Home / Rumah Tangga / Rujak Pedas di Muka Istriku / Bab 3: Istri yang Sempurna

Share

Bab 3: Istri yang Sempurna

Author: Nendia
last update Huling Na-update: 2025-03-20 07:03:40

Aku kembali ke rumah. Ibu sudah berdiri di depan gerbang. Aku segera turun dari mobil, menyapa dan mencium tangan ibu.

"Ibu gak bilang dulu mau berkunjung."

"Gak bilang gimana, Adrian? Ibu telepon Ana berkali-kali, nomornya tidak aktif."

Setiap kali mendengar nama Ana hatiku rasanya gak enak. Bagaimana aku mengatasi masalah kepergiannya.

Aku segera membuka gerbang. Berjalan ke depan rumah dan membuka pintu.

"Ana ke mana, Adrian? Tadi ibu lihat murid-murid ngajinya mencari."

Aku mempersilahkan Ibu masuk lebih dulu.

Ibu dan Ana terlibat dalam satu kajian yang sama. Mereka berkenalan di sana. Dari situlah Ibu menyukai Ana dan menjodohkannya denganku. Ibuku sangat menyayangi Ana. Ibu juga punya hipertensi dan kolesterol. Bisa bahaya kalau tahu menantunya kabur.

"Ana lagi nungguin temannya di rumah sakit, Bu." Aku mengarang saja.

"Ana lagi hamil, kok kamu izinin sih. Di rumah sakit banyak penyakit."

"Ya ... Ana mau nolong orang, masa aku larang sih, Bu."

Ibu duduk di kursi dan menyimpan tas jinjingnya. Beliau mengeluarkan sebotol madu dari dalam tas dan menyimpannya di atas meja. "Ini madu buat Ana. Tumben sekali Ana tidak mengaktifkan HP, memangnya di rumah sakit tidak ada casan. Kamu tidak bohong kan, Adrian?"

"Ibu tuh selalu lebih sayang sama mantu dari pada sama aku. Sama anak sendiri gak percaya."

"Ana itu istrimu. Seharusnya kamu senang kalau ibu sayang sama dia. Ibu tidak percaya sama kamu, karna kamu suka bohong."

Ibu kembali berdiri. "Ibu kebelet mau ke toilet dulu." Wanita berkerudung lebar itu menuju dapur.

Aku membereskan rumah yang agak berantakan.

"Adrian!" Ibu memanggil cukup keras. "Ini apa?"

"Apa, Bu." Aku menghampiri Ibu di kamar mandi.

Ibu sedang mengangkat pakaian yang digunakan Ana kemarin malam. Pakaian itu teronggok di ember cucian dalam keadaan penuh dengan sambal rujak.

"Oh, itu Bu ... Ana semalam menumpahkan rujak. Jadi bajunya kotor."

Ibu mengernyit tajam. Tampaknya tak percaya.

"Jam berapa Ana pergi?"

"Pagi! Tadi pagi."

"Awas ya, Adrian, kalau kamu bohong."

Ibu kembali duduk di sofa. Beliau mengeluarkan ponsel. Aku mengeluarkan beberapa stoples camilan dari lemari dapur.

"Assalamualaikum, Zihan."

Jantungku seperti jatuh ketika mendengar nama itu. Rupanya ibuku menelepon Zihan. Semoga saja Zihan tidak bilang kalau Ana kabur.

Ibu berbicara pelan sampai tidak terdengar. Saat aku kembali ke ruang tamu, wajah ibuku sudah berbeda.

"Tadi kamu menemui Zihan, Adrian?"

Aku termangu.

"Kamu juga tidak tahu ke mana Ana pergi?"

Jantungku berdebar semakin cepat. "An ... Ana hanya sedang marah, Bu."

"Marah karena apa, Adrian? Marah karena apa sampai Ana kabur begini?" Ibu berdiri. "Jelaskan sama Ibu, kenapa ada banyak cabe di baju Ana?!"

Aku terdiam. Tidak bisa bicara apa-apa.

