Home / Horor / Rumah Kakek / Masa Kecil : Suara Misterius

Share

Masa Kecil : Suara Misterius

Author: Honey Lemon
last update Last Updated: 2021-08-14 07:04:45

Jika aku mengingat kejadian dulu, terkadang aku tertawa seorang diri sekaligus takut di saat yang bersamaan. Hal lucu yang kuingat adalah, saat itu aku hanyalah seorang anak kecil biasa yang sedang menjaga adik-adiknya di rumah dan tidak tau sama sekali tentang hal-hal yang berhubungan dengan mistis.

“Dara, Ayah dan Ibu pergi kerja dulu, ya? Tolong jaga adik-adikmu.”

“Siap, Bu!” seruku.

“Tasya, kamu bantu kakakmu ya?! Jangan nakal dan bantu Kak Dara jaga Robi,” perintah ibu.

“Iya, Bu. Hmm …. Bu, pulangnya bawa makanan, ya?!” celetuk Tasya dengan menunjukkan senyum manja.

“Iya, doain kerjaan ibu sama ayah lancar, ya? Biar bisa bawa makanan passulang nanti,” balas ibu seraya mengusap kepala kami.

Sedikitnya, aku sudah diajari tentang bagaimana menjaga keamanan di rumah dan mengasuh adik-adikku saat ayah dan ibu pergi bekerja. Contohnya, seperti menyalakan lampu di luar rumah saat hari mulap gelap, mengunci pintu, dan juga menyiapkan makanan saat kami lapar. Walaupun, sesekali aku kewalahan menjaga Robi yang sangat aktif bermain di umurnya yang masih tiga tahun.

“Kak Dara, Mang Danu pasti pulang untuk nemenin kita kan nanti?” tanya Tasya sambil memegang lenganku seiring dengan perginya orang tua kami.

“Kakak nggak tau, Tas. Kita berdoa saja semoga Mang Danu nanti pulang, ya.”

Biasanya, orang tua kami pulang bekerja cukup larut sekitar jam sembilan atau sepuluh malam. Bahkan, sesekali mereka pulang saat kami sudah tertidur.

Hari libur membuatku seharian berada di rumah. Rasanya, ingin sekali aku bermain ke rumah teman namun pastinya aku harus mengajak kedua adikku. Dan itu membuatku tidak nyaman.

“Ka Dalaa, Obi mau main di lual,” pinta Robi dengan suara menggemaskannya yang masih sedikit cadel.

“Boleh, asal jangan jauh-jauh ya?!”

“Kak, Tasya juga mau main di luar, sekalian jaga Robi deh.”

“Iya, Kakak akan mengawasi kalian dari teras sambil menyiram tanaman,” jawabku.

“Hmmm …. Kak, boleh minta uang jajan nggak? Hehehe.”

“Ibu nggak kasih uang Tas, sabar dulu ya tunggu ibu pulang ….”

“Yahhh …. Yaudah Kak, nggak pa-pa.”

Kami memang keluarga sederhana, di rumah besar peninggalan kakek ini kami hanya ‘menumpang’ karena orang tuaku masih belum memiliki rumah sendiri. Walaupun terkadang, kami hanya makan dua kali sehari dengan menu yang sama seperti telur goreng, kami tak pernah mengeluh dan sudah biasa dengan keadaan seperti ini. Kami masih bisa tertawa bahagia seperti keluarga lainnya walaupun tak memiliki apa-apa.

Setiap petang, aku selalu berharap mang Danu akan datang untuk menemani kami saat ibu dan ayah belum pulang. Namun, sepertinya harapan itu lagi-lagi sirna karna sampai langit sudah gelap pun, ia tak kunjung menampakkan diri.

Waktu menunjukkan pukul 21.30, kedua adikku sudah terlelap tidur dan aku masih menunggu orang tuaku pulang dengan menonton tv sendirian di ruang keluarga.

Duk …. Duk ….

Samar-samar, terdengar suara seperti hentakan yang berasal dari lantai dua. Aku menengok ke arah tangga dan mengabaikannya.

‘Ah, itu pasti suara tikus di atas ….’ pikirku tak peduli.

