Share

Saling Khawatir

Semua orang yang ada di sana menatap Cinta dengan perasaan iba, mereka mengira jika Cinta sedang menangisi pria yang tergeletak itu.

"Mbak, yang sabar ya."

Cinta melirik ibu-ibu itu dengan sengit. Sabar? Rasanya sudah lelah Cinta melakukan hal itu, dirinya kurang sabar apa lagi, kebahagiaannya telah direnggut oleh keluarga baru Ricko.

Cinta tak menjawab, dia kembali menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya. Cinta juga bingung kenapa bisa sesedih ini. Apakah dia merasa bersalah pada Sabda? Hanya hati Cinta yang bisa merasakannya.

"Cinta!"

Wanita itu langsung mendongakkan kepalanya, melihat siapa yang tengah memanggilnya. Pasalnya, wanita itu sangat mengenali siapa pemilik suara itu. Cinta melihat Sabda tengah berdiri tak jauh dari motornya.

Cinta langsung berdiri, berlari ke arah Sabda. Memukul dada pria itu dengan sedikit keras.

"Bodoh!" umpat Cinta.

Sabda mengerutkan keningnya, tidak paham apa yang Cinta maksud.

"Apanya yang bodoh?"

"Kamu!" Bentak Cinta. "Kenapa kamu tidak mengejarku, kenapa tidak membujukku? Apakah kamu menyerah dengan sikapku?" tanya Cinta menggebu.

Sabda terdiam, namun bibirnya tersenyum lebar. Cinta yang melihatnya pun semakin kesal.

"Kenapa diam saja, dan juga kenapa tersenyum. Apa saat ini kamu sedang mengejekku, huh?!"

Sabda menggeleng pelan, pria itu masih menyunggingkan senyumnya. Dirinya pun sama halnya seperti Cinta, Sabda mengkhawatirkan kondisi Cinta.

Ketika Sabda keluar dari toilet umum, pria itu sedikit heran karena banyak kerumunan orang-orang di dekat motornya. Dia agak terkejut karena melihat motor yang dia pakai tergeletak, Sabda sudah menduga jika ada yang kecelakaan, dan motor itu pun juga kena imbasnya. Ketika Sabda ingin membenarkan motornya, tanpa sengaja dia melihat motor Cinta juga ada di situ. Jantung pria itu berdetak kencang seraya menggumam tak jelas. Batinnya menepis kuat jika bukan Cinta yang terlibat kecelakaan itu.

Sabda bernapas lega ketika melihat Cinta baik-baik saja. Hanya saja, mengapa wanita itu menangis? Apakah Cinta terluka?

Pria itu pun memanggil nama Cinta dengan begitu keras, hingga tatapan mereka pun bertemu. Hati Sabda semakin tak karuan ketika melihat mata Cinta tampak sembap.

Sabda menggeleng pelan karena ternyata pikirannya salah. Cinta juga tengah mengkhawatirkannya.

'Apa ini? Jadi kita berdua sama-sama khawatir?' batin Sabda.

"Maaf, tiba-tiba saja tadi aku sakit perut, jadi ... aku memutuskan untuk singgah dulu ke toilet. Maaf jika aku tidak mengejarmu," ujar Sabda dengan sesal.

Cinta berkacak pinggang. Wanita itu menertawakan dirinya sendiri karena telah bertindak konyol. Ya Tuhan! Cinta pikir Sabda terluka sangat parah, sia-sia rasanya dia mengeluarkan air mata untuk Sabda. Pria itu bahkan terlihat baik-baik saja.

"Apa senyum-senyum!" bentak Cinta. "Nggak lucu ya."

"Tidak, aku tidak mengatakan kalau lucu. Baiklah, kita sekarang pulang. Hari sudah mulai malam. Wanita baik tidak mungkin keluar malam, kan?"

Cinta tertohok dengan kata-kata Sabda. Apakah itu artinya Sabda menganggapnya sebagai wanita liar? Dia pun tersenyum kecut.

"Terima kasih atas sindirannya, aku memang bukan wanita baik," jawab wanita itu dengan ketus.

Cinta melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Sabda yang tampak merasa bersalah.

"Kamu ngapain diam aja! Katanya tadi nyuruh aku pulang, kenapa diam terus di situ?"

Sabda buru-buru mendekati motornya. Namun, baru beberapa langkah Sabda berjalan, suara Cinta kembali melengking ditelinganya.

"Nggak usah naik motor itu, cepat ikut aku!"

Sabda menatap Cinta heran, walaupun begitu, pria itu tetap menuruti perintah Cinta.

"Kalau aku naik motor bareng kamu, lalu bagaimana dengan motor itu?"

