Mike sama seperti kebanyakan orang lainnya yang memilih Jakarta sebagai tempat untuk merantau. Tujuan ia datang ke Jakarta pun mungkin sama seperti kebanyakan orang - untuk kuliah, juga untuk bekerja.
Ketika menginjakan kaki pertama di Jakarta - kota yang tak pernah tidur - Mike masih seperti orang yang baru pertama kali merantau padahal ia pernah meninggalkan kampung halamannya dan pergi merantau ke Jayapura, di Tanah Papua.
Sejak menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA, Mike memutuskan pergi ke Jayapura, menerima tawaran dari salah satu sepupunya yang sudah lebih dahulu merantau dan bekerja disana.
Ia masuk kerja mengikuti saudaranya yang adalah seorang operator alat berat di sebuah perusahaan kontraktor, PT. Agung Mulia Iriana.
Hari-harinya ia habiskan dengan bekerja, keluar masuk hutan mengerjakan jalan penghubung Trans Papua dari Kabupaten Abepura hingga Kabupaten Keerom. Itulah sebabnya ia merasakan hal yang baru ketika tiba di Jakarta.
Beruntungnya, Mike adalah tipe orang yang cepat bergaul sehingga ia betah dan memiliki banyak teman yang adalah putra asli tanah Papua.
Hampir dua tahun Mike mengabdikan dirinya bekerja disana, hingga suatu ketika terpapar penyakit malaria yang menyebabkan Mike dirawat di rumah sakit selama satu mimggu lebih.
"Kalau kamu tidak segera angkat kaki, kamu akan mati disini. Malaria disini ganas," kata salah seorang rekan kerjanya waktu itu sehingga ia memutuskan meninggalkan Papua dan pindah merantau ke Jakarta.
Mike kebingungan pasalnya Jakarta benar-benar baru baginya. Hanya melihat jalanan pun, ia sudah setengah mati bingungnya.
Bangunannya serba tinggi. Kotanya indah apabila kita melihatnya di malam hari. Semua itu benar-benar menakjubkan bagi anak kampung sepertinya.
Hal yang paling tak ia sukai ialah ketika melihat pemandangan banjir di kota ini. Air tergenang di mana-mana. Banyak kendaraan yang terganggu perjalanannya bahkan sampai hanyut terbawa air. Rumah-rumah warga digenangi air, tak sedikit pula yang sampai rubuh diterpa banjir.
Pemandangan ini terkadang membuatnya berpikir bahwa lebih baik ia kembali ke kampung saja. Disana banjir mengalir di kali yang memang hanya bisa dialiri air saat hujan.
Banjir tidak menerobos masuk ke rumah-rumah tanpa permisi. Banjir tidak menyeberangi jalanan dan mengganggu perjalanan. Disana pokoknya aman dari banjir.
Dan hal yang paling menyenangkan ialah disini banyak sekali perkumpulan-perkumpulan orang-orang satu daerah. Mereka membentuk kelompok arisan, komunitas bahkan organisasi kedaerahan. Disinilah keinginannya untuk melanjutkan kuliah muncul.
Mike menemukan banyak sekali teman-teman yang satu daerah dengannya. Mereka ada yang bekerja, ada yang bekerja sambil kuliah dan ada yang hanya kuliah saja dengan biaya dari orang tua.
Mike mendapatkan semangat dari mereka ketika ia melihat mereka begitu semangat dan pandai memanage waktu mereka untuk pergi ke tempat kerja untuk bekerja dan pergi ke kampus untuk kuliah.
Ada juga yang sempat mengatakan padanya bahwa Jakarta ini keras. Tak kerja maka tak makan. Tak sekolah maka tetap bodoh. Lalu ia pun memutuskan untuk bekerja sambil kuliah.
Berkat bantuan salah seorang kenalannya, Mike mendapat sebuah kesempatan untuk mengikuti pelatihan bersertifikat Gada Pratama - penyalur tenaga satuan pengaman atau security.
Mike kemudian mecoba melamar kerja pada sebuah hotel bintang lima sebagai seorang security dan ia diterima berkat sertifikat Gada Pratama yang ia miliki.
