“Kakek?” seru Luna. Kakek Luna, Raden Rangga Wijaya terlihat menampakan dirinya.
Luna menghampiri Rangga. Raut muka pria tua itu masih sama bijaknya dengan saat Luna masih kecil. “Aku rindu kakek.” Luna berlari memeluknya.
“Bagaimana kabarmu cucuku?”
Air mata jatuh ke pipi Luna. Dia tahu ini mimpi, karena sesungguhnya orang yang ada di depannya ini sudah meninggal. “Baik.”
“Kamu pasti mengalami banyak hal berat,” ucap Rangga. “Tetaplah kuat na. Aku minta maaf karena harus menurunkan kemampuanku padamu, cucuku.”
Luna terdiam. Dia paham maksudnya. Ternyata kemampuan indigo yang dimilikinya adalah pemberian kakeknya. “Aku ingin kemampuan ini pergi. Aku Lelah!” terdengar nada emosi saat Luna mengatakannya.
“Aku tahu,” jawab Rangga. “Tapi Tuhan tidak akan menurunkan kemampuan ini kepada sembarang orang.”
Gadis itu tidak menjawab apapun.
“Hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya,” lanjut Rangga. “Meskipun demikian dia h
Halo semuanya Gimana cerita SANG INDIGO? seru kah? tulis komentar kalian ya mengenai cerita ini. Tetap dukung Rai juga buat bikin cerita lebih mengasyikan lagi
Deg... deg... deg... Jantung Luna berpacu dengan kencang. Dengan jelas dia bisa melihat wajah wanita buruk rupa tersebut. Auranya benar-benar gelap dan pekat. Luna tahu bahwa ini adalah daerah kekuasaannya. “Hihihihihihihi.” Luna mendengar suara mahkluk tersebut di kepalanya. Seakan mengajak berkomunikasi dengannya. Dia semakin mendekatkan diri ke arahnya. ‘Aku harus maju!’ batin Luna. Dia kemudian melangkahkan kakinya satu demi satu. Berusaha sekeras tenaga mengabaikan mahkluk yang ada di depannya. “Wangi!” Leher Luna menegang. Dia tahu orang-orang sepertinya konon memiliki bau yang berbeda. Bau khas yang memang mengundang para lelembut datang dan penasaran. Sedikit lagi Luna bisa keluar dari lorong gelap tersebut. Sebetulnya lorong itu tidak panjang. Hanya sekitar dua sampai tiga meter saja. Namun entah mengapa Luna merasa berjalan sangat jauh. Terlihat cahaya mataha
“Kalian berdua hati-hati di jalan ya!” pesan Nanny. “Salam kepada kedua orangtua kalian.” Galang dan Luna mengangguk bersamaan. Mereka akan pulang ke kota Hujan menaiki motor. Luna akan menginap di kediaman Galang satu hari sebelum akhirnya pulang ke rumahnya. Kebetulan mereka berasal dari kota yang sama. “Aku pastikan akan mengantar Luna dengan selamat,” Galang mengucapkan janji dengan tatapan serius. “Sayang ya aku gabisa ikut!” seru Danny. Dia awalnya ingin ikut juga. Terlebih ketika tahu bahwa mereka berdua memiliki misi rahasia untuk melihat boneka Renatta, adik dari Galang. “Ada job sih, kalau ga ada gapapa.” “Sarah mana?” tanya Luna. Sedari tadi sahabatnya tidak menunjukan batang hidungnya sedikitpun. “Sarah meminta ikut awalnya,” ucap Galang. “Namun aku memberitahu bahwa ada kamu jadi dia ga bisa ikut.” Ada sedikit perasaan tidak enak dari Luna. Apakah jangan-jangan Sarah kecewa karena dia tidak bisa ikut. Namun Luna yakin Sara
Ngeeeenggg.... Suara kendaraan mulai terdengar di telinga. Kendaraan mereka secara ajaib berada di pinggir jalan raya. Saat itu sudah petang. Entah berapa jam mereka disesatkan. Galang menengok ke belakang. Mengecek keadaan juniornya tersebut. “Kamu gapapa?” “Gapapa ka!” jawab Luna. Dia masih memeluk pinggang seniornya tersebut. Ketika sadar langsung dilepaskan. Dia menunduk dengan malu-malu. “Aku minta maaf!” “Aku yang minta maaf!” bantahnya. “Aku melihat sesuatu dari kaca spion. Takut kamu kenapa-kenapa aku minta kamu berpegangan.” Wajah Luna terlihat kemerahan. Meskipun demikian jantungnya masih berdetak kencang. Tangannya pun masih sedikit bergetar. “Sepertinya kita terjebak selama beberapa jam.” Galang melihat arlojinya. Ajaib sekali, sudah pukul sembilan malam. Padahal dia merasa hanya berkendara selama setengah jam saja. “Kita benar-benar terlambat!” Kruukkkkk... Luna merasakan perutnya berbunyi. Wajar saja dia b
