Gadis manis itu menoleh kemudian tersenyum ketika tahu siapa yang memanggilnya.
"Keiya!" serunya senang.
"Kok Ry sendiri?" tanya Keiya sambil memutar topi baseball-nya ke arah belakang.
Ry mengangkat bahu. "Rin di lapangan basket, setelah tadi ngomel karena Sie nggak masuk lagi." Ry tertawa kecil yang membuat lesung pipinya melekuk dalam.
Keiya terpesona melihatnya.
"Terus, tadi Mina ada rapat sama Shoun."
Keiya diam melongo menatap Ry. Membuat gadis bertubuh mungil itu bingung sekaligus kesal.
"Keiya!" sentak Ry.
Pemuda itu kaget. "Ah i-iya," jawab Keiya gugup.
"Keiya kenapa, sih?" sungut Ry kesal. "Aku, 'kan, lagi ngomong sama Keiya, nggak lagi ngomong sama tembok." Gadis itu cemberut.
"So-sorry." Keiya tergagap. "Tumben Ry baca," ucapnya mengalihkan pembicaraan. Kapten klub baseball itu menunjuk buku yang berada di tangan Ry.
Ry nyengir sambil mengangkat bukunya. Keiya tersenyum melihat buku itu. Komik. Pantas. Harusnya dia sudah tahu, tidak mungkin Ry membaca buku selain buku komik.
"Aku mau ngomong serius sama Ry," ucap Keiya tiba-tiba. Pemuda itu mendekati Ry kemudian duduk di sampingnya.
"Ngomong aja!" pinta Ry santai. Dia masih fokus padaa bacaannya.
"Aku suka Ry!" ucap Keiya lirih. Tidak bisa keras-keras, nanti mengganggu orang lain yang juga asyik membaca. Mereka, 'kan, sedang berada di perpustakaan.
"A-apa?"
Ry tidak percaya mendengarnya, mata bulatnya melebar. Ditatapnya pemuda itu nanar. Astaga, dia tidak salah dengar, kan? Keiya, the cool boy menyukainya? Yang benar saja? Keiya, kan, salah satu dari tiga pemuda most wanted di sekolah. Rasanya tidak mungkin pemuda yang tampannya selangit menyukainya. Oke, Ry memang suka berlebihan, tetapi dia tidak mempunyai kata-kata lain lagi untuk mendeskripsikan seorang Keiya Setsuna yang mempunyai fans girl bejibun dan cantik-cantik. Sangat berbeda dengannya yang bertubuh pendek dan kecil. Masih banyak gadis lain. Sepertinya dia memang salah dengar.
Keiya mengganguk.
"Aku serius. Aku suka sama Ry!" ulang Keiya.
Wahh, ini pasti mimpi! Iya mimpi. Harus cepat-cepat bangun, nih. Ry mengerjapkan matanya beberapa kali juga memasang telinganya baik-baik supaya dia tidak salah dengar lagi.
"Ry?" Keiya mengibaskan tangan kanannya di depan wajah Ry membuat gadis itu tersentak kaget.
"Aku beneran suka sama Ry!" ulang Keiya lagi. Kali ini lebih keras dan penuh penekanan di setiap katanya.
Ternyata bukan mimpi, ucap Ry dalam hati. Pendengarannya juga tidak bermasalah, tidak perlu ke dokter THT untuk check-up.
Ry menatap Keiya dengan mulut terkatup. Gadis itu berpikir keras. Dia juga menyukai Keiya, tapi dia sudah memiliki Ruu, dan dia sangat menyayangi Ruu. Walaupun dia tau Ruu tidak setia dan tukang selingkuh, Ry tetap menyayangi pemuda itu.
"Ry?"
Ry terkejut. "Ya-ya?" tanyanya tergagap.
"Kenapa?" tanya Keiya khawatir. "Ry diam aja."
Ry menggeleng cepat.
"Aku nggak minta Ry buat jawab, aku cuma ngutarain perasaan aku aja. Aku tau juga Ry belum siap buat jawab perasaan aku," ucap Keiya lembut. "Kalo Ry mau jawab, jawab aja kalo pas Ry udah siap." Keiya tersenyum. "Aku nggak bakalan ke mana-mana."
