“Tidak, kamu beritahu aku dulu! Ada apa dengan perubahan sikapmu itu? Aku tidak suka kalau aku dipaksa untuk menebak-nebak apa yang ada dalam hatimu.” Jawab Mateo lebih kuat lagi menahan tubuh Mahreen agar tidak bisa memunggunginya. Mahreen terdiam dan menatap suami Italianya itu. Bukan hal yang aneh jika lingkungan Mateo sejak kecil telah membentuknya menjadi pria yang tidak mengenal Tuhan. Di mata, hati, dan pikirannya yang ada hanyalah uang dan kekuasaan. Bisa jadi dia telah menganggap dua benda itu sebagai Tuhan. Jadi, ketika ada seseorang yang masuk kedalam kehidupannya, tidak akan semudah membalikkan telapak tangan untuk mengubah sifat dan kebiasaanya.
“Mungkin aku terlalu berharap padamu. Tapi, bukan aku juga yang memilihmu. Aku dan kamu dipertemukan dan disatukan oleh takdir. Aku hanyalah manusia yang hanya bisa menjalankan takdir ini sebaik-baiknya. Tapi, aku juga wanita biasa yang tidak bisa bertahan terlalu lama dengan keadaan yang susah untuk dir
Kalau bukan karena paman yang sudah berbaik hati membesarkan dan menyekolahkannya, Mahreen tidak akan mau menikah dengan pria yang berprofesi sebagai mafia. “Kalau begitu, paman pergi dulu. Hari ini paman ingin menjemput tante dan sepupu kamu. Mereka sudah terlalu lama tinggal disana. Sudah waktunya mereka untuk pulang.” Naval bangkit berdiri. “Paman, aku ... harus kembali pulang dulu. Sudah cukup lama aku disini. Ada beberapa berkas yang tertinggal di rumah Mateo. Aku harus kesana mengambilnya agar aku bisa segera pulang ke Indonesia.” Mahreen berkata dengan suaranya yang lembut. Naval hanya bisa mengangguk-angguk setuju. “Mahreen, kamu hati-hatilah disana. Paman sudah berhutang budi padamu. Paman tidak ingin terjadi sesuatu padamu.” Jawab Naval. “Aku akan berhati-hati, paman. Aku akan menjaga diriku dengan baik.” Ujar Mahreen sambil tersenyum sekedar untuk menenangkan hati pamannya. Mahreen sudah mencari info pada pelayan yang
“Kita bicarakan itu nanti! Sekarang aku mau kamu melayaniku.” Mateo duduk bersimpuh diatas tubuh telanjang sang istri dan pria itu membuka satu persatu pakaiannya. Mahreen menjerit memohon belas kasihan untuk dilepaskan namun semuanya sia-sia.“Lepaskan aku! Kamu tidak berhak atas tubuhku lagi.” Mahreen masih terus berusaha memberi jarak pada tubuhnya dan tubuh Mateo. Namun, tubuh kekar berotot Mateo bukanlah lawan tandingan Mahreen. Perempuan itu akhirnya harus tunduk dan pasrah saat dirinya dimasuki sang suami dalam sekali hentakan.“Eughhhh, ahhhh,” Tetes bening air mata Mahreen jatuh di pelupuk matanya yang indah. Mateo yang sudah dipenuhi emosi meluap-luap tidak peduli dengan air mata sang istri. Pria itu pun menghujamnya berkali-kali dengan cara yang sangat kasar dan liar. Mahreen tidak berdaya sama sekali. Tangisan dan teriakannya tiada arti. Pria diatas tubuhnya seperti kerasukan setan.Setelah beberapa k
“Halo, nona Armala. Bisa kita bertemu lagi segera? Bos saya mendadak sudah sampai Indonesia.” Eve berkata setelah mengucapkan salam. Mahreen alias Armala yang masih dalam perjalanan, berpikir sejenak sebelum menjawab keinginan customer nya itu.“Maaf, bu Eve ...”“Please, Eve saja. okay?” Mahreen bisa melihat raut wajah Eve yang tersenyum ramah di ujung telpon.“Oh, i-iya Eve. Saya masih dalam perjalanan menuju ke rumah. Bagaimana kalau nanti sore?” Mahreen sebenarnya ingin menolak tapi dia tidak enak hati menolak customer pertamanya ini. ini adalah kesempatan emas padanya untuk menunjukkan sejauh mana kemampuannya dan usahanya untuk mendapatkan proyek.“Boleh, apa kamu mau ke kantor kami lagi atau kita ketemu di luar saja?” Eve balik bertanya.“Hmm, saya akan ke kantor Eve lagi sekitar jam 5 sampai sana. Apakah bisa?” Jawab Mahreen.“Tentu saja. Aku akan menunggu
