sudah tersedia pastinya dia merebus s

    Last Updated : 2025-03-20
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 7: Kejutan dari Ana

    Bab 7: Kejutan dari AnaPertengkaran dengan Mas Radit membawa emosi sampai rumah. Aku mencengkeram rambut dan terus mondar-mandir di ruang tamu.Punya kakak kok sialan sekali. Istri dan anakku dia jadikan lelucon. Meski aku mencintai Ketrin, aku tak ikhlas kalau Ana menikah dengannya. Mana mungkin kubiarkan anakku memanggil ayah pada orang lain.Aku menepuk-nepuk jidat. Ke mana lagi harus kucari Ana.“Ustazah ... Ustazah ....” suara panggilan anak-anak terdengar ramai di depan rumah.Aku segera menghampiri mereka. “Cari siapa kalian?”“Ustazahnya belum pulang, Om?”“Belum. Tidak ada Ustazah di sini.”“Yaaah ....” Mereka mengeluh, lalu pergi meninggalkan halaman rumah.“Ana...!” Aku menggaruk kepala agak kasar. “Semua orang mencarimu.”*Bulan berganti. Ana tak juga kembali. Ibu tetap sakit. Hubunganku dengan Mas Radit juga kurang baik. Aku tak memiliki keberanian untuk datang ke kampung Ana karena mereka pasti menolak kehadiranku.Sedikit sekali yang kutahu tentang Ana. Selain tempat

    Last Updated : 2025-04-17
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 8: Menyerah

    Bab 8: Menyerah (POV Anaya)Malam tragedi itu. Mataku sangat perih dan rasanya seperti terbakar. Aku buru-buru ke kamar mandi dan membilas muka. Seluruh wajahku terasa panas. Perihnya bahkan tidak bisa hilang dengan dibilas air. Apa lagi di bagian mata. Sangat sakit.Aku mengganti pakaian, lalu duduk di sofa sambil memeluk lutut. Tangan tidak henti-hentinya mengusap mata. Sebetulnya ada yang lebih sakit dari mataku ini, yaitu seonggok daging yang bernama hati. Nyeri sekali rasanya. Aku jarang sekali meminta, aku memohon hanya karena sudah tak kuasa menahan. Ini juga karena mengandung anaknya. Jika Mas Adrian tak punya kasih sayang seharusnya punya empati.Aku menunggunya dengan penuh harap dan air liur yang seperti meleleh. Aku begitu bahagia saat motornya kembali terdengar, terbayang saja bagaimana enaknya makan rujak setelah seharian tak ada makanan yang masuk. Namun seperti ini lah sikapnya.Air mataku mulai berderai. Merasakan hati yang seperti diiris-iris. Sakitnya bukan hanya di

    Last Updated : 2025-04-17
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 9: Rumah Baru

    Bab 9. Rumah BaruIstana. Ini terlalu mewah jika dibilang yayasan. Ini rumah konglomerat. Sangat megah, besar, dan luas.“Ana, karena yayasan sudah tutup, jadi malam ini kamu tidur di rumahku. Besok saya berjanji akan mengantarkanmu ke yayasan.”Aku sungkan. Memangnya boleh orang asing masuk ke rumah semegah ini. Mbak Diana menjelaskan kalau ini biasa baginya, dia tak khawatir memasukkan orang yang butuh bantuan karena niatnya tulus.Aku langsung dijamu begitu memasuki rumah megah itu. Banyak sekali makanan yang mereka sediakan, aku tidak bisa makan banyak karena selalu mual. Beberapa kali menahan muntah saat makan sepotong apel.Mbak Diana melihatku dengan aneh.“Maaf, Mbak, Bukan tak sopan. Saya sebenarnya sedang hamil muda.”“Hamil muda?” Mbak Diana mengernyit. “Terus suamimu melakukan KDRT saat kamu hamil begini?”“Saya tadi mengganggu tidurnya karena pingin rujak. Tapi suami saya marah dan malah menumpahkan semua rujaknya ke muka saya.”“Astagfirullah. Kok ada ya lelaki sejahat i

    Last Updated : 2025-04-19
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 10: Upah Ngaji

