Share

Boleh Bergabung?

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 19:02:12

“Nggak usah pakai tapi-tapian. Sekarang kamu harus lebih membuka pikiranmu. Jangan hanya cemburu tidak jelas seperti itu.”

“Tidak jelas bagaimana, Mbak? Bahkan saat Mas Haris bercinta denganku, ia menyebut nama Indah.”

Dewi tampak kaget dengan ucapan Esti.

“Nggak usah mengada-ada kamu. Kenapa kamu ngotot sekali menuduh Haris selingkuh? Nggak usah aneh-aneh, pikirkan anak-anakmu.” Dewi berkata dengan tegas.

Akhirnya Esti berpamitan pulang, ia sangat kecewa dengan tanggapan Dewi. Selama ini hubungan Dewi dan Esti memang dekat dan baik, karena itu mereka saling bertukar pikiran. Apalagi mereka sama-sama guru. Dewi sendiri seorang janda, dengan dua anak perempuan. Usman, mantan suami Dewi berselingkuh dengan kekasih yang dulu tidak direstui oleh orang tua Usman.

Esti sengaja bercerita pada Dewi, dengan harapan Dewi bisa menasehati Haris. Bukannya malah menjatuhkan mental Esti dengan mengatakan Esti terlalu cemburu.

Ketika mobil Esti keluar dari halaman rumah Dewi, tampak Erlin, adik bungs
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Ancaman

    Bu Ratna, yang awalnya hanya mengamati diam-diam, kini mulai ikut membantu. Ia sering memegangi ponsel saat Indah butuh angle dari atas. Bahkan sesekali memberi ide caption, atau komentar seperti, "Tadi suara kamu agak serak, ulangi ya."Indah tahu, perjuangannya masih panjang. Tapi satu hal pasti, ia sudah bukan lagi perempuan yang bergantung pada panggung atau pada lelaki yang menjanjikan dunia.Ia kini seorang ibu, perempuan tangguh, dan affiliate marketer yang membangun masa depan dari suara dan niat baiknya sendiri.Sore itu, Indah baru saja selesai melakukan live singkat mempromosikan produk serum baru yang sedang diskon. Ia mematikan kamera, lalu menyimpan ponsel di atas meja. Tubuhnya lelah, tapi hatinya puas. Sudah lima produk laku hanya dari live singkat itu.Ia berjalan ke dapur, menuangkan teh untuk ibunya yang sedang menjahit. Fania tertawa-tawa di teras bersama Haikal yang bermain mobil-mobilan. Heningnya rumah itu berubah menjadi rumah yang hidup. Rumah yang perlahan te

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Affiliate Partner

    Pagi itu, matahari belum sepenuhnya naik ketika Indah duduk di ruang tamu dengan ponsel di tangan. Haikal dan Fania masih tertidur, Bu Ratna sibuk menyapu halaman, dan suasana rumah cukup tenang untuknya mencoba sesuatu yang sejak tadi malam terus ia pikirkan.Ia membuka aplikasi catatan yang semalam ditulisnya. Tangan kanannya berkeringat, dan jantungnya berdetak tak karuan."Mulai dari suara dulu. Jangan takut."Ia membaca ulang kalimat itu, seperti mantra yang menenangkan.Dengan perlahan, ia menyiapkan botol skincare yang tadi malam ia lihat banyak dijual orang-orang di media sosial.Kebetulan ia memakai produk itu. Lalu, ia letakkan botol itu di atas meja kayu yang ia bersihkan khusus pagi ini. Cahaya matahari yang masuk dari jendela membuat produk itu terlihat bersih dan segar.Ia mengatur ponselnya di atas tumpukan buku, mencoba mencari sudut terbaik. Lalu, menekan tombol rekam suara."Halo, Kak... Aku mau ngenalin produk yang bikin kulit glowing dan lembap seharian..."Suara it

