"Sayang, tadi aku ketemu sama Aliya, ngga nyangka banget setelah sekian lama aku ngga ketemu dia, akhirnya aku bisa ketemu sama dia lagi," ucap Roni yang membuat Zahra mengerutkan dahi dan seketika terdiam.
Ia berusaha untuk mengingat siapa wanita dibalik nama Aliya itu, namanya terdengar tak asing, bahkan gambaran wajahnya pun masih ia ingat sampai sekarang."Aliya?""Iya, Aliya itu sahabat SMA aku," jawab Roni tersenyum.Namun kabar itu justru tak membuat Zahra bahagia, entah apa yang kali ini ada difikirannya, rasanya ke khawatiran mulai melanda saat ia kembali mendengar nama Aliya ditelinganya."Kenapa dia harus kembali?" Batin Zahra dengan pandangan merenung.Kini ingatannya kembali pada beberapa belas tahun yang lalu, saat dimana masa SMA yang sedang mereka jalani.Kala itu Zahra tidaklah satu sekolah dengan Roni dan Aliya. Namun antara Zahra dan Aliya berhubungan sahabat sangat dekat, saat itu banyak sekali cerita tentang Roni yang diceritakan Aliya pada Zahra, Zahra mengenal Roni dari setiap kali Aliya menunjukan foto foto Roni kepadanya."Aku seneng banget Ra, Roni belain aku didepan temen temen, pokoknya bagiku Roni itu the best deh, aku sayang banget sama dia, ya walaupun dia ngga tau," ucapnya kala itu dengan ekspresi wajah bahagia.Namun Roni sendiri tak mengenal Zahra pada saat itu, kerena sebaliknya Aliya tak pernah mengenalkan Zahra pada Roni."Sayang, kamu kenapa?"Tiba tiba terdengar suara itu yang membuat lamunan Zahra terbuyar."Oh ngga papa kok mas," jawabnya tersenyum tak sedap.Dan sampai saat ini Roni tak pernah tau jika Zahra adalah sahabat terdekat Aliya pada saat itu."Oiya sayang, tadi aku cariin kontrakan buat dia, aku kasihan sama dia karena dia ngga punya tempat tinggal.""Ngga punya tempat tinggal? Maksudnya gimana mas?""Jadi katanya, dia pergi dari rumahnya, karna suaminya kasar dan selalu buat dia sakit hati, makanya dia pergi ke kota ini karena dia udah ngga tahan hidup sama suaminya yang jahat itu. Aku minta maaf ya aku ngga minta izin sama kamu dulu, ya kamu pasti tau lah aku ngga tega kalau liat dia lontang lantung dijalan. Tadi juga aku beliin dia makanan dan beberapa baju, karena dia pergi ngga bawa uang sepeserpun," tambah Roni yang kembali membuat Zahra berfikir."Bukannya dari dulu ya kamu selalu ngga tega kalau liat Aliya menderita? kamu selalu belain dia saat dia bersalah dihadapan orang lain," batin Zahra dengan langkah yang sedikit menjauh."Sayang, kamu marah ya sama aku? Aku minta maaf ya, tapi jujur aku ngga ada niat lain selain mau bantu dia.""Engga kok mas, aku ngga marah, aku cuma..."Ucapan nya kini terputus setelah Fatimah yang tiba tiba datang mengejutkan."Ngga usah sok marah, engga usah sok cemburu, kamu sadar diri dong kamu ini istri ngga berguna, kasih anak buat suami kamu aja ngga bisa, wajar lah kalau sekarang Roni melirik wanita lain, jadi kamu jangan menghalanginya," ucap Fatimah yang membuat hati Zahra seketika tak berdaya."Jadi Aliya sekarang disini Ron? Wah ibu kangen banget sama dia, kenapa kamu ngga ajak dia kesini? Jadi Aliya ninggalin suaminya Ron? Kasihan dia gara gara kamu pindah ke Jakarta jadi ngga ada yang belain dia lagi, padahal dulukan kamu yang suka belain Aliya didepan teman