“Klevance, sialan! Kau selalu saja mengacaukan rencanaku! Mengapa kau harus kembali disaat-saat aku sedang melancarkan serangan?!” decak seorang pria dari kejauahan yang melihat Klevance sedang menyelamatkan sosok Lucifer di Hutan Aurora tersebut.
Pria misterius itu memiliki postur tubuh besar dan kekar. Dirinya diselimuti jubah hitam yang membuat siapapun tidak bisa melihatnya dan mengetahui identitas asli pria misterius tersebut.
Kini, amarah dari pria misterius itu sangatlah terasa. Aura hitam memenuhi sekujur tubuhnya. “Aku memang akan membunuhmu cepat atau lambat, Klevance. Namun, sikapmu yang selalu naif seperti itu membuatku ingin membunuhmu sekarang juga! Tapi sepertinya kau masih beruntung karena hingga detik ini, aku belum berhasil mendapatkan ‘kekuatan’ itu sepenuhnya!” Pria itu berkata dengan penuh hasrat membunuh dan mengancam.
Setelah berkata seperti itu dari kejauhan, pria misterius tersebut segera pergi meninggalkan Klevance dan Lucifer di Hutan Aurora.
***
Tak lama kemudian, seberkas sinar lembayung dari kaki langit mulai memberikan cahaya remang-remang. Klevance menghela napas lega saat melihat hamparan dinding kristal yang dilapisi beberapa lapisan sihir Bangsa Kahyangan mencuat dari sela-sela rerimbunan Hutan Aurora. Itu adalah dinding pembatas yang mengitari Irish.
Dia sudah hampir sampai. Klevance bahkan bisa melihat gerbang Ibukota Bangsa Kahyangan dari tempatnya berdiri. Seperti biasa, tempat itu dipenuhi para Nymph yang sedang sibuk menjalankan aktivitas pagi mereka sesuai dengan keahlian sihir dan bidang mereka.
Mendadak sebersit keraguan muncul dalam benak Klevance. Apa aku akan berjalan masuk begitu saja dengan membopong seorang Lucifer dari Bangsa Kahyangan? Desisnya dalam hati.
“Bagus, Klevance. Sepertinya kau menjadi bodoh dan kurang peka terhadap situasi sekarang!” gumamnya pelan, mengolok-olok dirinya sendiri.
Klevance merasa begitu bodoh baru memikirkannya sekarang saat dirinya sudah mau sampai di Ibukota Irish. Tentu saja dia tidak bisa masuk begitu saja. Dia bahkan belum tahu situasi yang sedang terjadi antar kedua bangsa saat ini.
Dia tidak berani membayangkan kehebohan yang akan melanda Ibukota Irish seandainya penduduk kota melihat Putri pewaris kerajaan Bangsa Kahyangan yang baru saja kembali dari tempat pengasingannya, membopong seorang pria dari kaum Bangsa Kegelapan ini.
Tidak, bukan sekadar kehebohan, tapi kekacauan. Orang-orang akan bertanya-tanya, dan Klevance akan harus menceritakan tentang para mayat; Bidadara serta Bidadari Penjaga Sungai Arthur, elite, Manusia, hingga Half-Angel. Lalu kepanikan akan menyebar dan memperparah keadaan saat ini.
Kericuhan yang ditimbulkan bisa mengakibatkan tertundanya perawatan untuk pria ini dan bahkan hanya akan menyulut kemarahan para penduduk kota saja. Padahal saat ini pun kondisinya sudah sangat parah, pria itu bisa kehilangan nyawanya setiap saat. Klevance tahu dia tidak bisa pulang, tidak dengan keadaan seperti ini.
Dia mendesah berat. “Baiklah, sepertinya memang tidak ada jalan lain selain kembali ke hutan dan mempersiapkan beberapa peralatan.”
Dia segera menjauhi gerbang kota, berbelok, lalu bersembunyi di balik kerumunan semak-semak belukar yang mencuat cukup tinggi. Kalau ingin menyelamatkan pria ini, Klevance harus langsung membawanya pada Dewi Aegle dan para Healer. Dengan kata lain, menyelundupkannya ke dalam kota, tanpa diketahui siapa pun.