    Bab 10: Upah NgajiAku melihat Mas Adrian ada di parkiran bersama dengan kekasihnya. Ketrin memakai selendang dan kaca mata hitam, Mas Adrian membetulkan letak selendang Ketrin dengan sangat perhatian.Aku mengusap perut. Menghela napas dengan berat. Kuurungkan niat bertemu Bu Santi. Untuk apa aku peduli pada ibunya Mas Adrian sementara Mas Adrian saja berusaha menggantikan namaku di hati ibunya.Aku mengawasi mereka dari kejauhan sampai mereka pulang. Aku harus bisa menerima dengan ikhlas kesakitan ini. Rasanya dicampakkan memang tidak enak, tapi inilah yang terbaik. Kita bisa saling melepaskan.“Ya Allah, jika istri yang dicampakkan suaminya termasuk orang yang terdolimi, maka tolong kabulkan doaku. Engkau tak perlu menghukum Mas Adrian, cukup limpahkan rezeki anakku hingga tumpah ruah, sehatkan badannya, sempurnakan fisiknya, jadikan di sebagai qurotaayun-ku yang akan mengganti setiap air mata ini.”Aku pulang dan kembali mengabari ibu. “Ana tak bisa menengok Bu Santi karena Ketrin

    Last Updated : 2025-04-19

Latest chapter

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 17b: Ancaman

    “Kenapa kamu harus beli lagi peralatan bayi? Padahal kita punya banyak.”“Ini pemberian kakaknya suamiku, Mbak.”“Lucu-lucu sekali. Dia lebih baik dari pada suamimu.”Ana mengusap pakaian kecil itu. “Iya ya, Mbak, lucu.” Ana sudah tak sabar memakaikan baju itu pada bayi kecilnya. Terbayang mengusap pipi lembut dan tangannya yang mungil.“Mbak pasti kesulitan tanpa adanya kamu.”“Masih banyak yang lain, Mbak.”“Urusan administrasi Mbak cuma percaya sama kamu. Kamu teliti dan rapi.”“Pasti yang lain ada yang lebih baik dari Ana. Hanya belum ketemu saja.”“Kamu gak akan balik lagi setelah lahiran?”“Belum tahu, Mbak. Mungkin Ana akan tinggal di kampung sampai anak Ana besar.”“Gugatan kamu?”Ana terdiam. Gugatan itu masih ditahan Radit karena Adrian berjanji akan berubah. “Ana belum tahu kelanjutannya.”Minggu terakhir Ana di Jakarta. Dia pergi ke rumah Diana, mengajar Kaidan dan Nadhifa sebagaimana biasanya. Ana pamitan pada seluruh anggota keluarga sebelum pulang. Ini hari terakhir dia

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 17a: Ancaman

    Bab 17: AncamanKetrin melihat kepergian Adrian dengan sangat kesal. Dia mengentakkan kaki. Ketrin yakin kalau Adrian akan kembali menemui Ana. Adrian bahkan tidak mengantarkan Ketrin sampai masuk rumah. Padahal luka Ketrin masih basah. Ketrin sangat kesal.Ketrin menelepon Adrian berkali-kali, tapi Adrian tidak mengangkat teleponnya. Ratusan chat Ketrin kirimkan, tapi diabaikan juga. Dari pesan bernada manja sampai yang mengancam, tak ada satu pun yang ditanggapi Adrian.Esoknya, Ketrin menunggu Adrian di lobi. Dia langsung mengejar begitu Adrian tiba.“Kamu ke mana sih? Dari semalam aku hubungi gak dibales. Aku sampe gak tidur.”“Kita harus putus, Ketrin.” Andrian bicara tanpa berhenti jalan.Ketrin terperangah. “Apa?”“Ana menggugat cerai. Aku tidak bisa berpisah dengan Ana. Jadi kita putus.”“Enggak, Adrian, kamu gak bisa kayak gini.”Adrian berhenti sejenak. “Aku sekarang sadar, hanya istri dan anak yang sekarang harus aku prioritaskan. Aku gak bisa hidup tanpa mereka. Tolong kam

