Share

Hampir Saja

Setelah pembicaraan mereka kemarin, sifat Cinta kembali dingin. Sabda sangat menyesali perbuatannya karena telah bertindak gegabah. Dirinya terlalu terburu-buru untuk mengambil keputusan, dan berakibat fatal seperti ini.

Cinta kembali menjaga jarak padanya, walaupun mereka tengah jalan berdua, Cinta selalu diam seribu bahasa. Jujur saja, Sabda tidak nyaman dengan situasi seperti ini.

Lebih baik mendengar kecerewetan Cinta, daripada mendapatkan tatapan Cinta yang begitu dingin.

"Apa kamu sudah berhasil?" tanya Ricko.

Sabda menggeleng lemah, membuat Ricko menghela napas panjang. 

"Selama Cinta tidak lepas dengan laki-laki berandalan itu, sifat Cinta tidak akan berubah," keluh Ricko.

Sabda menatap Ricko cukup lama, pria itu tampak ingin berbicara hal penting, namun diurungkannya. 

Entah mengapa hatinya malah senang jika kekasih Cinta dekat dengan Kezia.

"Satu-satunya cara untuk merubah sifat Cinta lebih baik adalah dengan cara memisahkan mereka berdua," imbuh Ricko lagi.

Lagi-lagi Sabda menatap Ricko, dirinya mempunyai firasat yang tidak beres. Sabda yakin jika dia akan terlibat dengan urusan itu.

"Apakah itu harus?" tanya Sabda ragu.

Ricko mengangguk mantap. "Iya, harus!"

"Caranya?"

Ricko terdiam cukup lama, pria paruh baya itu tampak berpikir keras, tak lama kemudian senyum tipis terbit dibibirnya. Senyuman Ricko membuat Sabda semakin cemas.

'Semoga saja tidak mengecewakan,' batin pria itu.

"Buatlah hubungan mereka berakhir, dengan cara kamu berpacaran dengan Cinta. Bilang pada pria berandalan itu kalau kalian telah dijodohkan, dan sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan," kata Ricko dengan senyum menyeringai.

Mata Sabda membulat, pria itu menggeleng tegas.

"Nggak, Om. Aku nggak bisa ngelakuin hal itu. Sama saja aku mempermainkan perasaan Cinta," tolak Sabda.

Ricko mendengkus, tak terima dengan penolakan Sabda.

"Kenapa? Aku akan membayarmu lebih mahal jika kamu berhasil dengan rencanaku kali ini."

"Tidak bisa, Om! Mau sebesar apapun nominal uang itu, tetap saja aku menolak. Ini masalah hati, Om. Cinta tak bisa dipaksakan, jadi tolong mengertilah. Apakah Om juga tidak berpikir bagaimana dengan perasaan Cinta? Sama saja Om mempermainkan perasaannya. Maaf, Om. Sekali lagi aku tegaskan aku menolak saran dari Om, aku akan berusaha semampuku untuk menjaga Cinta. Hanya saja aku minta waktu lebih lama lagi untuk meluluhkan hatinya," terang Sabda.

Meskipun sejujurnya dia ingin sekali menyetujui permintaan Ricko, tapi lagi-lagi akal sehat menyadarkannya agar tidak bertindak curang. Biarlah Sabda menjalankan misinya dengan caranya sendiri, Sabda yakin perlahan Cinta akan luluh padanya.

"Oke, aku beri kamu waktu satu bulan, jika gagal, maka ikuti saja saran dariku," putus Ricko.

Sabda mengangguk paham, dia akan pergunakan satu bulan itu dengan sungguh-sungguh.

"Dan satu lagi, jika kamu berhasil membuat Cinta ke jalan yang baik, kamu akan aku nikahkan dengan anakku."

***

Cinta termenung di dalam kamarnya. Ingatannya seketika terlempar pada kejadian tadi.

Sabda mengatakan jika dia rindu Cinta yang dulu. Tiba-tiba saja wanita itu tersenyum miris ketika mengingat apa yang Sabda lontarkan.

Cinta juga ingin menjadi pribadi seperti dulu, namun keadaanlah yang menuntunnya seperti ini. Jika saja bundanya masih hidup, dan jika saja ayahnya tak memutuskan untuk menikah lagi, maka sifat Cinta yang dulu akan selalu melekat ditubuhnya.

Kini wanita itu tengah berdiri di depan foto-foto yang terpajang di kamarnya.

Cinta tersenyum tipis ketika melihat dirinya dipeluk oleh bunda dan ayahnya. Matanya kemudian beralih ke samping, lagi-lagi senyum Cinta mengembang ketika melihat ayahnya menggendong Cinta waktu kecil.