"Kamu apain Ana, Adrian?!" Ibu mengernyit. "Jelaskan sama Ibu apa yang kamu lakukan sama Ana!"

"Maaf, Bu. Ini hanya salah paham."

"Apa, Adrian? Katakan!"

"Aku tidak sengaja menumpahkan rujak, Bu."

Ibu menepuk-nepuk dadanya. "Kamu harus cari Ana, Adrian. Kamu harus cari dia ....

"Ana lagi hamil, Adrian! Hamil anakmu!"

Ibu tampak kesulitan bernapas. Beliau limbung dan terjatuh di sofa.

"Bu... Ibu kenapa?"

Dengan panik segera kugendong Ibu masuk ke dalam mobil. Secepatnya kupacu kendaraan bahkan tanpa menutup pintu dan gerbang. Sepanjang jalan aku berdoa semoga ibuku baik-baik saja.

Sesampainya di rumah sakit, dokter dan perawat memberi penanganan dengan sigap. Alat-alat medis dipasang dan diberi tindakan.

Dalam keadaan kalut aku mengabari semua keluarga. Dua kakakku datang beberapa menit kemudian.

"Kamu bikin ulah apa lagi, Adrian?" Mbak Yuri langsung mendorong dadaku begitu tiba.

"Bukan aku, Mbak."

"Omong kosong! Dari dulu kamu selalu bikin ulah." Air mata Mbak Yuri berderai. Dia tidak bisa melihat Ibu karena Ibu sedang diberi tindakan.

Suaminya menenangkan Mbak Yuri. Kakak tertuaku itu dibawa ke sebuah kursi besi dan duduk di sana. "Aku memang udah gak enak hati hari ini. Tapi Ibu maksa ke rumah Dia!" Mbak Yuri menunjukku.

"Ibu itu sudah tua, Adrian! Kalau Ibu kenapa-napa gimana?"

Aku hanya bisa menunduk.

"Aku benci banget sama dia. Dari dulu dia selalu bikin ulah ... Kamu itu anak yang paling disayang sama Ibu tahu enggak?! Tapi kamu terus saja menyusahkan Ibu!"

Kakak keduaku menepuk punggung layaknya seorang laki-laki yang memberi penguatan.

"Masalah apa yang buat ibu kayak gini?" Mas Radit bertanya.

"Ana, Mas. Ana pergi."

"Gara-gara masalah apa?"

Aku menggeleng. Tak bisa memberi jawaban.

"Sudah dihubungi?"

Aku menggeleng lagi. Tidak mau menjawab.

Mas Radit mengangguk. Dia kembali menepuk punggungku.

Beberapa saat kemudian, dokter mengabari kalau Ibu terkena stroke. Sebelah tubuhnya tidak bisa digerakkan secara optimal. Aku sangat miris saat melihat ibu berbaring di ruang rawat dengan raut wajah berbeda. Bibir, pipi, dan matanya miring.

Mbak Yuri histeris menangisi kondisi Ibu.

Di atas kursi besi yang dingin, aku duduk lemas. Orang-orang terus berdatangan menengok Ibu. Sesekali coba kutelepon Ana.

"Ana, please. Ibu membutuhkanmu." Sejak kondisinya buruk, ibu terus saja memanggil Ana.

Mas Radit duduk di dekatku. Dia tidak bicara apa pun. Kami hanya diam menenangkan kekalutan masing-masing.

"Kamu masih punya hutang penjelasan sama aku, Adrian." Mas Radit tiba-tiba bicara.

Aku menjelaskan semua yang terjadi kemarin malam. Aku berharap Mas Radit memaklumi kalau pada saat itu aku hanya sedang emosi. Maksudku, permintaan Ana tidak di waktu yang tepat.

"Setahuku, Ana tidak pernah banyak permintaan sama kamu. Dia minta pasti karena mendesak. Perempuan ngidam memang begitu. Masa kamu tidak bisa maklum. Minimalnya jangan lempar anak orang pake rujak. Yang dikandung Ana itu anakmu."

"Aku khilaf, Mas."