“Baiklah, lagipula mungkin tanteku yang akan bertemu dengan bos Eve karena aku hanya mewakili untuk sementara saat ini.” Jawab Mahreen sambil tersenyum lembut.“Baiklah, sampai jumpa.” Kedua perempuan itu pun berpisah setelah pintu lift tertutup. Bersamaan dengan ditutupnya pintu lift, dari lift sebelah keluarlah seorang pria yang merupakan bos dari Eve.“Bos?” Eve tidak bisa berkata-kata lagi karena langkah kakinya mengejar sang bos, Mateo yang melangkah cepat dengan kaki jenjangnya menuju ke dalam kantor.“Ruanganku belum jadi?” Tanya Mateo.“Be-belum. Tapi, semua akan selesai dalam dua minggu. Sebelum jadi, tuan bisa memakai ...”“Tidak perlu, aku tidak akan kesini kalau ruangannya belum jadi. Bawa saja semua dokumen yang aku butuhkan ke apartemen.“Siap, bos.” Jawab Eve sedikit panik.Mateo mempercepat mandinya di apartemen ketika terpikir
“Musibah yang aku alami membawa keuntungan untukku. Aku pastikan kamu akan jatuh ke dalam pelukanku, Mateo.” Gumam Mischa dalam hati.Mischa, sejak pertama mengenal Mateo saat ibunya menikah dengan ayah Mateo dan membawanya ke rumah keluarga barunya. Saat itu, Mischa adalah anak gadis yang masih lugu dan belum mengenal sama sekali dengan teman lelaki. Begitu dilihatnya Mateo dan ayah barunya menyambut kedatangannya bersama ibunya, Mischa langsung jatuh cinta dengan sikap dan penampilannya yang tampan dengan sorot mata biru tajam.Hari-hari Mischa di sekolah tidak pernah terlepas dari Mateo yang selalu menjaganya kemanapun layaknya harta yang harus dijaga agar tidak rusak dan retak. Mateo menganggap Mischa sebagai adiknya sedangkan Mischa menganggap Mateo adalah cinta pertamanya. Namun, cinta Mischa bertepuk sebelah tangan setiap mendapatkan perlakuan dan ucapan yang keluar dari bibir Mateo yang selalu berkata kalau hubungan merek
“Apa? Kamu memeriksakan kandungan tanpa membawa suamimu?” Dua orang perawat jaga yang sedang bercakap-cakap suaranya terdengar oleh Mateo yang sengaja berhenti untuk menyalakan cerutunya.“Kamu tahu kan, suamiku tidak mau bertanggung jawab. Huft, masih bagus dia tidak menyuruhku untuk menggugurkan kandunganku.” Jawab satu perawat lainnya dengan nada pilu.“Hmm, aku jadi teringat salah satu pasien yang berkunjung ke poli kandungan tadi siang. Perempuan cantik itu datang seorang diri tanpa ditemani suaminya. Padahal dia cantik dan tubuhnya langsing. Wajahnya tetap tersenyum dengan tegar meskipun dia memeriksakan kandungannya seorang diri.” Jawab perawat lainnya.Mateo telah merasa cukup menghisap cerutunya dan dia pun segera menekan alarm mobilnya.“Oh, pasien yang bernama Nyonya Mahreen itu?” Ujar perawat yang sedang hamil.JLEB!Tubuh Mateo seperti ters
“Itukah sebabnya kamu mempercepat kepulanganmu ke Indonesia?” Maira menengok ke suaminya dan bertanya dengan nada menyelidik.“Ya, beruntung kita masih bisa mendapatinya dirumah, sebelum dia pergi untuk menyembunyikan kehamilannya.” Ujar Hasan dengan suara dalamnya.“Maafkan Mahreen, Om Tante. Bukannya Mahreen ingin menyembunyikan kehamilan ini, Mahreen hanya tidak ingin merepotkan Om dan Tante yang sudah sangat baik pada Mahreen. Lagipula, ayah dari anakku ini tidak tahu kalau aku hamil. Dan, aku juga tidak ingin memberitahukan padanya.” Ucap Mahreen dengan suara paraunya menahan sesak tangis. Dadanya terasa sesak bila mengingat suami yang telah ditinggalkannya dan digugat cerai. Mahreen yakin Mateo telah menandatangani surat permohonan cerainya dan dia pasti sudah hidup bahagia dengan perempuan pilihannya. Bukan perempuan yang terpaksa dinikahinya.“Mahreen sayang, sampai kapan kamu ingin menyembunyikan k
“Selamat pagi, nona Eve. Saya atasan dari Armala yang akan melihat langsung jalannya pengerjaan ruangan hari ini.” Maira berjabat tangan dengan Eve yang sudah menyambutnya sejak dari depan resepsionis.“Nona Armala sedang sakit kah?” Tanya Eve penasaran. Maira tersenyum ramah. Hampir saja dia lupa kalau keponakannya itu tidak menggunakan nama aslinya dalam bekerja.“Dia sedang tidak enak badan. Lagipula, aku sudah kembali ke Indonesia jadi aku yang akan sering ke sini untuk melihat perkembangan pekerjaan kami.” Jawab Maira dengann senyum ramahnya. Eve mengangguk-angguk ramah.“Semoga dia lekas sembuh. Aku senang berbicara dengannya. Seperti menemukan teman yang bisa diajak berbicara panjang lebar. Hehe,” Jawab Eve malu-malu.Maira dan Eve pun terlibat dengan perbincangan yang cukup hangat dan seru. Namun, sebisa mungkin Maira tidak keceplosan membicarakan keponakannya karena Mahreen memohon kep