Merlynn Park Hotel, menjadi tempat ia berlabuh mencari rezeki untuk bertahan hidup di Jakarta dan juga upah dari kerjanya ia pergunakan untuk membiayai kuliahnya.
Merlynn Park Hotel terletak di Jalan KH. Hasyim Azhari daerah Jakarta Pusat. Bandara terdekatnya ialah Halim Perdana Kusuma, hanya 14 km. Tapi tentu saja itu tidak menjamin cepat atau lambatnya orang akan sampai ke Merllyn Park Hotel karena kondisi Jakarta yang tidak bisa dihindarkan dari kemacetan.
Jarak hotel tempat Mike bekerja pun tidaklah terlalu jauh dengan kost, tempat berlindung Mike di Jakarta. Hanya butuh beberapa menit saja dengan mengendarai sepeda motor.
Mike mendiami sebuah kost yang berada di daerah Salemba Bluntas, Jakarta Pusat. Tentu saja ia mencari kostan yang harganya bisa ia jangkau dengan hasil kerjanya sendiri. Ia tidak mengharapkan kiriman dari orang tuanya. Apalagi ibunya hanya sendiri di kampung, ayahnya telah meninggal dunia.
Kostnya berada di antara beberapa kost lain. Kiri dan kanan kostnya, masih banyak kamar kosong. Total deretan kost tempat ia tinggal sekitar sepuluh kamar kost, enam kamar telah terisi, hanya tersisa empat kamar yang belum diisi.
Ada pintu gerbang sebelum memasuki area kostan. Pemilik kost tidak tinggal disitu, mereka memiliki tempat tinggal yang juga tak jauh dari kost tempat Mike tinggal.
Setiap awal bulan, para penghuni kost termasuk Mike membayar kost via trasnfer ke rekening pemilik kost. Namun ada beberapa juga yang langsung bertemu pemilik kost bila ada uang cash di tangan.
Mike memberitahu ibunya - yang ia punya hanya ibu - bahwa ia ingin bekerja sambil kuliah. Ibunya mendukungnya. Asalkan Mike harus pandai membagi waktu untuk bekerja dan juga untuk kuliah. Itu saja pesan dari ibunya.
Sembari menunggu pendaftaran masuk dibuka, ia mulai mengumpulkan uang hasil kerjanya untuk uang pendaftaran. Mike mulai mengurangi kebiasaan merokoknya.
Kegiatan rutin setiap malam Minggunya - pergi ke warung kopi sekedar menumpang sambungan wifi dan juga agar lebih mendapaatkan suasana yang nyaman untuk bisa merangkai puisi pun ia kurangin.
Pokoknya semua kegiatan yang mengeluarkan biaya ia kurangin. Mike memilih berdiam diri di kamar, mendengar musik dan menulis.
Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi daerahnyapun ia kurangin jika tidak terlalu penting baginya.Mike benar-benar berniat mengubah semua kebiasaannya hanya demi kuliahnya.
Dukungan dari Ibu-lah, salah satu alasannya untuk mengambil langkah ini. Dan ia pastikan semua demi kebahagiaan Ibu.
"Aku yakin, suatu saat nanti jika sudah tiba waktunya Ibu akan datang ke kota ini untuk mendampingiku di wisudaku nanti," batinnya.
Mike sungguh menyayangi ibunya yang ia tinggalkan sendirian di kampung.
"Tuhan, semoga langkahku ini tepat dan jika waktunya tiba nanti, aku ingin Ibu tersenyum bahagia datang ke kota ini".
Mike menulis kalimat ini pada secarik kertas lalu ia letakkan pada pojok doa di kamarnya - ini tak pernah ia lewatkan ketika ia ingin meminta sesuatu pada Tuhan.