Sekali lagi Klevance bersyukur karena sudah sangat mengenal hutan di sekitar Ibukota Irish. Dia ingat menyimpan sebuah gerobak dorong tak jauh dari sini saat dirinya masih kecil. Sebuah gerobak yang dia buat sendiri bersama Dewi Hylla, Dewi pepohonan di Bangsa Kahyangan.
Ukurannya cukup besar, awalnya Klevance berencana untuk menggunakannya mencari tanaman di Hutan Aurora atau untuk sekadar mengambil buah-buahan kesukaannya. Tapi sekarang gerobak itu cocok dan berfungsi untuk menyelundupkan seorang Lucifer ke dalam kotanya.
Klevance terus berjalan di antara semak-semak belukar sampai menemukan celah yang tersembunyi oleh tanaman rambat. Dia membaringkan pria itu perlahan-lahan di depan sebuah pohon Beringin dan masuk ke dalam celah.
Bagian dalam celah itu bagai gudang persediaan kecil bagi Klevance. Selain gerobak, ada juga persediaan anak panah, busur anak panah, tali, pedang, bahkan kain tenda. Klevance menarik gerobaknya keluar dan menyambar secarik kain tebal berwarna hitam agar tidak terlalu mencolok. Dengan penuh kehati-hatian, Klevance membaringkan tubuh pria itu di atas gerobak, menyelimuti seluruh tubuhnya, dan memulai perjalanannya kembali memasuki Ibukota.
***
Irish, Ibukota Bangsa Kahyangan yang sangat luas dan ramai penduduk. Tersembunyi bagaikan harta karun permata di tengah rimbunnya Hutan Aurora, Irish merupakan tempat para bangsawan dan penduduk Bangsa Kahyangan yang memiliki bakat dan kekuasaan yang besar.
Karena di bangun di perbatasan terdalam Hutan Aurora, seringkali Kota Irish tidak dapat ditemukan oleh para Manusia karena lokasinya yang tersembunyi dan juga dilapisi oleh berbagai macam sihir yang tidak mudah ditembus pada gerbang kotanya.
Klevance melangkah dengan tenang. Dia menegakkan punggungnya dan menutupi sayap nya yang terluka sambil mendorong gerobak kayunya memasuki gerbang kota, berusaha terlihat sewajar mungkin agar para Nymph dan para bangsawan Bangsa Kahyangan tidak curiga.
Irish memiliki sistem militernya sendiri. Jadi keamanan di Ibukota sangatlah ketat dan terjamin sehingga membuat semua barang yang keluar-masuk dari kota Irish harus lulus pengecekan para Nymph atau Bidadara yang sedang berjaga di perbatasan kota ini.
Ibunya, Ratu Bangsa Kahyangan, membentuk satuan penjaga keamaanan yang terdiri dari berbagai macam ras yang ada di Bangsa Kahyangan---dan tentu mereka semua sangat berbakat dan kuat. Ibunya menamai satuan penjaga tersebut dengan nama ‘Kabeiri’, yang diambil dari nama Dewa yang menjaga misteri Pulau Lemnos dan Samothrace.
Walau namanya terdengar aneh, Klevance tahu mereka sama sekali tidak bisa dipandang remeh dan dengan sebelah mata. Penjaga kota umumnya terdiri dari ras Nymph dan Bidadari atau Bidadara dan ras lainnya yang memiliki sihir yang kuat. Meski tidak berseragam seperti para elite yang mati terbunuh di tepi Sungai Arthur, kemampuan mereka tetap sama bahkan lebih kuat.
Salah satu Nymph menyapanya. “Selamat datang kembali Putri Klevance, selamat pagi. Jika aku boleh tahu kau membawa apa dalam gerobak dorong itu, Tuan Putri? Apa Tuan Putri butuh bantuan untuk mendorong gerobak tersebut hingga ke Istana Lismore?” Dia melirik gerobak dorong Klevance.
“Seperti biasa, aku memburu seekor rusa yang cukup besar saat berada di Hutan Aurora dan memetik sedikit buah-buahan kesukaanku,” kilah Klevance. “Aku tidak punya waktu dan terlalu repot untuk mengulitinya di hutan, jadi kubawa pulang saja. Oh iya, aku tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk saat ini.”