"Adrian, Adrian ... Aku gak ngerti kamu maunya apa. Apa sih kurangnya Ana?"

"Maksudku ... Soleha, iya. Cantik, iya. Sayang sama keluarga juga. Mau apa lagi sih? Ibu tuh jodohin kamu sama Ana karena ngelihat hidupku yang berantakan. Punya istri wanita karier, suka sosialita, dan tak tahu ilmu agama itu menyiksa, Adrian. Kamu pikir kamu akan bahagia kalau menikah dengan Ketrin. Pegang ucapanku, kamu tidak akan bahagia."

*

Esok harinya. Rombongan pengajian Ibu datang menengok. Termasuk Zihan. Zihan tidak tahu kalau keterangannya kemarin membuat ibu seperti ini. Zihan hanya mengatakan kalau aku juga mencari Ana.

"Beri tahu Ana kalau ibu sedang sakit, dia pasti datang ke sini," pintaku pada Zihan.

"Aku tidak tahu Ana di mana. Aku juga udah coba menghubungi dia tapi gak aktif."

Suara langkah kaki di atas ubin dingin mengalihkan pandanganku dan Zihan. Kami sama-sama terbelalak melihat siapa yang datang.

Bersambung....

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 4: Semakin Runyam

    Suara langkah kaki di atas ubin dingin mengalihkan pandanganku dan Zihan. Kami sama-sama terbelalak melihat siapa yang datang."Ibu." Zihan buru-buru berjalan menghampiri ibu mertuaku.Bapak, Ibu, dan adiknya Ana berkunjung. Aku tertegun. Apa yang harus kujelaskan pada mereka.Zihan mencium tangan wanita berkerudung lusuh itu dengan takzim. "Ibu baru datang?""Ana di mana, Mbak Zihan?""Zihan belum dapat kabar, Bu. Tapi Zihan pasti cari tahu terus.""Bagaimana keadaan Bu Santi?""Kurang baik, Bu.""Ya Allah."Mereka terus berjalan ke sini. Detik demi detik terasa membeku. Aku diimpit rasa bersalah. Petuah Mas Radit kemarin terekam dalam ingatan. "Yang kamu perlakukan dengan tidak manusiawi itu anak orang, Adrian. Di keluarganya dia disayangi, kamu malah memperlakukan dengan tak layak. Apa yang akan orang tuanya katakan?"Aku menunduk begitu jarak dengan keluarga Ana hanya tinggal beberapa langkah. Aku menyalami bapak mertua. Pria tua itu tidak menolak uluran tanganku tapi juga tidak b

    Huling Na-update : 2025-03-20
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 5: Ibu Pulang

    "Apa? Dipecat?" Ketrin terbelalak. Wanita berlensa biru ini tampak murka. "Tuh kan, ini gara-gara cewek kampung pembawa sial itu."Perkataan Ketrin membuatku semakin stres. Aku mondar-mandir dekat dinding kaca yang tinggi. Dari mana aku bisa makan kalau tidak punya upah. Cicilan pun banyak, Oh Tuhan."Mas, sebaiknya kamu sekarang temui Pak Rafasya. Minta pengertian." Ketrin menyebutkan nama CEO perusahaan.Aku menggeleng kecil. Tidak yakin dengan cara itu. "Sulit, Ketrin.""Coba saja dulu. Kalau ditolak pun gak ada resikonya kan. Tapi kalau berhasil?Ayolah, Mas. Jangan patah semangat. Kita punya mimpi yang besar. Sekarang cari kerja susah."Aku mengusap kening. Betul juga kata Ketrin. Kalau usaha ini gagal juga toh aku tetap dikeluarkan. Mana tahu berhasil."Oke, akan kucoba.""Nah gitu dong. Bilang kalau Ibu lagi sakit. Pak Rafasya biasanya lebih manusiawi."Seperti saran dari Ketrin, aku menemui CEO perusahaan di ruangannya. Sayangnya aku ditolak oleh sekretarisnya. Tidak bisa semb

    Huling Na-update : 2025-03-20
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 6: Puncak Harga Diri Laki-laki