"Non scholae sed vitae discimus : bukan untuk sekolah tetapi untuk hidup kita belajar - pepatah kuno bahasa latin" ... Hari yang ia tunggu-tunggu: mendaftar kuliah. Semangatnya luar biasa. Mike melangkah penuh semangat melewati pintu gerbang kampus - menyapa beberapa orang yang lewat lalu berjalan terus menuju sekretariat pendaftaran penerimaan mahasiswa baru. Semoga saja tak banyak yang antri di dalam sana karena ia harus buru-buru pulang, batinnya. Hari ini jadwal Mike shift siang dan ia tidak boleh terlambat. Jika terlambat, ini menjadi pertama kalinya ia terlambat datang ke tempat kerja. Mike bekerja sebagai seorang satuan pengaman (satpam) pada sebuah hotel ternama di kota ini. Gaji ia bekerja disini lumayan untuk dia membiayai kuliahnya sendiri dan juga untuk keperluan mendadak di kampung. Menjadi anak sematawayang bukanlah hal mudah. Tambah lagi ayah - tulang punggung keluarga - telah pergi untuk selama-lamanya dan ibu i
Semester pertama telah Mike lalui dengan nilai yang memuaskan. Waktu liburan akan ia isi dengan kesibukan bekerja tanpa ada izin cuti sedikitpun seperti yang ia lakukan ketika dalam masa ujian karena ia butuh waktu untuk fokus menghadapi ujian. Hubungan pertemanannya dengan Mega berjalan baik. Selalu pulang bersama-sama setelah jam kuliah selesai. Kadang mereka menyempatkan diri singgah ke taman untuk sekedar duduk berdua dan saling berbagi cerita. Semuanya berjalan seperti biasa. Mike sama sekali tak ada perasaan lebih pada Mega - ia sudah seperti saudari semata wayang bagi Mike, selalu ada di saat Mike butuh bantuannya. Tugas kuliah pun kadang dikerjakan bersama-sama. Tapi Mike tak tahu seperti apa perasaan Mega padanya. Sama sekali ia belum melihat ada tanda-tanda bahwa Mega menyimpan rasa suka padanya. Mega memang selalu pandai menyembunyikan perasaannya - seperti waktu itu ketika ia harusnya kecewa ketika Mike sudah janji akan mengantarny
"Apapun akan aku lakukan untuk bisa bersamamu, bahkan melawan dunia jika harus - M.B. Sogen "...Mike meraih handphonenya - memeriksa beberapa pesan whatsapp yang masuk. Beberapa pesan hanya berupa broadcast renungan harian Katolik. Ada juga pesan grup yang hanya ucapan selamat pagi.Tapi jarinya seketika berhenti pada sebuah pesan dari Mega. Tidak biasanya pagi-pagi sekali Mega sudah mengirim pesan. Mike mengkliknya - ia tertegun melihatnya. Benarkah ini ?SENJAAda yang berbedaPada senja yang temaramSemilir angin membelai mesraAku mematung - tatapanku hampaPada baris-baris awan yang saling mengejar di udaraAda yang anehAku jelas merasakannyaAku yakin aku tak salahYa, aku telah jatuh cintaPada lelaki yang mengisi hari-harikuBermalam-malam lalu masih tiadaMasih hampa disinidi hati kecilkuNamun kini tiba-tiba mencekik leherkuCinta; rasa itu datang tiba
Hari yang melelahkan - Mike melaju, menarik kencang gas sepeda motornya. Kantuk dan lelah tak bisa ia tahan lagi. Mike ingin segera tiba di kostnya dan merebahkan tubuhnya. Persetan dengan mandi dan tubuh yang bau keringat. Memang baru kali ini Mike merasakan lelah yang amat sangat. Selama ini ia tak pernah terlambat tidur malam. Apalagi waktu tidur terhitung hanya satu setengah jam. Sama sekali belum pernah ia lakukan. Semenjak kepergian om Bram ia memang jadi susah tidur. Pikirannya selalu tertuju pada sosok perempuan setengah tua yang ia tinggalkan seorang diri di kampung - mengurus dirinya sendiri dan ayam-ayam di kandang, kira-kira dua ratus ekor. Ingin sekali rasanya ia pulang ke sana. Om Bram tidak lagi membantu ibu. Tak mungkin juga istri om Bram, tante Mery yang harus menggantikan posisi om Bram, suaminya. Tambah lagi mereka tidak mempunyai anak. Tante Mery kini tinggal sendirian. Rencananya, Tania, keponakan tante Mery yang akan tinggal bers