temannya," ucap Fatimah yang membuat Roni melirik Zahra.Ia merasa tak enak hati pada istrinya dengan semua cerita masa lalu dari Fatimah."Coba aja dulu kita ngga pindah kesini ya, pasti sampai saat ini kamu masih deket sama Aliya, atau mungkin kamu sama dia malah nikah.""Bu udahlah jangan dilanjutin ceritanya, ngga enak sama Zahra.""Kenapa? kan emang itu kenyataannya. Oiya ibu punya ide, kenapa kamu ngga nikahin Aliya aja sekarang toh dia juga bakal cerai sama suaminya," tambah Fatimah yang membuat Roni dan Zahra seketika terbelalak."Ibu apa lagi sih? Kemarin Jesika sekarang Aliya, inget bu aku udah punya istri.""Halah, istri ngga berguna aja, ibu ngga masalah ya Ron kamu mau pilih Jesika atau Aliya, yang terpenting kamu nikah lagi dan punya anak, buat apa kamu pertahanin istri mandul kamu ini," jawab Fatimah yang membuat Zahra seketika meneteskan air mata.Tak menunggu lama kini Zahra pun meninggalkan tempat, ia tak kuasa lagi jika harus mendengar hinaan itu lebih lama, melihat kepergian Zahra Roni pun dengan cepat mengikutinya.Sementara Jesika yang tiba tiba datang mendekati Fatimah hingga membuatnya terperanjak."Jes kok kamu disini?""Tante, aku ngga mau ya tante lupain tentang perjodohan aku sama Roni, apa lagi tante malah nyuruh Roni buat nikahin Aliya, aku ngga mau, karena aku yang harus nikah sama Roni, bukan Aliya, siapa sih Aliya? Cantik? Engga kan? Pasti cantikan juga aku," cerocos Jesika yang tak terima setelah ia mendengar semua ucapan Fatimah pada Roni tadi."Inget ya tante kalau Roni ngga jadi milik aku, tante lihat aja aku bakal stop kirim uang buat tante, dan tante ngga akan bisa lagi ikut arisan berlian sana sini," ancam Jesika yang membuat Fatimah terbelalak."Iya iya tante akan terus bujuk Roni buat mau nikah sama kamu, tapi tante mohon jangan di stop ya.""Nah gitu dong, tante Fatimah yang cantik," ucap Jesika tersenyum licik.Ternyata ada sesuatu yang terjadi dibalik kekehnya Fatimah menjodohkan Roni dengan Jesika, selain karena kondisi Zahra yang mandul tapi juga semua karna uang, tanpa uang dari Jesika, Fatimah tidak akan bisa mengikuti banyak arisan berlian seperti sekarang ini dan ia tidak akan dianggap hebat oleh teman temannya.Tak menyangka uang dapat merubah segalanya, sebenarnya Fatimah juga sering mendapatkan uang dari Roni, namun karna ada Zahra yang harus ia nafkahi juga, jadi uang yang diberi Roni tak sebesar uang yang beri oleh Jesika untuknya.Dengan uang yang hanya sedikit itu, ia tidak dapat mengikuti semua keinginannya, ia tak bisa ikut banyak arisan berlian dan tak pernah bisa bersenang senang dengan puas. Berbeda keadaannya dengan saat ini, kini Fatimah yang tak lagi harus menahan nafsu shoppingnya karena ia telah mendapat jumlah uang yang luar biasa dari Jesika.Shopingnya bukanlah shoping biasa, tapi shoping luar biasa, barang barang branded yang selalu ia bawa pulang, tas misalnya dengan bandrol puluhan juta, sepatu dengan bandrol puluhan juta, serta pakaian yang juga dengan bandrol puluhan juta. Jika bukan karena ingin mendapatkan anaknya, sebenarnya Jesika pun tak sudi jika harus mengeluarkan ratusan juta setiap bulannya hanya untuk diberikan pada Fatimah.••••Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron