"Jadi Jesika mau kamu yang pegang pembangunan hotelnya di Surabaya?"
"Iya sayang, aku terima kerjaan itu bukan karena apa apa, aku hanya ingin provesional aja dalam bekerja, jadi aku harap kamu ngerti ya, karena aku ngga akan mecem macem dan ngga akan aneh aneh. Makanya sebelum kerjaan ini berjalan aku ngomong dulu sama kamu, karena nantinya mungkin aku akan lebih banyak buat keluar bareng dia ke Surabaya, ya untuk urusan proyek itu," jawab Roni yang membuat Zahra terdiam.Langkahnya sedikit menjauh, ia berfikir dan mencoba meyakinkan hatinya jika tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan setelah ini."Iya mas, aku percaya sama kamu, aku cuma pesen hati hati ya mas, hati hati untuk semuanya, termasuk hati hati juga dalam menghadapi Jesika.""Iya sayang aku ngerti, makasih ya, yang terpenting kamu bisa percaya sama aku, itu udah buat aku tenang," jawab Roni yang membuat istri mungilnya itu tersenyum bahagia.Belum selesai Roni dam Zahra berbincang, tiba tiba terdengar suara Fatimah yang memanggil manggil Roni, dengan cepat Roni dan Zahra pun mendekat."Iya bu, ada apa?""Ron, anter ibu ya, ibu mau arisan.""Biar aku aja bu yang anter, soalnya mas Roni masih banyak kerjaan," sambar Zahra yang membuat Fatimah memandang tajam kearahnya."Ibu ngga mau, ibu malu pergi sama kamu, karena sudah pasti temen temen ibu nanti akan membicarakanmu karena kamu yang mandul," jawab Fatimah yang membuat Zahra seketika terdiam.Sungguh hatinya remuk saat mendengar cacian itu kembali terlontar dari bibir sang mertua untuknya."Ibu, yaudah aku antar. Sayang aku anter ibu dulu ya," ucap Roni yang membuat Zahra mengangguk.Roni tak ingin Fatimah lebih banyak lagi mengeluarkan kata kata yang akan membuat istrinya itu sakit hati. Kini Roni dan Fatimah melaju menuju kesuatu tempat, tempat dimana Fatimah akan bertemu teman temannya."Hallo jeng, hay apa kabar?"Sekiranya begitulah sambutan sambutan hangat yang yang terjadi antara Fatimah dan beberapa temannya."Itu anakmu? Wah ganteng ya," ucap salah seorang wanita paruh baya yang memperhatikan Roni yang terdiam berdiri didekat mobilnya."Iya sih ganteng tapi sayang ya, istrinya mandul, kasihan," tambah lagi dari salah satu yang lainnya.Ucapan itu sedikit terdengar ditelinga Roni, hingga membuatnya kini menghela nafas dan memilih untuk menjauh, agar ucapan ucapan tak baik untuk istrinya tak lagi ia dengar.Kini saat Roni terduduk sendiri, tiba tiba seorang wanita datang menghampiri, wanita yang wajahnya tak asing bagi Roni, cukup lama tertegun dengan pandangan dan fikiran yang penuh tanya, siapa sosok wanita tak asing dihadapannya itu?"Kamu pasti lupa siapa aku?"Terdengar ucapan itu setelah melihat Roni yang masih tertegun dengan pemandangannya."Kamu... Aliya?""Ya aku Aliya."Aliya adalah sahabat baik Roni saat SMA, dulu mereka bisa dibilang bagai kertas dan perangko, jika sudah menempel sulit terlepas."Aliya, kamu apa kabar? Lama banget kita ngga ketemu.""Kabar aku baik Ron, iya aku sampe kangen sama kamu, dan aku ngga nyangka bisa ketemu kamu disini," jawab Aliya yang membuat Roni terkekeh."Btw, kenapa kamu ada disini? Bukannya dulu kamu di Bandung?""Iya Ron, aku pergi dari rumah," ucap Aliya yang membuat Roni mengerutkan dahi."Pergi dari rumah? Maksudnya?"Kini Aliya pun melangkah dan perlahan duduk sejajar dan tidak jauh dari Roni, pandangan matanya tampak banyak kesedihan yang melanda."Aku ngga tahan Ron, hidup sama suamiku, dia adalah laki laki yang tempramental, cemburuan dan yang lebih parahnya lagi dia suka main tangan, aku ngga tau kalau aku ngga pergi dari dia mau sampai kapan aku hidup menderita, jadi dua hari yang lalu, aku terpaksa kabur dari suamiku, karena aku udah ngga tahan Ron, selalu jadi sasaran amukannya," tutur Aliya yang membuat Roni terenyuh.Tak menyangka orang yang dulu sangat ia lindungi, kini malah disakiti oleh suaminya sendiri. Dulu Roni tak pernah terima jika ada satu orang pun yang membuat Aliya bersedih, ia akan segera menemui seseorang itu dan menanyakan apa alasannya menyakiti Aliya? Namun rasanya kali ini tidak mungkin lagi terjadi, selain ia yang tak seharusnya ikut campur masalah rumah tangga Aliya, tapi juga ada Zahra yang hatinya harus ia jaga."Yang sabar ya Al, jika keadaannya masih sama kaya dulu, aku pasti udah nemuin orang itu dan bertanya apa alasannya dia menyakitimu, tapi sekarang kayanya aku ngga bisa ngelakuin itu lagi Al, kamu pasti tau lah maksut aku gimana.""Iya Ron aku faham kok. Bisa curhat sama kamu kaya gini aja aku udah seneng banget, akhirnya aku bisa lupain semua unek unek dalam hati aku, sekarang aku sedikit lega, makasih ya. Oiya kamu ngapain disini? Sendiri?""Engga, aku sama ibu, tuh lagi disana," jawab Roni menunjuk kearah Fatimah yang sedang asik berbincang dengan teman temannya."Oiya Al, jadi sekarang kamu tinggal dimana?""Ngga tau Ron, aku bingung.""Bingung? Jadi kamu belum punya tempat tinggal?""Belum," jawab Aliya yang membuat Roni kembali memperhatikannya dengan iba."Yaudah gini aja, sekarang kamu ikut aku, aku bakal cariin kontrakan buat kamu.""Tapi aku ngga punya uang Ron, aku keluar dari rumah ngga bawa uang sepeser pun, aku bisa sampe sini aja nebeng mobil sayur, bahkan dua hari ini aku ngga makan, aku ngga ganti baju, boro boro mau mandi.""Yaampun untung ya kita cepet ketemu. Udah udah ngga usah mikirin uang aku yang akan bayarin kontrakan kamu.""Serius Ron? Alhamdulilah makasaih ya Ron, ternyata kamu ngga pernah berubah tetep jadi Roni yang baik yang aku kenal," ucap Aliya yang membuat Roni menunduk dan tersenyum."Yaudah, mumpung acara ibu belum selesai, sekarang aku antar kamu dulu yuk, biar kamu bisa langsung istirahat, pasti kamu cape kan?" ajak Roni yang membuat Aliya mengangguk.Kini mereka pun segera melaju, mencari tempat dimana ada sebuah kontrakan, namun sebelumnya Roni menghentikan mobilnya disebuah pusat pembelanjaan, ia membelikan Aliya baju dan beberapa menu makanan untuk dibawa nya nanti, bahagia saat bisa dipertemukan dengan sahabat lama yang masih dengan rasa pedulinya dan masih sama perhatiannya.Tak lama kemudian, kini sampailah Roni dan Aliya disebuah rumah sederhana yang akan Aliya tempati mulai saat ini."Jadi ini kontrakannya?""Iya Al, mulai sekarang kamu bisa tinggal disini dan ngga lagi lontang lantung dijalanan, tapi maaf cuma ini yang bisa aku cariin buat kamu.""Oh, ngga papa ini udah cukup kok, makasih banyak ya, makasih juga bajunya dan makanannya," ucap Aliya yang membuat Roni mengangguk."Tapi Ron, apa kamu belum nikah? Terus gimana sama istri kamu kalau kamu bayarin kontrakan aku, beli baju, beli makanan buat aku kaya gini?""Aku udah nikah, ngga papa kok istri aku orang baik, dia pasti ngerti," jawab Roni yang membuat ekspresi wajah Aliya seketika berubah, dan hanya mengangguk dengan pelan.••••Hari ini adalah hari bahagia yang dinanti Rina dan Rizki tiba, hari pernikahan yang hendak mengubah status mereka menjadi menikah.Pagi ini, Zahra yang telah bersiap dengan penampilan elegannya, penampilannya cantik namun wajahnya tak berhias senyuman.Matanya meremang, penuh air mata yang seketika dapat menghapus make up di wajahnya."Kalau ini memang takdir kita, aku akan terima mas," ucap Zahra yang berusaha tegar.Sementara Rina dan Roni yang kini telah bersiap dengan penampilannya masing masing, sebuah gaun berwarna putih menghiasi tubuh mungilnya dengan sangat cantik.Bibir nya tersenyum, dan merona. Ekspresi wajah bahagia itu tak hilang dari wajah ayu gadis mungil yang akan segera mendapat gelas istri tersebut.Masalah akan Zahra, sementara terlupakan. Belum lagi memikirkan kemana pergi nya Zahra setelah kembali ke Jakarta?Dan Roni yang kini sudah siap menyambut kedatangan calon menantu yang tidak lain adalah sahabatn
"Gimana Jes, udah jadi kan? undangannya juga udah disiapkan?""Udah Ron, ini udah aku siapin semuanya," ucap Jesika seraya memberikan sejumlah undangan pada Roni.Lagi lagi perkara sakit hati, Zahra tak dapat menahan air mata kala melihat keakraban yang terjadi kepada Jesika dan suaminya.Meski mulut sudah mencoba mengucap iklas namun hati rasanya masih belum bisa. Berat dan sulit adalah rasa untuk mengikhlaskan cintanya."Lusa hari pernikahannya, akan kah aku sanggup?" batin Zahra dengan air mata yang kembali menetes."Jes, setelah ini kita cek gaun nya ya, kalau sudah siap langsung saja dibawa pulang, waktunya kan udah ngga lama lagi.""Iya Ron, mungkin lebih baik begitu. biar kita jadi lebih santai nantinya," jawab Jesika yang membuat Roni mengangguk.Entahlah, pemandangan yang terjadi rasanya mengarahkan pikiran Zahra pada pernikahan mereka, meski sebenarnya tidak ada hubungannya.Ditengah tengah perbincanga