"Keiya." Ry menggenggam tangan pemuda itu. Perasaannya mulai aneh. Dadanya berdebar.
Keiya memegang tangan Ry yang menggenggam tangannya kemudian mengangguk.
"Aku tau," ucap Keiya. "Ry udah punya cowok, kan?"
Ry menatap Keiya lirih. Gadis itu merasa bersalah, padahal dia tidak melakukan hal apa pun yang menyakiti Keiya.
"Sie yang ngasih tau ke aku," ucap Keiya seolah tahu jalan pikiran Ry.
"Sie?" potong Ry cepat bertanya. Sepasang alisnya bertaut bingung.
"Namanya Ruu, kerja di Mobeus. Cakep katanya," sambung Keiya. Senyum tak luntur dari bibirnya.
"Lalu?" tanya Ry penasaran.
"Lalu aku tetap aja sayang sama Ry," jawab keiya. "Walopun aku tau udah ada cowok lain di hati Ry."
Keiya.... Ry menggenggam tangan pemuda kapten tim baseball itu kuat. Dia semakin bingung. Hatinya serasa terbelah. Keiya pemuda yang baik. Populer juga. Sebenarnya dia juga suka Keiya, tapi....
***
"Gimana dong?" tanya Ry bingung ke-genknya saat mereka menikmati waktu istirahat di taman. Duduk di bawah pohon sambil ngemil memang sangat menyenangkan. Ditambah angin yang bertiup sepoi-sepoi, membuat Ry ingin memejamkan mata dan tidur siang seandainya bisa.
"Ry juga suka Keiya, kan?" tanya Rin balik sambil menyedot minumannya.
Ry mengangguk ragu.
"Ya udah terima aja," usul Rin enteng.
Ry terkejut. Mina juga tersedak softdrink yang diminumnya saking kagetnya. Rin payah, pikir gadis lembut itu, sembarangan saja memberikan saran.
"Terus, Ruu gimana?" tanya Ry lagi setelah hilang kagetnya. "Aku, kan, sayang sama Ruu."
Rin mencibir. "Sayang?" ulangnya, "emangnya Ruu sayang juga ama Ry?" tanya Rin pedas.
Ry terdiam, kemudian mengangguk ragu.
Rin tersenyum sinis. "Kalo Ruu sayang juga sama Ry, nggak mungkin dia selingkuh!"
Ry menatap adiknya kacau. Benar nggak, ya, omongan Rin? tanyanya dalam hati. Apakah Ruu juga menyayanginya? Bagaimana kalau tidak? Namun, dia yakin Ruu menyayanginya. Ry tertunduk.
"Ry." Mina mendekati temannya yang kekanak-kanakan itu. "Kalo Ry emang yakin berarti iya," hibur Mina sambil memeluk Ry.
Mina tahu Ry terpukul dengan kata-kata adiknya. Rin memang keterlaluan! rutuk Mina dalam hati. Marah pada Sie dilampiaskan kepada Ry dan Ruu.
"Rin!" tegur Mina.
Gadis tomboy itu menoleh. Mina memberinya isyarat agar minta maaf pada Ry. Rin menundukkan kepala lalu beringsut mendekati kakaknya.
"Ry...."
Ry mengangkat wajahnya.
"... Sorry," ucap Rin menyesal. "Aku nggak serius ngomong kayak gitu. Ry, kan, tau kalo aku marah sama Sie."
Ry tersenyum. " Aku tau, kok," ucapnya sambil menjitak kepala Rin.
"Aww, sakit, Bego!" Rin mengusap kepalanya.
Ry cengengesan. "Balasan karena Rin tadi udah bikin aku baper."
Rin menatap kakaknya sengit. Ry menjulurkan lidahnya mengejek, sementara Mina hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan kakak-beradik itu.
***
"Mii!"