    Aku duduk di sofa sambil melipat tangan. Kaki terjulur ke atas meja. Di depan sana televisi menyiarkan pertandingan bola. Akalku bukan terletak pada si bundar yang melambung-lambung, tetapi pada rumah ini yang kehilangan warnanya.Setahun berlalu, ternyata Ana sudah menguasai rumah ini, sehingga pada saat dia pergi rumah ini terasa aneh. Jika aku pulang kerja, Ana biasanya langsung mencium tangan. Dia akan mengambil sepatu yang baru kulepas asal dan menyimpannya di tempat khusus. Setelahnya aku akan duduk di kursi ini, lalu Ana akan melepas kaus kakiku sambil duduk di lantai.Dia akan bertanya. “Mas Adrian mau makan dulu atau mandi dulu. Ana sudah masak dan Ana sudah siapkan air hangat kalau Mas mandi.”“Dari jam berapa kamu masak air?” Air panas di rumahku mati jadi harus merebus dulu kalau mau mandi dengan air panas. Aku tidak pernah bilang jam berapa akan pulang. Kadang kemalaman karena jalan dengan Ketrin dulu. Kalau tiap aku pulang air hangat sudah tersedia pastinya dia merebus s

    Huling Na-update : 2025-03-20
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 7: Kejutan dari Ana

    Bab 7: Kejutan dari AnaPertengkaran dengan Mas Radit membawa emosi sampai rumah. Aku mencengkeram rambut dan terus mondar-mandir di ruang tamu.Punya kakak kok sialan sekali. Istri dan anakku dia jadikan lelucon. Meski aku mencintai Ketrin, aku tak ikhlas kalau Ana menikah dengannya. Mana mungkin kubiarkan anakku memanggil ayah pada orang lain.Aku menepuk-nepuk jidat. Ke mana lagi harus kucari Ana.“Ustazah ... Ustazah ....” suara panggilan anak-anak terdengar ramai di depan rumah.Aku segera menghampiri mereka. “Cari siapa kalian?”“Ustazahnya belum pulang, Om?”“Belum. Tidak ada Ustazah di sini.”“Yaaah ....” Mereka mengeluh, lalu pergi meninggalkan halaman rumah.“Ana...!” Aku menggaruk kepala agak kasar. “Semua orang mencarimu.”*Bulan berganti. Ana tak juga kembali. Ibu tetap sakit. Hubunganku dengan Mas Radit juga kurang baik. Aku tak memiliki keberanian untuk datang ke kampung Ana karena mereka pasti menolak kehadiranku.Sedikit sekali yang kutahu tentang Ana. Selain tempat

    Huling Na-update : 2025-04-17
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 8: Menyerah

    Bab 8: Menyerah (POV Anaya)Malam tragedi itu. Mataku sangat perih dan rasanya seperti terbakar. Aku buru-buru ke kamar mandi dan membilas muka. Seluruh wajahku terasa panas. Perihnya bahkan tidak bisa hilang dengan dibilas air. Apa lagi di bagian mata. Sangat sakit.Aku mengganti pakaian, lalu duduk di sofa sambil memeluk lutut. Tangan tidak henti-hentinya mengusap mata. Sebetulnya ada yang lebih sakit dari mataku ini, yaitu seonggok daging yang bernama hati. Nyeri sekali rasanya. Aku jarang sekali meminta, aku memohon hanya karena sudah tak kuasa menahan. Ini juga karena mengandung anaknya. Jika Mas Adrian tak punya kasih sayang seharusnya punya empati.Aku menunggunya dengan penuh harap dan air liur yang seperti meleleh. Aku begitu bahagia saat motornya kembali terdengar, terbayang saja bagaimana enaknya makan rujak setelah seharian tak ada makanan yang masuk. Namun seperti ini lah sikapnya.Air mataku mulai berderai. Merasakan hati yang seperti diiris-iris. Sakitnya bukan hanya di

    Huling Na-update : 2025-04-17
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 9: Rumah Baru