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 16.b: Gugatan

    “Mau apa kalian ke sini?” Adrian menatap Ana. Dadanya mendadak panas dan bergejolak.“Kami mau memeriksa kehamilan Ana. Bagaimana denganmu?” seru Radit dengan ekspresi songong. Dia menunjuk Adrian dengan muka.“Memeriksa kehamilan dengan orang lain?” Adrian masih menyudutkan Ana.“Bagaimana lagi. Suaminya lupa tanggung jawab.”Adrian melengos. “Jangan menjadi setan dalam rumah tangga kami, Mas!”“Setan?” Radit tersenyum mencibir. Matanya memandang lekat pada tangan Ketrin yang memeluk lengan Adrian dengan erat. “Itu apa?”Adrian buru-buru melepaskan tangan Ketrin.“Tidak perlu begitu. Santai saja. Kami sudah lihat kok. Yang gue tanya, tangan dia kenapa?”“Bukan urusan kamu!” Ketrin menyalak.Radit menggeleng pelan. “Harga dirimu tak setinggi nada bicaramu.” Radit menengok pada Ana. “Ayo, Ana!”Wanita yang sejak tadi diam itu mengekor pada Radit. Dia berusaha abai pada Adrian dan Ketrin.“Begini perilaku wanita yang dibangga-banggakan Ibu? Katanya soleha, tapi berani jalan sama laki-la

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 16a: Gugatan

    Bab 16: GugatanPilihan Ana tidak bisa ditawar lagi. Dia tetap ingin mengajukan gugatan cerai. Radit sempat memohon setidaknya tunggu sampai anak mereka lahir. Siapa tahu Adrian akan berubah setelah melihat anak mereka. Tapi Ana kukuh pada pendiriannya.Radit memberi Ana pengacara. Radit menemani Ana di setiap prosesnya. Ana mengurai semua masalah dalam rumah tangga, pengacara memberi catatan-catatan penting, Radit ikut menyimak.Di pertemuan ke dua, surat yang akan diajukan ke pengadilan itu sudah jadi. Pengacara menyerahkannya pada Ana untuk dibaca ulang.“Apa harus sekarang Ana? Apa tidak tunggu saja?”“Aku mau sekarang, Mas.”“Baiklah, biar Mas serahkan ini pada Adrian. Semoga saja Adrian berpikir ulang.”Ana diam saja. Kesehatannya seperti tidak baik. Radit melihat Ana terlalu lesu dan tak bersemangat.“Kamu sudah punya perlengkapan bayi, An?”“Banyak milik yayasan.”“Begitu ya.” Radit melihat-lihat sekeliling, lalu bertanya kembali. “Kamu punya waktu tidak, Ana. Mas butuh bantua

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 15b. Restu Ibu

    “Maksudmu?”“Aku akan membawa Ana pulang. Aku akan memperbaiki hubunganku dengan Ana.”Ketrin terperangah. Dia tak percaya dengan apa yang dikatakan Adrian.“Apa itu demi Ibu. Biar Ana bisa ngurus Ibu?”“Bukan. Ini demi anak kami. Aku tidak mau kehilangan anak yang dikandung Ana.”“Kamu tidak mendengarkanku ya? Bisa jadi dia bukan anak kamu.”“Waktu yang akan menjawabnya. Lihat saja nanti anak Ana mirip siapa. Pak Rafasya punya darah blasteran, keturunannya tidak seperti warga asli. Dan yang jelas aku tidak mau menyesal.”Ketrin merasa napasnya jadi berat. “Jadi kamu mau meninggalkan aku?”“Aku akan menikahimu nanti setelah hubunganku dengan Ana membaik.”“Aku mau dijadikan istri kedua?" Ketrin melotot tidak terima. “Keterlaluan kamu, Mas!” Ketrin menggebrak meja hingga membuat semua mata melihat ke sana.“Sabar dulu, Ketrin. Dengar aku.” Adrian berbisik. Malu dilihat orang.“Aku tidak mau mendengar lagi. Kamu cuma punya satu pilihan, yaitu menikahiku. Aku sudah menunggu lama. Kalau k

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 15a: Restu Ibu

    Bab 15: Restu IbuAna meninggalkan Adrian. Dia meminta sekuriti mengusir Adrian dari yayasan. Adrian buru-buru menghadang dan berlutut di hadapan Ana."Aku berani bersumpah akan mencintaimu dan anak kita, Ana. Mas akan adil.""Tidak perlu, Mas. Mas fokus saja pada Ketrin, tidak perlu memikirkanku. Jadikan dia wanita satu-satunya untuk Mas Adrian.""Ana, kamu mengandung anak kita.""Anak ini akan tetap menjadi anak Mas Adrian meski kita tak bersama lagi. Terima kasih tawarannya tapi aku tidak berminat." Ana menjauh. Adrian dihadang sekuriti."Ana, apa kamu mengharamkan poligami? Kamu tukang ngaji harusnya tidak menolak poligami."Ana menahan langkah dan menengok sesaat. "Aku tidak menolak poligami. Aku menolak meneruskan rumah tangga denganmu." Ana masuk rumah."Ana! Ana!"Pluk! Tongkat sekuriti memukul bokong Adrian."Aw!" Adrian menutup bokongnya dengan telapak tangan."Jangan buat keributan di sini. Pergi sana!"Pluk! Sekuriti melayangkan pukulan berikutnya.“Aw!”“Pergi cepat!”Adr