Dari jauh Ry sudah meneriakkan nama itu. Dengan berlari kecil diselingi lompatan di antaranya Ry mendekati rumah itu. Ry tau, Ruu tidak ada di rumah, tadi sore dia melihat pemuda itu pergi lagi, lembur atau ngedate dengan gadisnya yang entah nomor berapa Ry tidak peduli. Yang pasti dia bisa bebas bercanda bersama Mii. Lagipula dia masih belum mau bertemu dengan Ruu, belum siap.
Omong-omong soal Ruu ngedate dengan gadisnya yang lain, apakah benar dia tidak cemburu? Sepertinya tidak, hanya saja rasanya sedikit sesak dan kesal. Ugh, baiklah! Ry merasa dia kalah. Bukan pada gadis yang bersama Ruu, melainkan pada Ruu sendiri. Rasanya sangat tidak menyenangkan saat kau merasa dikalahkan oleh kekasihmu sendiri. Ry menggeleng pelan mengusir rasa itu. Dengan langkah perlahan Ry memasuki pekarangan kemudian mengendap-endap di beranda agar tidak ketahuan. Rencananya dia ingin mengagetkan Mii, tidak sadar kalau teriakan super kerasnya tadi sudah terdengar oleh gadis berwajah imut itu.
Ry mengetuk pintu begitu tiba lantas bersembunyi. Namun gadis mungil itu mengerutkan alisnya karena Mii yang ditunggunya tidak muncul-muncul. Pintu rumah Mii memang terbuka, tapi tak ada siapa pun yang berdiri di ambang pintu. Padahal Ry sudah siap-siap untuk mengagetkan Mii. Ry melongokkan kepalanya ke dalam rumah.
"Mii?"
Kening Ry berkerut heran melihat Mii yang duduk manis di depan tv. Gadis itu tersenyum jahil menggodanya.
Ry berpikir keras. Kerutan tajam tampak di dahi putihnya. Biasanya yang membukakannya pintu adalah gadis berwajah boneka itu. Terus juga, seingatnya tidak ada seorang pun yang iseng di rumah ini membuka pintu lalu bersembunyi dibalik pintu kecuali Mii, tetapi sekarang Mii duduk manis di sana. Dengan penasaran Ry menjulurkan kepalanya menengok siapa di balik pintu, dan yang dilihatnya hampir membuat jantungnya berhenti berdetak. Ruu!
"Ruu ngapain ngumpet di situ?" omel Ry setelah kagetnya hilang.
"Nunggu Ry," jawab Ruu dengan tampang tak berdosa.
Ry mengerjap beberapa kali mendengarnya. Ruu menunggunya, benarkah? Pendengarannya sedang tidak bermasalah, kan? Ry menatap Ruu heran.
"Ayo!" Ruu menarik tangan Ry menuju kamarnya. "Aku mau ngomong sama Ry," ucapnya.
Ry mengikuti Ruu dengan bingung. Kenapa Ruu mau berbicara dengannya? Tidak biasanya.
"Ruu mau ngomong apaan, sih?" tanya Ry setelah sampai di kamar Ruu. Dengan cuek gadis itu duduk di sisi tempat tidur Ruu.
Ruu menutup pintu, menguncinya kemudian duduk di depan Ry. Ditatapnya gadis mungil itu lembut.
"Ry, kok, jarang ke rumah?" tanya Ruu.
"Jarang?" potong Ry cepat sambil menatap Ruu kesal. Bagaimana tidak kesal, bertanya seperti ini saja masa harus di dalam kamar? Dasar Ruu kurang kerjaan atau apa? "Bukannya Ruu yang nggak ada terus? Aku sering ke sini kok, tanya aja Mii!" Ry cemberut.
"Masih marah, ya?" tanya Ruu tanpa memedulikan ucapan Ry.
"Ruu nggak denger, ya, aku ngomong tadi?" Ry makin kesal. Gadis itu mengentakkan kaki.
"Tapi, seenggaknya, kan, Ry bisa mampir ke Mobieus."
"Ngapain?" tanya Ry galak. "Biar aku bisa liat Ruu mesra-mesraan sama cewek lain lagi?" Ry menggigit bibir setelah menanyakan itu.