    Bab 9. Rumah BaruIstana. Ini terlalu mewah jika dibilang yayasan. Ini rumah konglomerat. Sangat megah, besar, dan luas.“Ana, karena yayasan sudah tutup, jadi malam ini kamu tidur di rumahku. Besok saya berjanji akan mengantarkanmu ke yayasan.”Aku sungkan. Memangnya boleh orang asing masuk ke rumah semegah ini. Mbak Diana menjelaskan kalau ini biasa baginya, dia tak khawatir memasukkan orang yang butuh bantuan karena niatnya tulus.Aku langsung dijamu begitu memasuki rumah megah itu. Banyak sekali makanan yang mereka sediakan, aku tidak bisa makan banyak karena selalu mual. Beberapa kali menahan muntah saat makan sepotong apel.Mbak Diana melihatku dengan aneh.“Maaf, Mbak, Bukan tak sopan. Saya sebenarnya sedang hamil muda.”“Hamil muda?” Mbak Diana mengernyit. “Terus suamimu melakukan KDRT saat kamu hamil begini?”“Saya tadi mengganggu tidurnya karena pingin rujak. Tapi suami saya marah dan malah menumpahkan semua rujaknya ke muka saya.”“Astagfirullah. Kok ada ya lelaki sejahat i

    Huling Na-update : 2025-04-19
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 10: Upah Ngaji

    Bab 10: Upah NgajiAku melihat Mas Adrian ada di parkiran bersama dengan kekasihnya. Ketrin memakai selendang dan kaca mata hitam, Mas Adrian membetulkan letak selendang Ketrin dengan sangat perhatian.Aku mengusap perut. Menghela napas dengan berat. Kuurungkan niat bertemu Bu Santi. Untuk apa aku peduli pada ibunya Mas Adrian sementara Mas Adrian saja berusaha menggantikan namaku di hati ibunya.Aku mengawasi mereka dari kejauhan sampai mereka pulang. Aku harus bisa menerima dengan ikhlas kesakitan ini. Rasanya dicampakkan memang tidak enak, tapi inilah yang terbaik. Kita bisa saling melepaskan.“Ya Allah, jika istri yang dicampakkan suaminya termasuk orang yang terdolimi, maka tolong kabulkan doaku. Engkau tak perlu menghukum Mas Adrian, cukup limpahkan rezeki anakku hingga tumpah ruah, sehatkan badannya, sempurnakan fisiknya, jadikan di sebagai qurotaayun-ku yang akan mengganti setiap air mata ini.”Aku pulang dan kembali mengabari ibu. “Ana tak bisa menengok Bu Santi karena Ketrin

    Huling Na-update : 2025-04-19
  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 11a. Minta Maaf

    Bab 11: Minta MaafMas Radit turun dari mobil dan menghampiriku. “Astaga, Ana. Susah sekali mencarimu.”“Untuk apa mencari Ana, Mas?”“Ibu selalu menangis ingin bertemu kamu.”“Ana sudah memaafkan Ibu.”“Ibu ingin bertemu denganmu langsung. Kalau kamu benci pada Adrian, seharusnya tidak perlu membenciku dan Mbak Yuri, apa lagi Ibu.”“Ana tidak membenci kalian.”“Kalau begitu jangan menghindar. Kasihan Mbak Yuri, Ana. Ibu selalu mengamuk. Dimandiin ingin Ana, disuapin nolak pengin Ana. Pokonya Mbak Yuri gak bisa istirahat karena ibu selalu mengamuk ingin ketemu Ana.”Aku menghela napas. Aku bisa membayangkan kesulitan Mbak Yuri yang harus mengurus orang tua stroke yang punya keinginan.“Please, Ana. Kalau tidak bisa datang buat ibu setidaknya datanglah untuk Mbak Yuri.”Aku menimbang. “Oke, Ana akan datang. Tapi ada syaratnya.”“Apa?”“Jangan bilang Mas Adrian kalau kalian bertemu Ana. Ana tidak mau bertemu dengan Mas Adrian. Dan kedatangan Ana hanya untuk menengok, tidak untuk yang la