Si penjaga mengangguk dan mencatat di secarik perkamen. “Akan kutambahkan ke dalam riwayat barang buruan yang masuk ke dalam Ibukota, berhati-hatilah dalam mengulitinya nanti. Jika kau kesulitan kau bisa menyuruh para pelayan di kediaman Ratu untuk membantumu, Tuan Putri.”
“Ya, baiklah, tentu saja. Terimakasih,” sahut Klevance.
“Sampaikan salam hamba kepada Ratu ya, Tuan Putri,” kata si Nymph Penjaga saat Klevance hendak meninggalkan gerbang. “Aku juga ingin meminta tolong kepada Putri Klevance jika berkenan untuk menyampaikan ucapan selamat hamba kepada Ratu atas kepulangan Tuan Putri, semoga hari Tuan Putri menyenangkan, semoga Dewa dan Dewi Bangsa Kahyangan selalu melindungi dan menyertai Tuan Putri.”
Keduanya saling tersenyum dan saling menghormati satu sama lain. “Baiklah, akan kusampaikan semua titipan salam dan ucapan selamatmu pada Ibu setibanya aku di Istana Lismore. Terimakasih banyak atas semua ucapan baikmu.”
Si Nymph Penjaga itu kegirangan setelah Klevance mengiyakan permintaannya. Klevance segera masuk ke kota. Dia mengembuskan napas lega sebelum melintasi jalan utama kota yang dilapisi batu permata kembali.
-Bersambung-
*Note* Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan. Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^ Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^ Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^^ Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^ Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 3 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^ Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^ Salam hangat Chasalla16
"Jadi kau benar-benar putri tersebut! Pantas saja kau sangat berani juga sedikit tidak tahu sopan santun dengan seorang Dewi. Sudah lama tidak berjumpa, Putri Klevance.""Apa kau mengenalku?" Klevance memasang raut wajah bingung dengan pernyataan sang dewi yang seperti sudah mengenalnya sejak lama."Tentu saja aku mengenalmu. Kau adalah Putri pewaris tahta Bangsa Kahyangan. Tidak ada dewi atau pun dewa yang tidak mengenalmu.""Tapi kau tidak mengenalku di awal dan baru mengetahuiku saat aku memperkenalkan diri beberapa saat yang lalu!" sindir Klevance."Ya, tentu saja! Wajahmu sedikit berubah jika dibandingkan dengan dirimu waktu kecil. Aku bahkan tidak bisa mengenalimu sebelumnya."Klevance mengembuskan desah napas berat mendengar pernyataan sang dewi penjaga yang kini seperti seorang teman dekat yang telah lama tidak berjumpa satu sama lain.'Tetap fokus, Hitam. Waktu kita tidak tersisa banyak. Ingatlah bahwa Lucifer masih belum kau ke
"Selamat datang di duniaku. Kau bukanlah Baginda Ratu Larissa. Siapa kau? Mengapa memasuki dunia simbol yang bukan kawasanmu?" ujar seorang Dewi penjaga dunia simbol kepada Klevance.Klevance mengedarkan pandangannya dan mencari-cari dari mana asal suara yang sedang mengajaknya berbicara tersebut. Namun dia tidak dapat menemukan kehadiran siapapun di dalam dunia simbol tersebut. Dia hanya bisa melihat cahaya putih yang tak berujung di dalam dunia simbol tersebut. Sepi dan sunyi seperti tidak ada kehidupan apapun.Ya, tak heran, bukan. Dunia simbol adalah pertahanan terakhir dari sistem keamanan gerbang belakang Istana Lismore yang jarang dikunjungi oleh siapapun. Tentu saja tidak ada kehidupan di dalam dunia tersebut selain dewi penghuninya."Siapa kau? Kenapa aku tidak bisa melihatmu?" tanya Klevance pada akhirnya karena dia tidak dapat menemukan orang yang mengajaknya berbicara."Tentu saja kau tidak bisa melihatku. Hanya Ratu Larissa yang dapa melihat kehadira