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Mencari Inspirasi

    Tangis Indah pecah begitu pintu rumah tertutup kembali. Suara langkah Gina dan ibunya masih terngiang di benaknya, seperti gema yang tak mau pergi. Ia terduduk di lantai ruang tamu, wajahnya ditutupi kedua tangan yang gemetar. Air mata jatuh satu per satu, seolah mewakili rasa bersalah yang selama ini ia tekan dalam-dalam.Hari ini, Gina, istri Pratama, datang bukan sebagai tamu biasa. Ia datang membawa luka, amarah yang ditahan, dan permintaan yang mengguncang hati Indah."Tolong, jauhi suamiku. Aku mohon..."Kata-kata itu masih terngiang jelas. Lembut, tapi penuh penekanan. Tidak ada teriakan, tidak ada makian. Hanya mata yang sembab dan suara yang nyaris pecah.Tak lama setelah mereka pergi, Indah menoleh ke arah ibunya yang berdiri mematung di depan pintu kamar. Wajah Bu Ratna datar, tapi mata tuanya menyimpan kecewa yang dalam.“Begitu hinakah seorang biduan, Bu?” tanya Indah lirih, nyaris seperti bisikan di antara isaknya.Bu Ratna menarik napas panjang sebelum duduk di samping

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Berhenti Bernyanyi

    Pagi itu, matahari menembus sela tirai, menyinari ruang makan kecil yang sederhana.Indah duduk di lantai beralaskan tikar lusuh, menyuapi Haikal yang baru delapan bulan.“Ini suapan buat adek, ya… Nih, aaaa..”Haikal membuka mulut kecilnya, lalu tertawa sambil mengeluarkan suara khas bayi yang belum berbicara.“Hmmmhh… ahh… euhh…”Indah ikut tertawa, matanya berbinar. Sekejap, semua beban terasa jauh.Anak itu, meski belum bisa bicara, selalu tahu cara membuat ibunya bertahan.Tiba-tiba, Tok tok tok.Suara ketukan di pintu membuat Indah dan Bu Ratna, ibunya, saling melirik.“Biar Ibu yang buka.”Bu Ratna bangkit perlahan dari tikar, merapikan kerudung yang setengah tergeser, lalu berjalan ke arah pintu depan.Saat pintu dibuka, dua perempuan berdiri di ambang. Yang satu setengah baya, dengan sorot mata tajam dan ekspresi penuh kontrol.Yang satu lagi, lebih muda, mungkin sebaya dengan Indah. Matanya memindai isi rumah, lalu berhenti pada suara lenguhan Haikal dari dalam.“Cari siapa,

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Menolak Syarat

    "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bu Ratna dengan suara lembut, sambil duduk di bangku panjang taman belakang. Pandangannya jatuh pada Indah, yang duduk termenung, tak memperhatikan Fania dan Haikal yang tengah berlarian mengejar gelembung sabun.Indah menghela napas panjang, seolah beban di dadanya tak kunjung reda.Sejak pertemuan tadi siang, bayangan wajah Esti terus menghantuinya, bukan karena ketakutan, tapi karena kesadaran yang baru tumbuh di dadanya. Kata-kata Esti berulang-ulang memutar di kepalanya, "Mulailah dengan jalan yang benar…”"Aku tadi bertemu dengan Esti, Bu," ucap Indah perlahan. Suaranya seperti seseorang yang baru saja meminum kebenaran yang pahit.Bu Ratna menoleh cepat. "Esti? Istri Haris?"Indah mengangguk pelan."Terus... apa yang terjadi? Apakah ia marah-marah padamu? Berkata yang menyakitimu?" suara Bu Ratna sedikit naik, cemas sekaligus penasaran.Indah menggeleng pelan. Matanya mulai berkaca-kaca."Tidak, Bu. Dia tidak marah. Tidak berteriak. Bahkan tidak

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Minta Maaf

    "Mei, sudah dapat yang mau dibeli?"Suara Esti datang begitu saja, lembut tapi cukup mengagetkan. Ia muncul dari lorong sebelah bersama Ais yang tampak memegang gantungan kunci kelinci. Rupanya mereka berkeliling lebih jauh sementara Mei asyik sendiri.Mei terlonjak sedikit. Ia buru-buru membalikkan tubuh, menyembunyikan gelisah di balik senyum yang dipaksakan."Su… sudah, Bu," jawabnya pelan. Ada jeda dalam suaranya. Gugup.Dan saat itu juga, Indah menoleh.Mata mereka bertemu. Untuk sepersekian detik, dunia seolah berhenti berputar. Suara anak-anak, musik dari pengeras suara toko, bahkan tawa Ais, semuanya menghilang dari telinga Mei. Hanya ada sorot mata Indah, yang menatap seolah masih mencoba membaca siapa yang berdiri di hadapannya.Indah tampak terkejut. Dan Esti membeku. Napasnya tertahan ketika pandangannya bertemu dengan perempuan dari masa lalu yang tak pernah ia undang kembali.Tidak ada yang bicara. Tapi udara di antara mereka terasa berat, penuh dengan kenangan yang tak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status