    Huling Na-update : 2025-04-19

Pinakabagong kabanata

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 14b

    Adrian teringat Ana yang memakai pakaian dinas. Adrian melotot kaget sekaligus suka, tapi saat itu dia malah mengingat Ketrin. Adrian merasa mengkhianati Ketrin. Hingga yang keluar dari bibir Adrian bukanlah pujian, melainkan makian“Kamu memakai baju apa? Jelek sekali. Tidak perlu bersikap seperti pelacur di hadapanku karena aku tidak akan tertarik.”Lain pula ketika Ana memakai rok mini dan atasan seksi. “Apa begitu cara berpakaian wanita yang ke mana-mana pakai kerudung panjang? Sangat tak pantas sekali.” Adrian mencaci Ana karena takut jatuh cinta. Kalau Adrian sampai jatuh hati pada Ana, Ketrin akan sakit hati. Begitu pikirnya.Adrian selalu menghindar saat berpapasan. Dia tidak pernah benar-benar memandang Ana secara utuh. Pria itu lebih nyaman menghabiskan waktu di kamar dan chatan dengan Ketrin tanpa harus melihat Ana. Semua itu dia lakukan agar tidak jatuh cinta.Sesungguhnya, selama setahun ini Adrian juga merasa tersiksa. Dia pernah berjanji tidak akan menyakiti Ketrin. Adr

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 14. Poligami

    Bab 14: Poligami (PoV Author)Adrian meninggalkan Radit dengan bibir yang sobek dan lebam di beberapa bagian. Dia berjalan menjauh dari gudang produksi dengan penuh emosi. Sementara Radit dibantu oleh para karyawannya untuk duduk.Para karyawan sudah siap membantu saat bos mereka dipukuli, tapi Radit memberi kode penolakan agar para karyawan tak ikut campur. Radit menerima semua pukulan tanpa perlawanan. Radit hanya ingin adiknya segera sadar.Radit pernah menikah dengan seorang wanita karier. Sandrina bahkan lebih baik perangainya dibanding Ketrin. Cara berpakaian Sandrina juga tidak semewah Ketrin. Awal menikah baik-baik saja, apa lagi pernikahan itu memang didasari karena cinta.Sandrina selalu mengeluh kalau ada di rumah. Setiap kali beres-beres dia akan mengomel karena merasa tenaganya diforsir. Sandrina merasa posisinya setara dengan suami, sama-sama mencari nafkah, tapi Sandrina punya tanggung jawab lebih yaitu mengurus rumah. Apa lagi setelah hamil dan melahirkan, Sandrina sem

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 13.b

    Minggu berikutnya. Aku kembali menunggu Ana di depan masjid. Aku tak yakin dia akan kembali. Tapi usaha saja.Ana ternyata datang. Aku segera menghampirinya. Menangkap tangan wanita yang buru-buru mau kabur ini."Tunggu, Ana!""Ada apa lagi sih, Mas. Mau pamer kebahagiaan lagi?"“Ayo kita pulang!”“Pulang? Sejak kapan aku punya tempat di rumah itu?”“Mas minta maaf, Ana. Mas hanya emosi malam itu.” Aku tidak mengerti perasaanku, tapi rumah itu harus diisi kembali oleh Ana. Rumahku terlalu sepi tanpa Ana.“Tapi perbuatan Mas Adrian membuat aku mengerti kalau Mas Adrian tidak akan pernah mencintaiku dan bayi yang aku kandung.” Ana selalu bilang ‘Ana’ pada dirinya sendiri. Sekarang dia menyebut ‘aku’ seolah menunjukkan kalau aku bukan orang terdekatnya lagi.“Itu tidak benar, Ana.”“Itu artinya Mas mencintaiku?”Aku terdiam. Bimbang.“Aku tahu jawabannya. Mas Adrian hanya minta aku kembali untuk Ibu kan? Agar aku bisa menemani Ibunya Mas Adrian. Maaf, Mas. Aku tidak bisa.” Ana kembali be

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 13.a: Radit Keterlaluan

    Bab 13: Radit Keterlaluan (Pov Adrian)Jujur aku sangat syok melihat Ana bersama Pak Rafasya. Kok bisa dia berkenalan dengan orang atas. Aku pun sulit sekali ingin berbicara dengan Pak Rafasya—harus menunggu berjam-jam.Istri kurang ajar. Apa dia selingkuh dengan bosku?"Mas, Kok, diam saja." Ketrin menghempas tanganku yang sejak tadi dia peluk."Aku juga tidak tahu kenapa Ana kenal sama Pak Rafasya.""Jangan-jangan mereka selingkuh? Lihat Pak Rafasya hari ini bawa mobil apa? Itu mobil yang gak pernah dia bawa ke kantor loh. Masa orang yang gak spesial diajak pake mobil mewah itu. Pak Rafasya bukain pintunya pula." Ketrin jadi gusar. Dia buru-buru ke jalan raya untuk melihat kepergian Ana."Aku harus cari tahu kenapa Pak Rafa bisa kenal sama si kampungan itu. Masa iya jadi selingkuhannya Pak Rafa. Gak mungkin selera Pak Rafa rendahan begitu. Dia lagi buncit pula."Aku tidak suka mendengar perkataan Ketrin yang terakhir. Ana bukan buncit, dia hamil anakku.Aku segera naik mobil dengan

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 12.b: Pamer Kemesraan

    “Mangganya terlihat enak, ya?”“Mangga punya orang lain, Mas. Ayo sebaiknya kita pulang.” Aku takut air liurku meleleh.“Tunggu dulu.” Mas Radit menghampiri sekuriti, lalu dia meminta mangga yang ada di sana. “Adik saya sedang hamil muda, Pak. Boleh saya minta?”“Boleh saja, Mas. Asal petik sendiri.”“Gampang.”“Mas, tidak perlu.” Aku menghadangnya.“Kamu tunggu di sini. Mas manjat sebentar.” Mas Radit menaikkan lengan sweter. Kemudian dia langsung manjat. Memetik tiga mangga dengan mudah. Setelahnya dia loncat turun.“Tiga ya, Pak.” Mas Radit menunjukkan Mangga muda yang dipetiknya pada sekuriti.“Ya,” seru sekuriti pendek.“Punya kantong keresek. Ini masukkan.”“Ada kantung obat.” Aku mengemasi mangga muda itu dengan perasaan sangat bahagia. Aku memang tak bisa makan rujak, tapi mangga muda ini bukan rujak. Jadi aku pasti bisa memakannya.Sepanjang jalan, aku memeluk tasku dengan amat senang. Aku akan langsung memotongnya begitu sampai di yayasan.Mas Radit mengantarkanku sampai ger

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 12a: Pamer Kemesraan

    Bab 12: Pamer KemesraanAwalnya aku akan menumpang tinggal di yayasan sementara saja, setidaknya sampai punya uang sendiri, tapi Mbak Diana memintaku tetap tinggal di yayasan mengingat aku yang sering bantu-bantu para pengurus.“Dari pada kamu tinggal di luar, harus bayar kontrakan dan makan, mending kamu tinggal di sini, Ana. Mbak lihat para pekerja merasa terbantu dengan adanya kamu,” seru Mbak Diana.“Sebetulnya Ana mau-mau saja, tapi tempat ini kan untuk orang yang membutuhkan, Mbak. Ana sudah punya uang dan Ana tidak termasuk pada orang yang membutuhkan itu.”“Ya tak apa-apa kamar juga masih banyak yang kosong. Kita saling membutuhkan. Apa lagi kamu harus ngajar ngaji malam hari, Mbak khawatir ada masalah sama kandungan kamu. Mbak sering lihat kamu memberikan motivasi buat anak-anak yatim dan pengidap kanker di sini. Pak Tomo, yang kemarin selalu ngamuk gara-gara kecewa tak diurusi keluarganya saja sekarang bisa adem ayem kok habis ngobrol sama kamu.”Aku tersenyum sambil berpiki

