Share

SUNGAI ARTHUR

“Tunggu sebentar,” Klevance mengerutkan keningnya. “Ini—!” Matanya menangkap keberadaan sebuah lencana yang membuat rambut di tengkuknya berdiri. “Legiun Isthara ….”

Bagaimana bisa pasukan elite Bangsa Kahyangan menjadi bagian dari tubuh yang berjatuhan ini?!

“Ada yang tidak beres,” batin Klevance. Manik biru-kehijauannya sekali lagi menyapu pemandangan di hadapannya. “Satu tim patroli Legiun Ishtara umumnya hanya terdiri dari lima orang, tak pernah kulihat pasukan berjumlah besar seperti ini!” Tenggorokan Klevance tercekat, dirinya merasa mual seiring kecemasan menyelimuti dirinya.

Pikirannya semakin kemana-mana dan tidak fokus. Klevance bingung harus berbuat apa saat ini. Tidak mungkin untuknya melapor ke kerajaan sekarang.

“Siapa yang bisa melakukan ini pada sekelompok Legiun Isthara? Bangsa Kegelapan kah? Tapi mengapa kaum Ayah menyerang kaum Ibu? Apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua bangsa itu selama aku di asingkan di luar Benua Isthara? Apa mereka sedang merencanakan perang antar bangsa? Bukankah hubungan Ibu dan Ayah selalu baik-baik saja selama ini?” gumam Klevance perlahan. Pikiran itu membuat sekujur tubuh Klevance tegang.

Banyak sekali pertanyaan yang terbesit di dalam benaknya. Dia menajamkan pandangan, berusaha mencari tanda-tanda Kabut Gelap ciri khas Bangsa Kegelapan di sekitarnya untuk memastikan bahwa ini semua benar hasil penyerangan dari Bangsa Kegelapan. Namun hutan tampak lengang. Tidak ada tanda keberadaan Kabut Gelap, apalagi Darker---salah satu makhluk penghuni Bangsa Kegelapan---yang lahir dan hidup di dalam kabut.

Klevance menggeleng lemah untuk mengusir kekhawatirannya. Bagaimanapun, Darker tidak akan meninggalkan luka tusuk pada tubuh mangsanya. Bekas luka tusuk di tubuh para mayat yang tergeletak ini baik pada tubuh mayat manusia ataupun mayat kaum Bangsa Kahyangan dan Half-Angel membuktikan bahwa bukan Darker yang melakukan ini semua.

“Aku tidak punya petunjuk apapun mengenai kejadian ini, sungguh menyebalkan!” ujarnya sedikit kesal dan frustrasi.

Klevance berlutut dan memeriksa salah satu jenazah. Salah satu tubuh Half-Angel itu belum terasa kaku. Kaum Half-Angel; setengah Bidadari atau Bidadara dan setengah Manusia. Makhluk buangan hasil perkawinan Bidadari atau Bidadara dengan Bangsa Manusia. Kaum Half-Angel hanya memiliki sepasang sayap kecil berwarna putih dan tidak bisa digunakan untuk terbang, seperti senormalnya fungsi sayap pada kaum Bangsa Kahyangan.

Artinya, kematiannya belum lama berselang, mungkin sekitar dini hari saat Klevance sedang menempuh perjalanan dari tempat pengasingan dan hampir sampai menuju perbatasan Hutan Aurora.

Jadi siapapun yang melakukannya masih ada di sekitar sini. Saat itulah perasaan tidak nyaman kembali menggeliat di perut Klevance, seolah ada orang yang sedang mengawasinya sekarang.

Dia baru hendak meraih pedang yang menggantung di punggung nya ketika merasakan seseorang bergerak di belakangnya. Bersama dengan itu, rasa dingin benda yang bernama logam menyentuhnya. Sontak dia melirik. Sebilah belati kecil tipis berlumuran darah menodong lehernya. Klevance menahan napas.

Terdengar desah napas berat dari arah punggungnya Klevance. Napas seorang pria. “Jangan berteriak atau kau akan mati…” Pria itu berkata dalam bahasa Bangsa Kegelapan, yang untungnya Klevance pahami.

Klevance mencoba mengatur napasnya, berusaha tidak menunjukkan rasa takut saat ujung belati kecil itu menelusuri lehernya dan berhenti saat menyusuri tepian sayap Klevance, dan dalam satu sentakan menggores salah satu sayapnya.

Klevance meringis kesakitan saat ujung belati kecil itu menggores cukup dalam salah satu sayapnya. Klevance merasakan embusan napas berat diiringi desah lega pria itu saat sayapnya mengeluarkan darah berupa aura hitam yang menguar. “Kau bukan … kau bukan salah satu dari mereka,” kata Pria itu, “Berbaliklah.”

Klevance mengernyit dan berbalik perlahan. Tepat di belakangnya, ada seorang kaum Bangsa Kegelapan, Lucifer. Lucifer itu sedang dalam wujud manusianya, rambut ikalnya yang bewarna hitam pekat tergerai menutupi sebagian wajahnya, sementara mata amber-nya menatap Klevance dengan tajam.

“Apa maumu?!” tanya Klevance dengan intonasi yang sama sekali tidak ramah kepada pria yang ada di hadapannya ini.

