Share

Masa Kecil : Suara Misterius

Jika aku mengingat kejadian dulu, terkadang aku tertawa seorang diri sekaligus takut di saat yang bersamaan. Hal lucu yang kuingat adalah, saat itu aku hanyalah seorang anak kecil biasa yang sedang menjaga adik-adiknya di rumah dan tidak tau sama sekali tentang hal-hal yang berhubungan dengan mistis.

“Dara, Ayah dan Ibu pergi kerja dulu, ya? Tolong jaga adik-adikmu.”

“Siap, Bu!” seruku.

“Tasya, kamu bantu kakakmu ya?! Jangan nakal dan bantu Kak Dara jaga Robi,” perintah ibu.

“Iya, Bu. Hmm …. Bu, pulangnya bawa makanan, ya?!” celetuk Tasya dengan menunjukkan senyum manja.

“Iya, doain kerjaan ibu sama ayah lancar, ya? Biar bisa bawa makanan passulang nanti,” balas ibu seraya mengusap kepala kami.

Sedikitnya, aku sudah diajari tentang bagaimana menjaga keamanan di rumah dan mengasuh adik-adikku saat ayah dan ibu pergi bekerja. Contohnya, seperti menyalakan lampu di luar rumah saat hari mulap gelap, mengunci pintu, dan juga menyiapkan makanan saat kami lapar. Walaupun, sesekali aku kewalahan menjaga Robi yang sangat aktif bermain di umurnya yang masih tiga tahun.

“Kak Dara, Mang Danu pasti pulang untuk nemenin kita kan nanti?” tanya Tasya sambil memegang lenganku seiring dengan perginya orang tua kami.

“Kakak nggak tau, Tas. Kita berdoa saja semoga Mang Danu nanti pulang, ya.”

Biasanya, orang tua kami pulang bekerja cukup larut sekitar jam sembilan atau sepuluh malam. Bahkan, sesekali mereka pulang saat kami sudah tertidur.

Hari libur membuatku seharian berada di rumah. Rasanya, ingin sekali aku bermain ke rumah teman namun pastinya aku harus mengajak kedua adikku. Dan itu membuatku tidak nyaman.

“Ka Dalaa, Obi mau main di lual,” pinta Robi dengan suara menggemaskannya yang masih sedikit cadel.

“Boleh, asal jangan jauh-jauh ya?!”

“Kak, Tasya juga mau main di luar, sekalian jaga Robi deh.”

“Iya, Kakak akan mengawasi kalian dari teras sambil menyiram tanaman,” jawabku.

“Hmmm …. Kak, boleh minta uang jajan nggak? Hehehe.”

“Ibu nggak kasih uang Tas, sabar dulu ya tunggu ibu pulang ….”

“Yahhh …. Yaudah Kak, nggak pa-pa.”

Kami memang keluarga sederhana, di rumah besar peninggalan kakek ini kami hanya ‘menumpang’ karena orang tuaku masih belum memiliki rumah sendiri. Walaupun terkadang, kami hanya makan dua kali sehari dengan menu yang sama seperti telur goreng, kami tak pernah mengeluh dan sudah biasa dengan keadaan seperti ini. Kami masih bisa tertawa bahagia seperti keluarga lainnya walaupun tak memiliki apa-apa.

Setiap petang, aku selalu berharap mang Danu akan datang untuk menemani kami saat ibu dan ayah belum pulang. Namun, sepertinya harapan itu lagi-lagi sirna karna sampai langit sudah gelap pun, ia tak kunjung menampakkan diri.

Waktu menunjukkan pukul 21.30, kedua adikku sudah terlelap tidur dan aku masih menunggu orang tuaku pulang dengan menonton tv sendirian di ruang keluarga.

Duk …. Duk ….

Samar-samar, terdengar suara seperti hentakan yang berasal dari lantai dua. Aku menengok ke arah tangga dan mengabaikannya.

‘Ah, itu pasti suara tikus di atas ….’ pikirku tak peduli.

Aku melanjutkan menonton acara tv kesukaanku malam itu. Sesekali, aku mengeluarkan tawa kecil karena terlalu asik dan terbawa suasana acara tersebut.

Anehnya, suara itu seperti hentakan kaki seseorang. Padahal, jelas-jelas tak ada seorang pun di sana karena area lantai dua sudah tidak gunakan untuk beraktifitas kecuali menjemur pakaian. Di atas sana, ada satu kamar tidur milik mang Danu dan satu kamar mandi yang kini sudah tak ada penerangan di sana.