Aku melanjutkan menonton acara tv kesukaanku malam itu. Sesekali, aku mengeluarkan tawa kecil karena terlalu asik dan terbawa suasana acara tersebut.

Anehnya, suara itu seperti hentakan kaki seseorang. Padahal, jelas-jelas tak ada seorang pun di sana karena area lantai dua sudah tidak gunakan untuk beraktifitas kecuali menjemur pakaian. Di atas sana, ada satu kamar tidur milik mang Danu dan satu kamar mandi yang kini sudah tak ada penerangan di sana.

Duk ….

Suara itu terdengar lagi.

Kesal karena perhatianku menonton jadi teralihkan, aku menengok ke arah tangga yang gelap itu dengan penasaran akan apa yang terjadi.

Hampir sepuluh detik aku menatap tangga, tak ada apa pun yang terjadi di sana. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali menonton tv. Belum sampai setengah badanku berbalik, tiba-tiba ….

Duk …. Duk …. Duk ….

Adrenalinku naik, bulu kuduk pun terasa merinding. Kali ini aku panik karena suara itu mendekat dan terdengar jelas seperti sedang berjalan langkah demi langkah ke arahku dengan menuruni anak tangga dari kegelapan.

“Si-siapa, itu?!” dengan bodohnya aku berteriak padahal jelas-jelas tak ada siapa pun yang terlihat turun dari atas.

Seketika, aku langsung berlari menuju kamar tanpa mematikan tv dengan tergesa-gesa.

“Tas! Tasya, bangun! Tassss!!”

Kubangunkan Tasya dengan mengguncang-guncangkan tubuhnya hingga akhirnya ia sedikit terbangun dengan mata yang setengah terbuka dan raut wajah yang kesal.

“Aduhhh …. Ada apa sih, Kak?! Aku masih ngantuk banget, nih.”

“Ada orang, Tas! Ada suara dari atas! Kakak takut! Tolong jangan tidur dulu sampai ibu datang!”

Alih-alih meminta tolong, Tasya memalingkan tubuhnya dan kembali memeluk guling kesayangannya tanpa menghiraukanku sama sekali.

Aku benar-benar panik, aku bahkan tak peduli dengan tv yang masih menyala. Keringat dingin membasahi tubuh dan wajahku. Aku hanya bisa berlindung di balik selimut dan memaksa mata ini agar terpejam.

Tok …. Tok ….

“Assalamu’alaikum, Dara tolong buka pintunya. Ini kami, Nak.”

Ketakutanku hilang seketika, aku menghela nafas lega tatkala mendengar suara kedua orang tuaku yang sudah pulang. Aku langsung membuka selimut, bangun dari kasur dan bergegas membuka pintu menyambut kedatangan mereka.

“Akhirnya, kalian pulang juga! Kenapa lama sekali, tak biasanya kalian pulang selarut ini,” ucapku lega dan langsung memeluk mereka.

“Eh, ada apa ini? Kok, wajahmu pucat dan berkeringat, Dara?” tanya ibu keheranan.

“Aku nggak bisa tidur, Bu. Aku takut ….”

Aku menceritakan apa yang kualami tadi pada ayah dan ibu. Mendengar hal itu, mereka hanya terdiam dan sesekali saling menatap kebingungan atas apa yang kuceritakan.

“Hmm … Suara? Mungkin itu tikus, Sayang. Di rumah ini kan cuma ada kamu, Tasya dan Robi aja. Kamu juga pernah lihat ada tikus yang berkeliaran di sini, kan?”

“Bukan, Bu! Bukan! Suaranya kaya orang yang lagi jalan sambil turun tangga!” seruku meyakinkan ibu.

“Iya, mungkin itu tikus yang gede banget. Jadi, terdengar seperti langkah kaki. Oh, mungkin dia mau ngajak kamu main? Hahaha,” seru ayah berusaha menenangkanku dengan gurauan.

Namun, aku tetap yakin itu bukanlah suara tikus. Meskipun aku tak tau pasti suara apakah itu. Apakah mungkin, aku sedang berhalusinasi? Semoga saja.