"Biar aku yang urus, cepat naik!" perintah Cinta.

"Biar aku aja yang nyetir," sela Sabda.

"Tidak usah, nanti yang ada malah jatuh. Kamu, kan tidak terlalu bisa naik motor," ejek Cinta.

"Bukannya aku yang tidak bisa naik motor, tapi kamunya aja yang terlalu khawatir sama aku, kamu takut kejadian ini terulang lagi, kan?"

Skakmat! Cinta langsung bungkam. Apa yang dikatakan Sabda memang benar, dia takut kalau Sabda terjadi sesuatu.

'Kamu mikir apa sih, Cinta. Harusnya dia yang jaga kamu, bukan kamu yang jaga dia. Kenapa jadi terbalik,' keluh wanita itu dalam hati.

"Idih! Jadi cowok jangan Ge-er, siapa juga yang khawatir sama kamu, cepat naik!" perintah Cinta dengan galak.

"Iya," kata Sabda pasrah.

Motor pun melaju dengan kecepatan sedang. Entah mengapa, tiba-tiba saja Cinta memiliki ide untuk mengerjai Sabda. Wanita itu menambah kecepatan lajunya, membuat Sabda terlihat sangat panik.

"Cinta, jangan ngebut-ngebut," nasehat Sabda.

"Biar cepat sampai," jawabnya cuek.

Semakin lama motor itu semakin laju, hingga secara tak sadar, Sabda memeluk pinggang Cinta. Wanita itu terkesiap, laju motornya pun dia perlambat.

"Ish! Apaan sih pegang-pegang. Lepas nggak!"

"Makanya jangan ngebut-ngebut, sekarang kamu turun, biar aku aja yang nyetir," perintah Sabda.

Cinta menggeleng tegas. "Tidak! Asal kamu tahu, Sabda. Ini adalah makanan sehari-hariku, jadi kamu tidak perlu takut jatuh."

"Aku tahu kalau kamu itu hebat. Walaupun demikian, tetap saja kita tidak tahu nasib apa yang akan menimpa diri kita selanjutnya. Cinta, kamu itu wanita, tidak pantas jika melakukan seperti ini. Apakah kamu tidak memikirkan betapa kecewanya bundamu di sana melihat kondisi anaknya seperti ini? Tidak, Cinta. Aku yakin pasti dia akan terluka."

Cinta tampak diam saja, akan tetapi tangannya mengepal kuat, jika berkaitan dengan bundanya, hatinya selalu tersentil.

Sabda menghela napas ketika melihat Cinta diam saja. Pria itu memegang tangan Cinta dengan pelan.

"Kita pulang ya," ajak Sabda.

Cinta menatap mata Sabda, pun sama halnya seperti Sabda. Tatapan mereka bertemu cukup lama, hingga lebih dulu Cinta memutuskan kontak mata tersebut.

"Ya," jawab wanita itu lirih.

Kali ini Sabda yang menyetir, Cinta melihat punggung Sabda yang begitu tegap. Wanita itu membayangkan bagaimana rasanya jika kepalanya dia sandarkan dipunggung itu, apakah akan terasa nyaman.

Cinta memejamkan matanya, tangannya memeluk pinggang Sabda dengan erat, serta kepalanya dia rebahkan dipunggung Sabda. Nyaman, rasanya sungguh sangat nyaman. Cinta tersenyum kecil ketika merasakan tubuh Sabda menegang.

"Maaf, Sabda. Aku tahu kalau ini sangat lancang. Tapi ... izinkan aku seperti ini, aku janji tidak akan lama."

Sabda tak menjawab, pria itu malah membalas dengan memegang tangan Cinta. Diusapnya tangan itu dengan penuh kasih sayang, seolah-olah mengatakan jika Sabda selalu ada di sampingnya.

Satu tangan Sabda digunakan untuk menyetir, satu tangannya lagi untuk memegang tangan Cinta. 

Cinta sangat menikmati momen itu, rasanya ingin memperlambat waktu, karena enggan untuk menyudahi momen ini. Namun sayangnya, saat ini mereka berdua telah berada di pelataran rumah Cinta.

Wanita itu menghela napas, turun dari motor dengan rasa malas. Ketika ingin masuk, mata Cinta tak sengaja melihat seorang pria yang sangat dia kenali bersama dengan kakak tirinya. Cinta mengerutkan keningnya heran.

"Farel, kamu ngapain ada di sini? Bukankah tadi aku bilang kalau aku tidak ada di rumah?"

Farel dan Kezia langsung menoleh ke arah Cinta. Cinta dapat melihat raut wajah terkejut dari mereka berdua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status