Cinta menghela napas panjang, kepala wanita itu menunduk untuk mengingatkan dirinya sendiri, bahwa apa yang saat ini tengah dia harapkan tidak akan bisa terulang lagi. Bundanya telah tenang di alam sana, disusul dengan kebahagiaan ayahnya bersama keluarga barunya.

Hidup Cinta terasa hampa. Cinta kembali menoleh ke foto selanjutnya, foto seorang gadis cantik yang tengah tersenyum manis bersama laki-laki berkacamata dengan senyum tipisnya, membuat Cinta kembali tersenyum lebar.

Cinta meraba foto itu dengan perasaan tenang.

"Hei pria culun! Kenapa kamu datang lagi kehidupanku. Apa saat ini kamu sedang menertawakan diriku yang malang ini? Kamu ingin balas dendam karena dulu aku sering jahil padamu, ya?" tanya Cinta sambil tertawa pelan. "Sabda Pramudya," lanjut wanita itu dengan suara lirih.

***

"Kamu mau kemana?" tanya Sabda.

Ini sudah ke sekian kalinya Sabda bertanya, tapi tak direspon oleh Cinta, membuat Sabda menghela napas berat.

"Balapan," jawab Cinta pada akhirnya.

Cinta melihat Sabda terdiam cukup lama, kesempatan itu tak disia-siakan oleh Cinta, dengan cepat wanita itu merebut kunci motor yang dipegang oleh Sabda. Lalu, menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi.

Sabda mengumpat ketika melihat Cinta berhasil mengecohnya. Ini bukan salah Cinta, melainkan dirinya sendiri karena kecerobohannya.

Pria itu bergegas mengambil motornya, menyusul Cinta yang saat ini telah hilang dari pandangan dia.

Cinta ingin balapan? Tidak! Sabda tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Sabda melihat siluet Cinta dari kejauhan, pria itu pun menambah kecepatannya. Kali ini mereka berdua telah jalan bersisian. Cinta menatap Sabda dengan tajam.

"Kamu pulang saja, tidak usah mencampuri urusanku!" bentak Cinta.

"Aku akan pulang jika kamu juga pulang," jawab pria itu tenang.

Cinta memutar bola matanya malas, dia kembali menambah kecepatan lajunya, begitu pula dengan Sabda. Saat ini mereka saling kejar-kejaran.

Cinta mendengkus keras karena Sabda tak pernah menyerah untuk membujuknya. Lagi dan lagi Cinta menambah kecepatan lajunya, wanita itu tersenyum puas karena Sabda tertinggal jauh darinya.

'Huft, hampir aja mempunyai saingan berat,' batin Cinta.

Cinta kembali menoleh ke arah belakang, dia tidak melihat tanda-tanda Sabda sedang mengikutinya.

"Apakah dia menyerah? Cih! Cemen sekali," cibir wanita itu.

Namun sayangnya, otaknya tak sejalan dengan hatinya. Sabda yang dia kenal tidak seperti itu, Cinta sangat mengenal bagaimana pribadi Sabda. Pria itu pantang menyerah, tiba-tiba saja Cinta berpikir yang tidak-tidak.

Wanita itu sengaja menurunkan laju motornya. Semua itu dia lakukan untuk menunggu Sabda. Sudah sepuluh menit Cinta menanti kemunculan pria itu, tetap saja tidak ada tanda-tanda Sabda muncul.

Tanpa berpikir panjang, wanita itu langsung kembali memutar arah. Menyusul Sabda untuk memaki pria itu kenapa tidak lagi mengejarnya. 

Cinta melihat ada segerombolan orang-orang di jalanan itu. Pikiran Cinta semakin kalut, dia menuju ke arah gerombolan itu, hatinya berdoa semoga saja apa yang sedang dia pikirkan tidak terjadi.

Namun sayangnya, mata Cinta tak sengaja melihat motor yang Sabda pakai tergeletak di jalanan. Cinta langsung turun dari motornya tanpa memedulikan motor itu jatuh atau tidak.

Wanita itu berlari dengan cepat, mencoba masuk dari kerumunan orang-orang itu. Dirinya melihat ada seorang pria yang tengah tergeletak, membuat Cinta semakin panik. Dia mencari-cari keberadaan Sabda, akan tetapi Sabda tidak ada di sana.

"Sabda! Kamu di mana, hah?! Jangan membuatku khawatir, sialan!" bentak Cinta, tanpa sadar air mata wanita itu menetes.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status