Duk ….

Suara itu terdengar lagi.

Kesal karena perhatianku menonton jadi teralihkan, aku menengok ke arah tangga yang gelap itu dengan penasaran akan apa yang terjadi.

Hampir sepuluh detik aku menatap tangga, tak ada apa pun yang terjadi di sana. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali menonton tv. Belum sampai setengah badanku berbalik, tiba-tiba ….

Duk …. Duk …. Duk ….

Adrenalinku naik, bulu kuduk pun terasa merinding. Kali ini aku panik karena suara itu mendekat dan terdengar jelas seperti sedang berjalan langkah demi langkah ke arahku dengan menuruni anak tangga dari kegelapan.

“Si-siapa, itu?!” dengan bodohnya aku berteriak padahal jelas-jelas tak ada siapa pun yang terlihat turun dari atas.

Seketika, aku langsung berlari menuju kamar tanpa mematikan tv dengan tergesa-gesa.

“Tas! Tasya, bangun! Tassss!!”

Kubangunkan Tasya dengan mengguncang-guncangkan tubuhnya hingga akhirnya ia sedikit terbangun dengan mata yang setengah terbuka dan raut wajah yang kesal.

“Aduhhh …. Ada apa sih, Kak?! Aku masih ngantuk banget, nih.”

“Ada orang, Tas! Ada suara dari atas! Kakak takut! Tolong jangan tidur dulu sampai ibu datang!”

Alih-alih meminta tolong, Tasya memalingkan tubuhnya dan kembali memeluk guling kesayangannya tanpa menghiraukanku sama sekali.

Aku benar-benar panik, aku bahkan tak peduli dengan tv yang masih menyala. Keringat dingin membasahi tubuh dan wajahku. Aku hanya bisa berlindung di balik selimut dan memaksa mata ini agar terpejam.

Tok …. Tok ….

“Assalamu’alaikum, Dara tolong buka pintunya. Ini kami, Nak.”

Ketakutanku hilang seketika, aku menghela nafas lega tatkala mendengar suara kedua orang tuaku yang sudah pulang. Aku langsung membuka selimut, bangun dari kasur dan bergegas membuka pintu menyambut kedatangan mereka.

“Akhirnya, kalian pulang juga! Kenapa lama sekali, tak biasanya kalian pulang selarut ini,” ucapku lega dan langsung memeluk mereka.

“Eh, ada apa ini? Kok, wajahmu pucat dan berkeringat, Dara?” tanya ibu keheranan.

“Aku nggak bisa tidur, Bu. Aku takut ….”

Aku menceritakan apa yang kualami tadi pada ayah dan ibu. Mendengar hal itu, mereka hanya terdiam dan sesekali saling menatap kebingungan atas apa yang kuceritakan.

“Hmm … Suara? Mungkin itu tikus, Sayang. Di rumah ini kan cuma ada kamu, Tasya dan Robi aja. Kamu juga pernah lihat ada tikus yang berkeliaran di sini, kan?”

“Bukan, Bu! Bukan! Suaranya kaya orang yang lagi jalan sambil turun tangga!” seruku meyakinkan ibu.

“Iya, mungkin itu tikus yang gede banget. Jadi, terdengar seperti langkah kaki. Oh, mungkin dia mau ngajak kamu main? Hahaha,” seru ayah berusaha menenangkanku dengan gurauan.

Namun, aku tetap yakin itu bukanlah suara tikus. Meskipun aku tak tau pasti suara apakah itu. Apakah mungkin, aku sedang berhalusinasi? Semoga saja.

“Udah, mendingan kita istirahat aja. Besok kan ayah sama ibu libur dan kita bisa menghabiskan waktu bersama,” tutur ibu.

Akhirnya, satu hari dalam seminggu yang selalu dinantikan adalah hari saat orang tuaku tidak bekerja. Karena, jujur saja aku lelah mengurus adik-adikku ditambah lagi dengan kejadian tadi yang membuatku ketakutan setengah mati.

Menuju lelapnya dunia mimpi, aku masih bisa sedikit mendengar ayah dan ibu yang sedang berbincang-bincang sambil berbisik.

“Yah, apa Dara ngalamin hal yang sama seperti yang kita alami?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status