"Hujan tak selalu hanya meninggalkan genangan. Ada kenangan yang juga ia tinggalkan." ... Mike tiba dengan cepat di kost Mega. Tidak butuh waktu lama karena memang Mike sudah tahu di mana letak kost Mega berada. Ia menghentikan sepeda motornya, memastikan sudah terparkir dengan aman lalu melangkah masuk. Tapi ada yang aneh. Tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam kost. Sejenak ia perhatikan rak sepatu yang diletakkan di luar. Tak ada satu pun sepatu atau sendal di sana. Mike mencoba mengetuk. Tak ada jawaban. Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh guntur yang diikuti kilat. Ada beberapa gadis keluar dari kamar kost masing-masing berlari menuju jemuran untuk mengangkat jemuran. Tak satupun dari mereka yang menyapa Mike seolah-olah tak menyadari ada orang yang berdiri disitu. Mike masih mematung. Pikirannya menerawang jauh. "Dimana Mega? Ini masih siang, dan hari ini masih libur. Pergi kemana dia?" Mike bergumam bertanya-tany
"Ketika Anda benar-benar jatuh cinta, berbohong pun seakan-akan bukan sebuah kesalahan"...Mike segera mengambil charger handphonenya untuk mengecas handphone Mega setelah mandi dan mengganti pakaiannya. Untung saja milik Mega bukan merk apple atau pun lainnya yang berbeda dari merk android.Mike menunggu sekitar dua menit pengisian battery handphone Mega lalu menghidupkannya.Dengan buru-buru ia mencari kontak keluarga Mega. Mike mencarinya satu per satu lalu tangannya berhenti bergerak ketika menemukan sebuah nama.Ingin segera memencet nama itu untuk langsung memanggil tapi ia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tenang agar suaranya sebentar tidak kedengaran terengah-engah.Setelah ia pastikan semuanya aman, ia langsung memencet memanggil pada kontak yang bertuliskan Adikku Tania - nama yang sama dengan keponakan Tante Mery.Mike mendengar bunyi nada berdering sejenak sebelum ada suara gadis remaja menjawab.
Seminggu berlalu. Mike tetap menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya di hari-hari libur - sesekali mengulangi pelajaran yang sudah ia dapatkan di semester pertama. Ia merasakan ada yang kurang. Ia tahu ini kesalahannya. Mengabaikan Mega membuatnya menyesal. Sesampainya Mega di kampung, tidak ada sekalipun kabar dari Mega untuknya. Mike menantikan kabar darinya seperti seseorang yang merindukan kabar dari kekasih hatinya yang pergi jauh. Terkadang Mike berpikir bahwa ia aneh. Ketika Mega ada di dekatnya, ia memperlakukannya layaknya sahabatnya, saudarinya. Kini, ketika Mega jauh ia merindukannya setengah mati. Ia merasakan ada yang ikut hilang. Ketika Mega berada di dekatnya, Mike sama sekali tidak membalas perasaannya. Mike kuat dengan egonya bahwa Mega hanya seorang sahabat baginya. Sama sekali tidak ada tumbuh rasa suka pada diri Mega. Mike berusaha menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya. Pergi pagi pulang malam. Berharap sedikit melupakan sosok Me
Mike langsung merebahkan tubuhnya ketika ia telah tiba di kost. Pikirannya masih menerawang jauh memikirkan Tania, gadis yang ia temui barusan di taman, yang duduk sendirian di tempat biasa dia dan Mega selalu menghabiskan waktu berdua. Tatapan matanya yang tajam, sentuhan lembut tangannya kala menjabat tangan Mike dan juga tawanya ketika menyadari tingkah Mike yang aneh kala menawarinya tumpangan meski baru pertama kali bertemu, terkenang rapi dalam ingatan Mike. "Sepertinya malam ini aku tidak akan bisa tidur karena memikirkan Tania." Sejenak tak ada lagi bayangan Mega saat ini. Tambah lagi, Mega sama sekali belum menghubunginya. Mike mengetahui ide gilanya pun dari adiknya, Tania. Kini, sudah ada tiga gadis bernama Tania di hidupnya; keponakan Tante Mery, adik Mega, dan gadis yang baru saja ia temui dan kini telah mulai menghantui pikirannya. "Besok aku harus kesana lagi setelah pulang kerja," gumamnya nekat dalam hati. "Tapi kali ini