Ruu terdiam. Sedetik kemudian sudah dikecupnya bibir gadis itu, dilumatnya beberapa saat. Ry kaget, tapi dibiarkannya tanpa berniat membalas. Dia masih kesal pada Ruu.
"Sorry," ucap Ruu lirih setelah ciuman mereka berakhir. Digenggamnya tangan Ry erat.
Ry menatap Ruu heran. Alisnya terangkat sebelah. Tidak biasanya Ruu seperti ini, Ruu, kan, tidak semelankolis ini. Ruu memang romantis, tapi tidak seromantis sekarang, bahkan kadang-kadang menyebalkan. Namun sekarang, angin apa yang merasuki Ruu sampai dia bersikap ala-ala Romeo seperti ini.
"Waktu itu Gea datang sendiri. Kalo tau Ry mau datang aku bakalan nyuruh Gea pulang dan nggak kayak gitu," ucap Ruu.
"Kalo tau." Ry menggeleng mengusir sesak yang tiba-tiba menyeruak dengan tidak tahu dirinya. "Kalo nggak?"
Ruu diam lagi. Ditundukkannya kepalanya.
"Meskipun begitu, di belakang aku Ruu tetap ngeduain aku, kan? Bahkan lebih."
Ruu menatap Ry cepat. "Tapi yang aku sayang cuma Ry!" protesnya membela diri.
Ry memejamkan matanya. Apakah dia harus memercayai Ruu? Atau lebih percaya pada Rin? Entahlah, Ry tidak tahu. Yang diketahuinya cuma satu. Dia sangat menyayangi Ruu. Perlahan Ry membuka matanya. Dipeluknya pemuda itu.
"Aku sayang Ruu," bisik Ry lirih.
Ruu balas memeluk Ry erat. "Aku juga sayang Ry!"
Ruu menenggelamkan wajahnya diceruk leher Ry. Menghirup aroma yang dirindukannya. Dan berharap waktu berhenti saat ini, saat mereka bersama.
"Hii, Charlie's Angels!" seru seseorang.Ry, Rin, dan Mina berbalik."Tungguin dong!"Sie! Dikira siapa. Ketiga gadis itu melengos kesal kemudian kembali berjalan."Hei!" teriak Sie lagi sambil berlari kecil. "Kenapa, sih, kok, cuek banget?" tanya pemuda berlesung pipi itu setelah berada di dekat ketiga gadis berbeda karakter itu."Ngapain Sie teriak-teriak?" tanya Ry gusar.Sie melongo mendengarnya. Untung dia tidak tertabrak siswa lain atau jatuh karena dia berjalan mundur, menghadap ke arah Ry and the gank. Koridor dan kelas-kelas mulai ramai karena siswa-siswa yang mulai berdatangan."Tumben Sie masuk!" sindir Rin.Pemuda anggota klub basket itu diam. "Tapi kalo Sie masuk pasti ada sesuatu." Mina tersenyum.Sie nyengir. "Kok tau?" tanyanya bego."Kebiasaan jelek." Ry mengibaskan tangannya mengolok Sie. Sie menatap Ry sekilas. Lalu, ketika dia ingin berbicara bel tanda masuk kelas berbunyi.Ry dan sahabat-sahabatnya segera meninggalkan pemuda itu menuju kelas mereka masing-masing
Ry melongo mendengarnya. Apa maksud pemuda di depannya ini? Sungguh dia tidak mengerti dengan hal-hal yang dikatakan Shoun. Ry menggaruk kepalanya sambil sesekali melirik Sie yang lagi berebut bola orange dengan Rin di lapangan. Kedua orang itu saling bertaruh. Sie memang sudah masuk sekolah beberapa hari ini. Ry tidak menyangka kalau Sie menerima kekalahan dan memenuhi keinginannya untuk pemuda itu masuk sekolah. Rasanya aneh memang, tapi itulah kenyataannya. Seorang Sie Matsuzaka yang terkenal selain sebagai pangeran basket juga tukang bolos nomor satu di sekolah mereka, sekarang masuk sekolah dengan rutin. Hampir dua Minggu terakhir Sie tidak pernah bolos. "Ry ngerti nggak?" tanya Shoun mengakhiri ceramahnya.Ceramah? Tentu saja. Ry selalu mrnhanggap perkataan panjang lebar seperti perkataan Shoun tadi dan sejenisnya sebagai ceramah. Ry menggeleng polos. Gantian, sekarang Shoun yang menggaruk kepalanya."Shoun tau, kan, kalo aku nggak pintar sama yang kayak begituan, masih aja Sh