Rina gadis mungil yang kini tersadar paska operasi, perlahan matanya terbuka. Penglihatannya tampak buram, orang pertama kali yang ia lihat tampak tersenyum padanya, namun entah siapa pemilik senyum manis itu.Berulang kali Rina mengerjap ngerjapkan matanya, agar penglihatannya tak lagi buram, setelah cukup jelas memandang, ternyata wajah manis itu milik Rizki.Laki laki yang tidak lain adalah calon suaminya. laki laki itu tersenyum membuat hati Rina tenang, dengan pandangan mata yang tertuju tajam menatapnya."Abang," ucapnya lemah.Alih alih menjawab, laki laki berkaca mata itu justru meneteskan air mata. Tanda bahagia karena melihat orang tersayangnya membuka mata.Tak berkata apa pun, Rizki yang seketika mendekap tubuh Rina, dengan sangat erat, berharap tak akan terjadi hal sama diantara mereka."Abang kenapa nangis?" tanya Rina setelah dekapan Rizki terlepas.Perlahan jari jari lentik itu mengusap air mata yang tamp
Kembali dengan aksi pengintaian nya, Zahra yang kembali ke rumah Roni untuk mengintai Roni yang sedang mengurus pernikahan. Pagi ini kembali ia melihat Roni memasuki mobilnya, Namun pandangan nya seketika tertuju pada Fatimah yang kini keluar dengan sebuah kursi roda. Matanya terbelalak, kala ia melihat sang mertua."Loh ibu kenapa? kenapa dia pake kursi Roda?" gumam Zahra dengan pandangan tak berkedip.Pandangannya terputus setelah melihat mobil Roni melaju, dengan cepat Zahra pun mengikutinya."Ikuti mobil didepan ya pak," ucap Zahra pada sopir taxy.Setelah diikuti, ternyata mobil Roni terhenti dihalaman perusahaan tempat nya bekerja."Ternyata mas Roni mau kerja," batinnya dengan pandangan tak berkedip memperhatikan tubuh Roni yang kini sudah memasuki gedung.Sementara Roni yang kini melangkah menuju ruangan Jesika. Mengetuk pintunya, dan lalu masuk."Ron, ada apa?""Jes, aku minta bantuan boleh?"
Keesokan harinya, Zahra yang kini sudah berpenampilan rapi, hendak kembali ke Jakarta dan bersua dengan keluarganya."Nek, nenek yakin mau disini sendiri? ikut aku aja yuk, biar aku rawat nenek dirumah ku.""Ngga usah nak, nenek lebih nyaman tinggal disini."Terdiam mendengar jawaban yang nenek Misni beri. Tak tega jika akan meninggalkan wanita tua itu sendiri, sementara sang suami yang sudah tak lagi ada disampingnya."Yaudah kalau gitu aku pamit ya nek. Makasih untuk semuanya atas kebaikan nenek dan almarhum kakek, nenek disini hati hati ya, jaga diri baik baik, dan jangan lupa jaga kesehatan," ucap Zahra menggenggam tangan keriput wanita tua dihadapannya tersebut."Iya nak, kamu juga hati hati ya, semoga sampai tujuan dengan selamat, sering sering main kesini ya, ke gubuk nenek ini.""Pasti nek, pasti, kebaikan nenek ngga akan pernah aku lupain. Yaudah kalau gitu aku berangkat ya, assalamualaikum.""Walaikum salam."
Hari demi hari berlalu, Zahra yang masih menanti kedatangan Roni kembali, ia selalu menunggu kedatangan Roni atau pun orang suruhan suaminya itu, diwarung sate, mau pun dirumahnya.Bahkan ia mewanti wanti nenek Misni, jika bertemu beberapa orang tersebut ia harus menjawabnya dan memberi tahu dimana Zahra saat ini.Namun setelah beberapa hari menunggu, Roni, Rina, Rizki atau pun anak buah Roni tak lagi datang, hingga membuat Zahra kembali bersedih, rasa penantiannya seakan tak berujung."Apa kamu mulai lelah mencari aku mas? kenapa kamu ngga datang lagi? aku disini mas, datang lah," batin Zahra dengan aktifitas mencuci piringnya.Sementara Roni, yang saat ini belum ada waktu untuk mencari sang istri kembali, karena sibuk dengan Fatimah yang saat ini juga sedang sakit.Sebenarnya, Roni ingin kembali ke Desa itu, desa dimana Zahra berada. Namun, fikirannya terlalu penuh dengan masalah masalah yang datang silih berganti.Kali ini Ron