“Udah, mendingan kita istirahat aja. Besok kan ayah sama ibu libur dan kita bisa menghabiskan waktu bersama,” tutur ibu.

Akhirnya, satu hari dalam seminggu yang selalu dinantikan adalah hari saat orang tuaku tidak bekerja. Karena, jujur saja aku lelah mengurus adik-adikku ditambah lagi dengan kejadian tadi yang membuatku ketakutan setengah mati.

Menuju lelapnya dunia mimpi, aku masih bisa sedikit mendengar ayah dan ibu yang sedang berbincang-bincang sambil berbisik.

“Yah, apa Dara ngalamin hal yang sama seperti yang kita alami?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rumah Kakek   Seseorang Di Lorong

    Saat ini, aku memutuskan untuk menambah list tentang hal-yang paling kubenci di dunia ini yaitu, lampu sensor. Benci, sangat benci, di rumah ini hanya ada aku, mang Danu dan Gina saja. Om Agung sedangberada di rumah temannya yang berbeda blok dari sini. Lalu, mengapa lampu sensor di lorong itu masih menyala hingga kini?! ‘Bodo Amat!’ dalam benakku saat itu. Aku memalingkan wajah dan tak mau lagi menoleh ke belakang walaupun sangat ingin. Saat sedang asik-asiknya menonton tv dan sesekali berbincang dengan yang lain. Sesuatu mengalihkan perhatian kami secara bersamaan. Bruk …. Klontang …. Pranggg …. Kami bertiga saling melempar pandang dalam diam. Suara itu …. Seperrti ada seseorang yang melakukan aktifitas di dapur. “Saha eta, Dar?” tanya mang Danu. “Nggak tau, Mang. Jangan nanya ke aku lah, kita the di sini kan Cuma bertiga. Jadi degdegan gini,” jawabku resah seakan tau ada sesuatu yang tak beres berkaca dari kejadian lampu tad

  • Rumah Kakek   Amanah

    Malam itu, Gina bercerita padaku kalau sebenarnya ia mendengar percakapan antara aku dan paman Danu. Hanya saja, Gina tak terlalu merasa takut akan hal itu. Memang, waktu kecil Gina dikenal sebagai anak yang penakut dan hampir tidak pernah mau menginap di rumah kakek saat acara keluarga besar, terkecuali orang tuanya, yaitu Tante Eva ikut menginap juga."Akan kubuktikan kalau aku tak sepenakut dulu! Hahaha." ucapnya padaku.Keesokan harinya, Paman agung dan istrinya sudah pergi pagi-pagi meninggalkan rumah karena suatu urusan. Agenda kami bertiga hari ini adalah menanyakan beberapa hal mengenai perkembangan rumah ini setelah aku dan keluarga tak lagi tinggal disana. Ditambah dengan Pak Haji Asep yang kini telah tiada, kami berencana akan silaturahmi pada keluarga beliau."Mulai dari siapa dulu, Paman?" tanya Gina."Sebaiknya, rumah Bu Popon. Terakhir kemarin kita datang kesini, beliau sedang diluar kota. Kebetulan tadi paman li

  • Rumah Kakek   Menjalankan Misi

    “Hoaam …. Nggak kerasa udah mau subuh aja. Soalnya, cerita Kak Dara nggak seru, sih,” ucap Gina yang nampaknya mulai mengantuk. “Tidur, yuk? Aku juga udah ngantuk, nih. Kapan-kapan lanjut lagi, oke?” jawabku. “Lah, Emangnya, masih ada cerita lain, Kak?” “Kalau berdasarkan pengalaman aku dulu ya cuma itu aja, sih. Cuma, kalau mau tau cerita dengan versi lain, bisa tanya Mang Danu gitu.” Kami semua akhirnya tertidur karena waktu sudah menunjukkan pukul 02.00. Tiga jam bercerita tanpa henti membuat mulutku seakan berbusa. Sebenarnya, ada satu hal yang belum aku ceritakan pada Gina karena alasan takut di bilangnya kepedean. Cerita itu adalah, sedikitnya mungkin aku bisa merasakan kehadiran makhluk halus hingga saat ini. “Pagi semua! Bangun, bangun euy, bangun! Yang merasa cucu kakek Soetrisno berkumpul di sini,” seru mang Danu dengan membawa kertas dan pulpen di tangannya. “Aya naon, Mang Danu?” tanya Gina heran. “Tadi malem, mang