Suasana Mobieus yang ramai tidak membuat Ruu senang. Padahal biasanya pemuda tampan itu menyukai suasana seperti sekarang, karena dia akan memperoleh bonus yang cukup besar dari bosnya. Namun sekarang pemuda itu terlihat manyun, tidak ada sepotong senyum pun di bibirnya. Bahkan teguran para pengunjung hanya dijawabnya dengan anggukan kecil. Ruu mendesah, perasaannya kacau beberapa hari ini. Kepalanya menggeleng beberapa kali mengusir lamunan. Suara sekelompok anak yang baru memasuki Mobieus menarik perhatian Ruu. Suara yang nggak asing, pikirnya. Dialihkan tatapannya ke arah mereka. Sie, Rin, Mina dan.... Ruu nyaris tidak percaya pada penglihatannya, tetapi itu memang dia. Sosok mungil yang dirindukannya ada di antara mereka. Ry ada di sana bersama teman-temannya!Keempat makhluk itu memasuki kedai es krim berbarengan, kemudian berebut untuk duduk di salah satu meja yang terletak di pojok ruangan. Ruu buru-buru menghampiri empat sahabat itu sebelum pelayan lain mendekati mereka."Ry
Ry melangkah menuju meja teman-temannya setelah urusannya dengan Ruu sudah selesai. Ry perlu membujuk Ruu agar pemuda itu mau membiarkannya kembali bersama teman-temannya. Ry sempat cemberut dan merajuk. Bagaimana mungkin Ruu berpikir untuk bolos bekerja hari ini hanya untuk menemaninya agar dia percaya padanya? Ruu bego, dengus Ry kesal dalam hati."Gimana?" tanya Sie tidak sabar."Apanya?" Ry balas bertanya. Wajah polosnya pura-pura tidak tahu lantas menarik sebuah kursi ke meja Sie dan teman-teman lalu duduk dengan cueknya."Ry kok kaya gitu sih?" protes Rin."Kaya gitu apaan?" Ry mengerjap kemudian membelalak saat Rin mencubitnya. "Aww Rin. Sakit, Bego!" hardiknya.Rin melengos. "Biarin!" sungutnya. "Aktingnya receh sih."Gemas, Ry memukul pelan pergelangan Rin. Membuat gadis tomboy itu mendelik marah.Sie memutar bola mata bosan. Kebiasaan buruk Yamazuki bersaudara, pikir pemuda berlesung pipi itu. Dengan cepat Sie berdiri dari duduknya kemudian duduk di antara kakak-beradik yang
"Keiya!"Kapten tim baseball itu menghentikan langkah dan menoleh ke asal suara. Pemuda itu tersenyum begitu melihat Ry melambaikan tangan ke arahnya."Keiya, tungguin!" Ry berlari kecil sambil melambai ke arah teman-temannya. "Duluan!" ucapnya tanpa suara.Rin melengos melihatnya. "Huh!"Mina menoleh. "Kenapa?" tanyanya dengan alis berkerut."Sebel deh." Rin memantulkan bola basketnya di tanah. "Ry kayak playgirl gitu."Alis Mina berkerut. "Playgirl gimana?" tanyanya."Itu ...." Rin memonyongkan mulutnya. "Maksud aku gini lho, Mina. Ry itu kan udah punya pacar, tapi kok masih nempel aja sama Keiya?"Mina tertawa kecil. "Rin iri ya?""Iri apaan?" Rin makin sewot."Nggak boleh ngata-ngatain Ry kayak gitu. Lagian kan Ry bukan playgirl, Ry nggak pacaran sama Keiya kan?"Rin mengembuskan napas kasar. "Nggak bilang pacaran, cuman nempel!" ketusnya."Rin berantem lagi ya sama Sie?" tebak Mina asal. Bukan asal sih sebenarnya, sikap Rin sudah bisa ditebak. Kalau terlihat uring-uringan seperti
"Pulang sekolah kalian ke Mobieus nggak?"Ry yang sedang menyeruput softdrink berhenti. Menatap Rin dengan kening berkerut. Tumben, pikirnya."Maybe." Ry mengangkat bahu cuek."Mina?" Rin menatap gadis lembut itu meminta jawaban.Mina mengalihkan tatapan dari buku yang sejak tadi menjadi fokus matanya ke arah Rin."Rin mau ke Mobieus?" tanya Mina hati-hati. Gadis itu tahu kalau Rin sedang dalam keadaan hati yang kurang baik akhir-akhir ini. Dia tidak ingin menambah buruk suasana hati sahabatnya yang tomboi itu.Rin mengangkat bahu. "Nggak tau," jawabnya. "Pengen pergi sih, tapi ....""Tumben." Ry melirik adiknya yang sedang memutar-mutar bola basket. "Kemaren-kemaren diajak nggak mau."Rin menatap Ry sekilas kemudian berdiri meninggalkan kakak dan teman baiknya.*** "Eh itu Sie kan?" Mina menarik tangan Ry ketika gadis itu ingin melangkahkan kakinya memasuki Mobieus."Mana?" Ry celingak-celinguk mencari, membiarkan Rin masuk lebih dulu bersama Keiya dan Shoun."Itu!"
"Siapa, sih, cowok itu, murid baru, ya?"Hampir seluruh siswa SMU Banzare terutama para siswa perempuan yang melihat pemuda bertampang cool itu berkasak-kusuk ria seperti itu, karena mereka baru pertama kali melihat pemuda itu, karena memang pemuda itu siswa baru."Not bad," gumam Go Yatsuba, si siswa baru sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Dia sedang mengamati keadaan sekolah barunya. "Sekolahnya nggak jelek-jelek am....""Aww!" rintih seorang gadis yang tertabrak tubuhnya."Kamu buta ya?!" maki gadis itu galak. Mata bulatnya membelalak kesal. Bagaimana tidak kesal, gara-gara pemuda sinting yang celingukan bola basketnya terjatuh dan menggelinding agak jauh. Beruntung bola itu tidak menuruni tangga, kalau tidak dia pasti akan membunuh pemuda di depannya ini.Go terperangah melihatnya. "Manis banget," pikirnya."Sialan!" maki si gadis lagi, kali ini tambah judes. "Jalan tuh pake mata!" belalaknya galak. "Woyyy!!!""Hah???" Go tergagap. Gadis itu meneriakinya. "Ya-ya?""Dasar tolol
Ry dan Rin menoleh bersamaan ke arah Mina mendengar suara tarikan nafas sahabat cantik mereka itu."Sebel deh!"Ry dan Rin saling pandang kemudian sama-sama mengangkat bahu. Heran dengan kelakuan Mina. Tidak biasanya Mina cemberut.Ry mengernyit melihat muka Mina menekuk. Tumben, pikir gadis manja itu."Ada yang ditinggalin sendiri nih kayaknya." Rin menaik-turunkan alisnya menggoda Mina.Ry memukul tangan Rin gemas sambil melotot, kemudian melirik Mina yang makin cemberut.Kekesalan gadis lembut kapten klub drama itu beralasan. Sejak genk mereka memasuki Mobieus, Shoun, cowoknya asyik berkutat di arena game. Dia ditinggal sendirian."Rin usil banget sih!" belalak Ry gemas.Rin mengikik geli. "Mina jangan cemberut terus dong." Gadis penyuka olahraga basket itu makin menggoda sahabatnya. "Ntar keriput lho. Lagian kan Mina nggak sendiri."Ry mengangguk."Ada aku sama Ry, so enjoy aja. Kayak Ry." Rin menunjuk kakaknya menggunakan sendok es krim. "Ruu dari tadi sibuk ke sana-sini, trus K