Suasana Mobieus semakin bising membuat jawaban Keiya kadang terdengar samar di telinga Ruu. Banyaknya mesin game yang beroperasi, bercampur dengan teriakan dan seruan para pemain semakin menambah buruk daya tangkap Indra pendengaran.Sesekali Ruu berteriak karena Keiya tidak menanggapinya, sesekali juga dipukulnya bahu pemuda itu untuk meminta perhatian. Ruu sadar, ia mengambil tempat yang salah untuk membicarakan sesuatu yang serius seperti yang saat ini mereka bicarakan. Namun, ia tidak bisa memikirkan tempat yang lain lagi selain tempat ini. Ia tidak memiliki waktu untuk pergi ke tempat yang lebih sepi, pekerjaannya tak bisa ditinggalkan."Ruu ke rumah Ry aja, tanyain langsung." Keiya mengusulkan setelah beberapa saat fokus pada permainannya. Ia tidak menatap Ruu, tatapannya masih pada layar di depannya yang menunjukkan jika ia adalah pemenang.Ruu mendelik. Bukankah tadi sudah dikatakannya kalau dia tidak bisa, tidak sempat? A
Keiya tersenyum lebar. Dia kembali berhasil memenangkan game yang kata teman-temannya sedikit sulit dikalahkan. Keiya memutar topinya ke arah depan, merapikan seragam dan berbalik. Tak sengaja tatapannya jatuh pada Ruu, dan Ruu juga sedang menatapnya. Keiya mengernyit melihat tatapan itu. Tatapan Ruu seolah meminta bantuannya. Benarkah? Penasaran, Keiya membawa kakinya mendekati Ruu. Bertepatan dengan pertanyaan karyawan baru yang diketahuinya bernama Ikki menyeruak masuk ke dalam gendang telinganya."Ruu tau di mana rumah Ry nggak?"Alis Keiya makin berkerut. Apa karyawan baru ini mengenal Ry? Kalau begitu pantas saja Ruu meminta bantuannya. Raut wajah Ruu juga seolah ingin memakan seseorang."Keluarga Ry pindah dari rumahnya yang dulu."Ruu memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Jadi, Ikki mengenal Ry lebih dulu darinya? Apa mungkin mereka pernah dekat? Tidak mungkin! Dia tidak bisa menerimanya. Tangan Ruu mengepal kuat.K
Coba aja tanya dulu. Aku yakin Ry masih ingat siapa itu Ikki Megami.Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinga Ruu, seperti sebuah adegan dalam kaset rusak. Membuatnya sangat penasaran akan kebenaran kata-kata Ikki. Apakah benar Ry mengenal Ikki? Lalu, apa hubungan mereka, apakah lebih dari sekedar sahabat? Apakah Ikki adalah kekasih Ry? Ruu menggeleng pelan, menyangkal apa yang ada di pikirannya. Kalau memang benar Ry dan Ikki pernah berhubungan lebih dari sahabat, dua kalah. Dibandingkan dengan Ikki yang lebih dewasa dan lebih segala-galanya, dia kalah telak. Ruu mengerang. Dalam hati menyumpah kesal karena kesibukannya saat ini membuatnya tidak bisa bertemu Ry. Dia sangat ingin tahu tentang Ikki dan apa arti pemuda berusia dua puluh tahun itu bagi Ry.Apa dia harus meminta tolong pada Keiya lagi? Sepertinya memang harus seperti itu. Tidak adanya waktu libur dalam bekerja membuatnya selalu tidak berada di rumah siang hari. Hari Minggu pun demikian.