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Artis

    Waktu menunjukkan pukul 5:00 pagi, aku tak melihat ayah dirumah. Ibu bilang ia sudah menuju rumah Kakek untuk beres beres disana. “Dara, nanti pulang sekolah ibu jemput, ya? Biar kita bisa bantu ayah membereskan rumah Kakek,” ujar ibu padaku. “Loh, bukannya kata Mang Danu, yang mau liat rumah itu pagi-pagi, Bu?” tanyaku. “Nggak jadi. Katanya, dia datang jam satu siang, Dar,” jawab ibu. ‘Yeay!’ ucapku dalam hati kegirangan. Karena aku penasaran siapa sih artis yang akan datang itu? Aku berharap, ia tertarik untuk membeli rumah Kakek.Karena sangat senang, aku memberi tau pada teman-teman sekolahku tentang kabar ini. Mereka yang sama antusiasnya denganku, terus bertanya-tanya siapakah artis itu. “Beneran, Dara? Rumah aku kan deket sama rumahmu, nanti aku mampir, ah. Pengen foto bareng sama artis,” celetuk Yuni teman sebangkuku. Waktu berlalu akhirnya waktu yang dinanti pun tiba. Jam menunjukkan saatnya pulang dan aku langsung bergegas

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Dijual

    Tak terasa, sudah satu minggu kami menempati kontrakan mungil ini. Saking nyamannya dengan suasana baru, kami hampir lupa mengecek bagaimana keadaan rumah kakek sekarang. “Dara, pulang sekolah nanti, kamu ikut ayah ke rumah kakek, ya? Sekalian bawa panci yang ibu bilang kemarin. Lagian ibu ini ada-ada aja, kok bisa sih panci itu ketinggalan?!” canda ayah geleng-geleng kepala. “Siap, Yah. Sekalian aku juga mau bawa baju tidurku yang ketinggalan di jemuran, hehe.” Saat jam pulang sekolah tiba, ayah sudah menungguku di gerbang. Ia melambaikan tangannya kepadaku dan aku langsung berlari ke arahnya stepat saat bel sekolah berbunyi. Kami berjalan kaki menuju rumah kakek. Dari ujung jalan, tampak depan rumah kakek sudah mulai terlihat. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari rumah itu. Apa mungkin aku salah lihat? “Bentar-bentar. Kok , itu ….” Langkah ayah terhenti. Sepertinya, ia melihat sesuatu yang janggal sama sepertiku tadi. “Yy-Yah, kok ….

  • Rumah Kakek   Masa Kecil : Pindah Tempat

    “Ya Allah, Tasya! Kok kamu bisa di sini, sih?!” seru ibu terkejut. Alih-alih mencari Tasya di tempat lain, kami justru menemukannya tertidur di salah satu anak tangga yang menuju lantai dua rumah ini. Padahal, aku, ayah dan ibu sempat mondar mandir melewati tangga itu tapi tak mengira kalau Tasya akan berada di sana karena kita semua tau, area itu selalu gelap. Mendengar ibu berteriak cukup keras dan ayah yang segera menggendongnya ke kamar, tentunya Tasya terbangun sdengan tatapan bingung melihat kami yang panik. “A-ada apa, Bu? “ tanyanya polos sambil masih memegang erat boneka kesayangannya. “Ngapain sih kamu tidur di tangga?” ucapku mendahului bertanya. “Ng-nggak tau, Kak. Emangnya, kenapa? Dari tadi aku tidur di kamar, kok,” jawab Tasya yakin. “Kalau dia mengigau, dia pasti akan jatuh saat menaiki tangga. Lagi pula, Tasya kan nggak berani ke atas sendirian,” ujar ayah. “Lalu, bagaimana Tasya bisa tiba-tiba tidur di tangga?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status