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 14b

    Adrian teringat Ana yang memakai pakaian dinas. Adrian melotot kaget sekaligus suka, tapi saat itu dia malah mengingat Ketrin. Adrian merasa mengkhianati Ketrin. Hingga yang keluar dari bibir Adrian bukanlah pujian, melainkan makian“Kamu memakai baju apa? Jelek sekali. Tidak perlu bersikap seperti pelacur di hadapanku karena aku tidak akan tertarik.”Lain pula ketika Ana memakai rok mini dan atasan seksi. “Apa begitu cara berpakaian wanita yang ke mana-mana pakai kerudung panjang? Sangat tak pantas sekali.” Adrian mencaci Ana karena takut jatuh cinta. Kalau Adrian sampai jatuh hati pada Ana, Ketrin akan sakit hati. Begitu pikirnya.Adrian selalu menghindar saat berpapasan. Dia tidak pernah benar-benar memandang Ana secara utuh. Pria itu lebih nyaman menghabiskan waktu di kamar dan chatan dengan Ketrin tanpa harus melihat Ana. Semua itu dia lakukan agar tidak jatuh cinta.Sesungguhnya, selama setahun ini Adrian juga merasa tersiksa. Dia pernah berjanji tidak akan menyakiti Ketrin. Adr

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 14. Poligami

    Bab 14: Poligami (PoV Author)Adrian meninggalkan Radit dengan bibir yang sobek dan lebam di beberapa bagian. Dia berjalan menjauh dari gudang produksi dengan penuh emosi. Sementara Radit dibantu oleh para karyawannya untuk duduk.Para karyawan sudah siap membantu saat bos mereka dipukuli, tapi Radit memberi kode penolakan agar para karyawan tak ikut campur. Radit menerima semua pukulan tanpa perlawanan. Radit hanya ingin adiknya segera sadar.Radit pernah menikah dengan seorang wanita karier. Sandrina bahkan lebih baik perangainya dibanding Ketrin. Cara berpakaian Sandrina juga tidak semewah Ketrin. Awal menikah baik-baik saja, apa lagi pernikahan itu memang didasari karena cinta.Sandrina selalu mengeluh kalau ada di rumah. Setiap kali beres-beres dia akan mengomel karena merasa tenaganya diforsir. Sandrina merasa posisinya setara dengan suami, sama-sama mencari nafkah, tapi Sandrina punya tanggung jawab lebih yaitu mengurus rumah. Apa lagi setelah hamil dan melahirkan, Sandrina sem

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 13.b

    Minggu berikutnya. Aku kembali menunggu Ana di depan masjid. Aku tak yakin dia akan kembali. Tapi usaha saja.Ana ternyata datang. Aku segera menghampirinya. Menangkap tangan wanita yang buru-buru mau kabur ini."Tunggu, Ana!""Ada apa lagi sih, Mas. Mau pamer kebahagiaan lagi?"“Ayo kita pulang!”“Pulang? Sejak kapan aku punya tempat di rumah itu?”“Mas minta maaf, Ana. Mas hanya emosi malam itu.” Aku tidak mengerti perasaanku, tapi rumah itu harus diisi kembali oleh Ana. Rumahku terlalu sepi tanpa Ana.“Tapi perbuatan Mas Adrian membuat aku mengerti kalau Mas Adrian tidak akan pernah mencintaiku dan bayi yang aku kandung.” Ana selalu bilang ‘Ana’ pada dirinya sendiri. Sekarang dia menyebut ‘aku’ seolah menunjukkan kalau aku bukan orang terdekatnya lagi.“Itu tidak benar, Ana.”“Itu artinya Mas mencintaiku?”Aku terdiam. Bimbang.“Aku tahu jawabannya. Mas Adrian hanya minta aku kembali untuk Ibu kan? Agar aku bisa menemani Ibunya Mas Adrian. Maaf, Mas. Aku tidak bisa.” Ana kembali be

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status