Suara mesin-mesin game berpadu dengan suara hingar-bingar musik dari kedai es krim membuat suasana Mobieus semakin berisik. Belum lagi suara teriakan dari beberapa pengunjung yang bermain game. Seorang remaja cowok berusia tujuh belas tahun bersorak karena sudah memenangkan permainan yang dipilihnya. Beberapa cewek bergosip di meja paling pojok di kedai es krim sambil melirik ke arah para karyawan cowok. Semua itu sudah biasa bagi para karyawan sehingga tidak mengganggu pekerjaan mereka. Bekerja di tempat berisik penuh musik berarti kau siap untuk lebih berkonsentrasi.Namun, tidak bagi Ruu. Sejak kedatangan Ikki, ditambah kata-katanya dua hari yang lalu, ia sulit berkonsentrasi. Beberapa kali ia melakukan kesalahan dalam melayani pembeli, ia salah menyajikan es krim yang diminta. Beruntung pembeli yang seorang anak cewek tidak marah, dia mau menerima es krim dan memuji varian baru yang belum pernah dicoba sebelumnya. Itu masih belum apa-apa, tadi pagi ia menumpahkan es
Suara mesin-mesin game berpadu dengan suara hingar-bingar musik dari kedai es krim membuat suasana Mobieus semakin berisik. Belum lagi suara teriakan dari beberapa pengunjung yang bermain game. Seorang remaja cowok berusia tujuh belas tahun bersorak karena sudah memenangkan permainan yang dipilihnya. Beberapa cewek bergosip di meja paling pojok di kedai es krim sambil melirik ke arah para karyawan cowok. Semua itu sudah biasa bagi para karyawan sehingga tidak mengganggu pekerjaan mereka. Bekerja di tempat berisik penuh musik berarti kau siap untuk lebih berkonsentrasi.Namun, tidak bagi Ruu. Sejak kedatangan Ikki, ditambah kata-katanya dua hari yang lalu, ia sulit berkonsentrasi. Beberapa kali ia melakukan kesalahan dalam melayani pembeli, ia salah menyajikan es krim yang diminta. Beruntung pembeli yang seorang anak cewek tidak marah, dia mau menerima es krim dan memuji varian baru yang belum pernah dicoba sebelumnya. Itu masih belum apa-apa, tadi pagi ia menumpahkan es
Ruu sedang mengantarkan pesanan beberapa orang pelanggan yang duduk di satu meja ketika merasakan getaran di saku celananya. Ruu mengambil benda yang bergetar itu, menyalakan, dan memeriksanya. Obsidiannya melebar membaca pesan itu. Rin memberitahu jika Ry sebuah dalam perjalanan menuju ke sini. Ruu tersenyum, ia menyimpan kembali ponsel di saku belakang celana, kemudian kembali ke belakang bar.Hari ini memang bukan gilirannya bertugas di belakang bar, tugasnya hari ini melayani. Ia hanya ingin beristirahat di sana, dan membantu Ran yang sudah tampak kelelahan. Sepertinya Ran kurang enak badan sehingga baru pukul sebelas lewat beberapa menit wajahnya sudah terlihat sangat kuyu. Padahal Kak Sento tidak pernah memaksakan karyawannya untuk tetap bekerja jika sedang sakit, dia marah menyuruhnya untuk cuti. Hanya karyawan saja yang bandel, contohnya adalah Ran.Ruu memfokuskan tatapannya pada pintu masuk. Pesan yang dikirimkan Rin sudah sejak lima menit yang la
Suasana bising Mobieus tidak berpengaruh pada Ry. Semua itu berbanding terbalik dengan apa yang ada di hatinya. Keramaian itu tidak dirasakan olehnya. Dia justru merasa sepi. Dadanya terasa seperti diremas, sangat sakit sampai-sampai membuatnya sulit untuk bernapas. Cowok yang paling dihindarinya sekarang duduk di depannya, menatapnya dengan sinar mata penuh kerinduan. Iya, Ikki Megumi merindukannya. Dia memang polos, juga kekanak-kanakan, tapi bukan berarti dia bodoh. Dia masih bisa membedakan mana sinar mata tulus dan mana yang berbohong, dan Ikki tidak sedang berbohong padanya."Ry, aku ....""Ngapain Ikki ke sini lagi?" Ry memotong pertanyaan cowok di depannya. Dia tidak perlu alasan Ikki lagi, dia sudah tak ingin mendengarnya. Dia tahun sudah cukup membuat hatinya membeku untuk cowok ini. "Kudengar Ikki nyari-nyari rumahku, ngapain?" Meskipun tidak ingin mendengar apa pun dari Ikki, Ry tetap menanyakan hal itu. Dia tak dapat membuang rasa penasarannya.
Rin mengambil langkah lebar, menghampiri Ruu yang berada di belakang meja bar. Cowok itu sepertinya tidak melihat kedatangan Ry, mungkin tadi saat Ry memasuki Mobieus dia sedang mengantarkan pesanan sehingga tidak melihatnya. Ruu terus memperhatikan pintu masuk."Ruu!" Rin menghentakkan tangan di meja bar di depan Ruu. Wajahnya memerah. "Kenapa, sih, bengong mulu sampai nggak liat Ry datang!""Hah?"Dugaan Rin benar, Ruu tidak menyadari kedatangan Ry. Sebenarnya ekspresi terkejut Ruu sangat lucu. Seandainya tidak sedang dalam masalah seperti sekarang ini, dia pasti akan mentertawakannya. Namun, berhubung sedang kacau karena khawatir yang berlebihan terhadap kakaknya, Rin justru mendengkus kesal."Jadi, benar Ruu nggak tau Ry udah datang?""Beneran?" tanya Ruu dengan alis terangkat. Ia berdiri tegak, memanjangkan leher, menatap ke segala penjuru kedai es krim mencari keberadaan Ry. Di sudut sana Ruu menemukannya, Ry sedang bersama