Dia jelas bukan prajurit atau pasukan elite Bangsa Kahyangan. Bajunya adalah baju Bangsa Kegelapan yang lengkap seperti ingin berperang.

Klevance menyadari pada baju tersebut banyak terdapat sayatan yang menembus ke tubuhnya dan di sekujur tubuh pria itu dipenuhi goresan yang masih mengucurkan darah. Pria itu nyaris tak mampu lagi berdiri. Tubuhnya gontai, berdirinya pun limbung, tapi kewaspadaan penuh tampak dari ketegangan otot-ototnya.

Dia mengarahkan tinjunya tepat di hadapan Klevance. Sepasang cakar besi khusus Bangsa Kegelapan yang menghitam karena darah dan menyerupai pisau tipis menyembul dari punggung sarung tangannya. Dia menghunuskannya tepat di leher Klevance.

“Siapa kau? Dan kenapa kau berkeliaran di wilayah yang bukan area bangsamu?” Klevance memberanikan diri bertanya kembali. Tapi pria itu tidak menjawab. Dia tiba-tiba saja roboh ke depan dan jatuh menimpa Klevance. Hanya karena gadis berdarah campuran itu memiliki kegesitan diatas rata-rata dan dengan cepat menjatuhkan kotak yang masih ada di genggamannya yang membuat Klevance berhasil menahan tubuh pria itu sebelum menghantam tanah---dengan sekuat tenaga dan susah payah tentunya.

Klevance menemukan luka lain di bagian belakang punggung pria itu. Luka menganga yang mengeluarkan banyak darah. Saat itulah Klevance menyadari satu hal; hidup mati pria ini ada di tangannya…

“Sialan, kenapa aku harus berakhir dengan menolong pria asing yang sadis ini?!” desisnya kesal dan sedikit tidak terima.

Klevance mengembuskan napas keras-keras, berusaha menahan rasa sakit akibat salah satu sayapnya yang tergores cukup dalam karena pria itu. Lututnya gemetar saking lelahnya, tapi dia terus melangkah.

Sungguh bukan pekerjaan sepele berjalan sambil membopong seorang pria kembali ke Irish. Dia sampai harus meninggalkan senjata kesayangannya dan juga kotak misterius itu di hutan karena dia sedang tidak memakai tempat penyimpanan sihirnya. Untung hutan itu sudah seperti halaman belakang rumahnya. Klevance punya banyak tempat persembunyian di Hutan Aurora untuk meninggalkan barang-barangnya dengan aman.

Pria yang tidak sadarkan diri di punggungnya memang tidak seberapa tinggi dan kekar, tetapi tetap saja berat untuk membopong seorang pria bagi seorang gadis muda. Apalagi dia tidak bisa terbang dengan menggunakan sayapnya yang sedang terluka.

Tidak mudah bagi gadis berbadan mungil seperti dirinya membopong seorang pria melintasi hutan, apalagi yang sekujur tubuhnya terdapat banyak luka dalam. Klevance harus berhati-hati agar tidak membuat lukanya semakin dalam.

“Sangat merepotkan sekali, dirimu Tuan!” gerutunya lagi.

Klevance bisa saja meninggalkan pria ini di tepi Sungai Arthur yang berada di Hutan Aurora dan melanjutkan perjalanannya sendiri ke Irish, Ibukota Bangsa Kahyangan. Tapi dia khawatir bau darah akan memancing hewan buas, atau yang lebih parah, Darker dan Harpies.

Akan kuberitahu apa itu makhluk Harpies dalam Benua Isthara.

Harpies adalah monster wanita yang mirip dengan burung namun dengan wajah manusia. Makhluk yang dulunya roh angin ini membawa orang-orang jahat ke tempat sekitar mereka dan memakan mayat. Harpies juga suka mencuri tubuh orang mati, menyebarkan bau busuk dan meracuni makanan di desa-desa yang dilewatinya.

Jadi mau tidak mau, Klevance harus memanggul Lucifer tersebut kembali ke Ibukota.

Klevance menggigit bibirnya gemas. Kenapa dia harus mengalami nasib sesial ini; menemukan puluhan mayat kaum Bangsa ibunya, Bangsa Manusia, hingga mayat Half-Angel serta seorang pria yang sedang meregang nyawa yang juga melukai sayapnya, semuanya bahkan sebelum fajar tiba dirinya sudah sangat sial.

“Tahu begini, aku akan memilih untuk tetap berada di tempat pengasingan lebih lama dan tidak kembali mengunjungi ibu sekarang!” desisnya kesal.

Tapi apa boleh buat. Klevance sudah ‘tercebur’ ke dalam masalah, jadi mungkin lebih baik menyelam saja sekalian. Dia sudah memberi pertolongan pertama, menggunakan obat-obatan yang selalu dibawanya setiap saat.

Tapi obat-obatan ini semua tidaklah cukup. Dia membutuhkan bantuan dari Dewi Aegle untuk menyembuhkan luka dalam pria ini. Dewi Aegle dan para Healer---bidadari penyembuh Bangsa Kahyangan---akan lebih tau bagaimana harus merawat seorang pria terluka seperti ini.

-Bersambung-

chasalla16

*Note* Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan. Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^ Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^ Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^ Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^ Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 2 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^ Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^ Salam hangat Chasalla16

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status