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 11b. Minta Maaf

    Aku membuka bingkisan yang dikemas keresek ini. Begitu membuka isinya aku langsung merasa mual sampai ulu hatiku terasa nyeri. Aku masih ingat bentuk, rasa, dan pedasnya rujak yang diberikan Mas Adrian. Aku masih hafal bagaimana menyambutnya dengan segenap suka cita berharap bisa memakan rujak. Aku juga tak akan pernah melupakan Mas Adrian yang menumpahkan seluruh rujak pedas ke mukaku. Perut mual dan ulu hatiku sakit. Aku tak bisa menahan diri hingga aku mengotori mobil Mas Radit. Mas Radit langsung turun dan membuka pintu belakang. Mulanya aku menduga bahwa dia akan marah atau memaki-maki karena sudah membuatnya jijik, tapi Mas Radit malah menyerahkan tisu. "Cium ini Ana." Mas Radit buru-buru menyerahkan obat oles. Dia mengajakku ke luar karena mobil jadi kotor. "Maaf Mas, aku mengotori mobilnya." "Kamu bicara apa? Itu hanya mobil." Mas Radit menyerahkan tisu basah. "Bersihkan diri kamu ke toilet, Mas akan membersihkan mobil." "Jangan, Mas. Mas Radit tunggu saja, biar Ana yang

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 11a. Minta Maaf

    Bab 11: Minta MaafMas Radit turun dari mobil dan menghampiriku. “Astaga, Ana. Susah sekali mencarimu.”“Untuk apa mencari Ana, Mas?”“Ibu selalu menangis ingin bertemu kamu.”“Ana sudah memaafkan Ibu.”“Ibu ingin bertemu denganmu langsung. Kalau kamu benci pada Adrian, seharusnya tidak perlu membenciku dan Mbak Yuri, apa lagi Ibu.”“Ana tidak membenci kalian.”“Kalau begitu jangan menghindar. Kasihan Mbak Yuri, Ana. Ibu selalu mengamuk. Dimandiin ingin Ana, disuapin nolak pengin Ana. Pokonya Mbak Yuri gak bisa istirahat karena ibu selalu mengamuk ingin ketemu Ana.”Aku menghela napas. Aku bisa membayangkan kesulitan Mbak Yuri yang harus mengurus orang tua stroke yang punya keinginan.“Please, Ana. Kalau tidak bisa datang buat ibu setidaknya datanglah untuk Mbak Yuri.”Aku menimbang. “Oke, Ana akan datang. Tapi ada syaratnya.”“Apa?”“Jangan bilang Mas Adrian kalau kalian bertemu Ana. Ana tidak mau bertemu dengan Mas Adrian. Dan kedatangan Ana hanya untuk menengok, tidak untuk yang la

  • Rujak Pedas di Muka Istriku   Bab 10: Upah Ngaji

    Bab 10: Upah NgajiAku melihat Mas Adrian ada di parkiran bersama dengan kekasihnya. Ketrin memakai selendang dan kaca mata hitam, Mas Adrian membetulkan letak selendang Ketrin dengan sangat perhatian.Aku mengusap perut. Menghela napas dengan berat. Kuurungkan niat bertemu Bu Santi. Untuk apa aku peduli pada ibunya Mas Adrian sementara Mas Adrian saja berusaha menggantikan namaku di hati ibunya.Aku mengawasi mereka dari kejauhan sampai mereka pulang. Aku harus bisa menerima dengan ikhlas kesakitan ini. Rasanya dicampakkan memang tidak enak, tapi inilah yang terbaik. Kita bisa saling melepaskan.“Ya Allah, jika istri yang dicampakkan suaminya termasuk orang yang terdolimi, maka tolong kabulkan doaku. Engkau tak perlu menghukum Mas Adrian, cukup limpahkan rezeki anakku hingga tumpah ruah, sehatkan badannya, sempurnakan fisiknya, jadikan di sebagai qurotaayun-ku yang akan mengganti setiap air mata ini.”Aku pulang dan kembali mengabari ibu. “Ana tak bisa menengok Bu Santi karena Ketrin

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status