Bunyi kicauan burung yang begitu nyaring menandakan hari sudah kembali pagi dalam pergantian waktu di Bangsa Kahyangan. Namun sinar matahari masih terlihat begitu redup dan juga belum menampakkan diri serta keluar dari tempat persembunyian nya. Klevance terlihat tengah menyelinap untuk keluar dari kediaman sang ratu. Dia dengan sangat hati-hati melangkah perlahan menuju gerbang belakang Istana Lismore. Di mana pada gerbang belakang tersebut tidak ada satu pun bawahan sang ratu yang berjaga. Gerbang belakang Istana Lismore adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi oleh sang ratu sehingga keamanan di sana jauh dari kata ketat. Dengan melewati gerbang belakang tersebut memudahkan Klevance untuk keluar dari istana milik ibunya tanpa ketahuan oleh satu penjaga pun. 'Abu-abu, apa kau tidak berniat membantuku?! Cepat bertukar jiwa, akan sangat merepotkan jika aku ketahuan sekarang!' ucap si Hitam kepada si Abu-abu. 'Ck, kau payah sekali, Hitam! Kenapa tidak bertuk
"Hei, Aegle. Menurutmu apa maksud dari ucapan Zelus padaku beberapa saat yang lalu? Apa yang harus kusiapkan besok? Apa mereka semua berspekulasi bahwa aku yang melakukan pembantaian terhadap kaumku dan juga bangsa manusia sekaligus Half-Angel di Hutan Aurora?" tanya Klevance dengan begitu penasaran akan maksud dari perkataan Zelus kepadanya. Dewi Aegle mengeluarkan desah napas berat. "Sepertinya begitu, Klevance." Klevance sontak tertegun sejenak. 'Mereka benar-benar mengira aku yang melakukan pembantaian itu? Sungguh? Kenapa tidak ada satu pun yang mempercayai diriku. Terutama Ibu ....' Dewi Aegle kemudian menoleh sekilas ke arah Klevance yang masih terdiam dan sedang bergelut dalam pikirannya. Dia lalu menepuk pelan pundak Klevance dan berkata, "Menurut informasi yang kudapatkan dari kantor Wali Kota, Zelus menemukan beberapa helai sayapmu di tempat kejadian tersebut dan dia telah melaporkannya kepada Ratu." Klevance lalu memandan
Dor ... dorr ... dorrr .... Bunyi kembang api yang meledak di langit-langit Bangsa Kahayangan terdengar dengan jelas hingga ke penjuru sisi. Semua orang, terutama penduduk Bangsa Kahyangan terlihat memenuhi Istana Lismore sang Ratu. Para tamu yang hadir sangat menikmati pesta yang dibuat oleh sang Ratu Bangsa Kahyangan tersebut. Lantaran pesta tersebut adalah pesta termegah kedua selain pesta pernikahan sang Ratu dengan Raja Bangsa Kegelapan. Alih-alih ikut menikmati dan merasakan suasana yang meriah, Klevance tampak murung dan sama sekali tidak bersemangat. Dia berulang kali menghelakan napas berat sembari memandang ke langit-langit yang dipenuhi dengan kembang api yang indah. Akan tetapi, tatapannya terlihat sangat kosong. Bukannya tidak ingin menikmati, tetapi dia tidak bisa berpesta di tengah situasi yang sedang kacau dan tidak terkendali pada Bangsa Kahyangan. Selain itu, banyak sekali fakta dan juga misteri yang baru saja terungkap serta dia ket
"Apa Klevance sudah sampai di kediaman Ratu Larissa? Kenapa aku tiba-tiba mengkhawatirkan perempuan menyebalkan itu?!" desis Dewi Aegle pelan kepada dirinya sendiri. "Aku akan meminta Kilorn untuk memastikannya," lanjut Dewi Aegle bergumam dan segera menghubungi Kilorn melalui telepatinya. Seteleh selesai melakukan telepati dengan Kilorn, Dewi Aegle mendapatkan sebuah pesan dari Bangsa Kegelapan. Surat itu diberikan oleh Kilorn kepadanya saat mereka berdua sedang melakukan telepati satu sama lain. Dewi Aegle segera membaca surat yang sudah terpapar dengan jelas isinya di dalam benaknya tersebut. Namun, sepertinya pesan tersebut dikirimkan oleh seorang Dewi juga. Yang mana Dewi yang mengirimkan pesannya kepada Dewi Aegle berasal dari Bangsa Kegelapan. Sehingga pesan tersebut dapat berbunyi dan terhubung satu sama lain seperti sedang berkomunikasi dua arah dalam jangkauan jarak yang dekat. 'Ini aku Mahakali, Aegle. Apakah kau yang menyembuhkan L