Seorang kakek berkeriput dan bercamping datang ke warung. Bagi mata orang biasa mungkin tidak ada yang aneh. Namun bagi Luna penampilannya mengerikan. Kakek tersebut berpostur bungkuk. Kaki dan tangannya terluka. Di dadanya seperti ada bekas sabetan senjata tajam.“Beli apa Ki?” tanya Ujang. Aki adalah sebutan pria tua yang sudah berumur bagi masyarakat sunda. Luna memperhatikan seniornya melayani kakek tersebut seakan sudah terbiasa. Dia sama sekali tidak merasakan takut.“Rokok!” ucap Kakek tersebut. Luna bisa melihat setiap detiknya, darah menetes dari tubuh lelaki tua tersebut. Membuat Luna sedikit mual, namun dia mencoba untuk menahannya.Kakek tersebut kemudian melihat ke arah Luna dan Galang. Ada perasaan takut, gemetar dan dingin yang menusuk dari mereka berdua. Kemudian kakek tersebut berfokus kepada Luna. Dia melihat gadis itu dengan tatapan tajamTubuh Luna terasa mengigil. Jantungnya berdebar tidak beraturan. Tiba-tiba
“Luna?” panggil Galang. Dia melihat juniornya itu terus-menerus melihat ke arah kebun depan. “Kamu lihat apa?”Gadis itu menggeleng. “Bukan apa-apa ka!” Dia melanjutkan kegiatan menyeruput mie yang dibuatkan oleh Ujang. Rasa laparnya berkurang. Ternyata mie yang ada di warung enak. Mie tersebut normal, awalnya Luna sempat berfikir bahwa semua jajanan warung hanya diperuntukan bagi mahkluk tak kasat mata.“Makan yang banyak Lun!” ucap Galang. “Kamu belum makan dari siang kan.”Luna mengangguk. Untuk sementara dia ingin memfokuskan mengisi rasa laparnya, dibandingkan fokus kepada mahkluk yang terus mengintip dari balik pohon pisang.“Coba ceritakan, kenapa kalian bisa sampai di sini?” tanya Ujang.Mereka berdua berpandangan sebentar. Seperti memberikan isyarat satu sama lain. Akhirnya Galang mulai berbicara, “Seperti kata saya tadi, kami tersasar.”&ldquo
“Indah?” Ujang menatap gadis di muka warung itu seolah tidak percaya. “Kamu lihat sudah jam berapa? Jangan keluar malam-malam ndah!” “Kenalan akang?” tanya Galang. Melihat keadaan warung sejujurnya dia pun ragu gadis di depannya manusia atau bukan. “Temen saya ini!” serunya. “Temen dari kecil. Pas saya ke kampung baru ketemu sama dia lagi.” “Ini siapa?” tanya Indah. Wajahnya bersih dan bersinar. Senyum manis pun terukir di bibirnya. “Tumben kedatangan tamu.” Ujang kemudian menunjuk Galang dan Luna. “Mereka junior saya di kampus. Kesasar kesini tidak sengaja.” Galang melambaikan tangan. Dia pun mencoba menyapa Indah dengan sopan, “Selamat malam teh. Saya juniornya kang Ujang di kampus.” Luna hanya diam. Dia duduk membeku namun tidak berkata apapun. Hanya memberikan senyum dengan sopan. Melihat Luna, Indah menatap lama. Seolah diantara mereka ada koneksi satu dengan yang lain. Hingga akhirnya Luna menunduk dan mengalihkan muka. “
Galang menatap seolah tidak percaya. Ternyata gadis di depannya adalah hantu. Namun wujudnya tidak seperti hantu lain. Benar-benar seperti manusia. “Ka... ka... kamu-!” Indah tetap tersenyum seperti biasa. “Tenang saja, aku berbeda dengan hantu lain. Kalian teman Ujang maka aku anggap kalian temanku juga.” “Apakah Teteh akan bilang ke kang Ujang? Semuanya?” tanya Luna. “Belum saatnya. Tapi dia akan tahu sebentar lagi,” ucapnya. Galang kemudian melirik ke jalan depan. Indah bilang bahwa mereka harus melewati jalan itu untuk pulang. Tapi setelah mengetahui bahwa Indah bukanlah manusia. Haruskah Galang mempercayai perkataannya? “Kalian bisa mempercayaiku,” ucap Indah. Galang sedikit terkejut mendengarnya. Seakan Indah mengetahui tentang isi hatinya. “Indah yang ini baik ko Ka!” ucap Luna. Saat Luna mengucapkan kata “Indah” dia merasakan sakit dan takut. Kenangan lama seakan terlintas di kepalanya sedikit. Tentang mantan sahabatnya sekalig
Setelah melewati gapura bambu kuning mereka melihat pemandangan kebun teh. Galang menghentikan motornya di pinggir jalan. Kemudian menengok ke belakang. "Coba cek GPS, bener ga kita di jalan yang benar?"Luna mengangguk. Dia mengambil smartphone miliknya kemudian langsung membuka maps. Matanya terbuka lebar. Mereka telah kembali ke daerah puncak Bogor. Benar-benar ajaib memang. "Kita ada di perbatasan cianjur Bogor ka.""Syukurlah!" ucap Galang. Sejujurnya dia sudah lelah dengan semua kejadian mistis tersebut. Tadinya dia hendak mengantar pulang Luna langsung. Namun hari telah beranjak malam. Lebih baik dia membawa Luna ke rumahnya untuk beristirahat. "Gapapa ya satu malam kamu nginep di aku?""Eh?" Luna terlihat kebingungan. Dia adalah gadis yang tidak memiliki teman selama sekolah. Sekarang ditawari menginap di rumah Galang.Galang menyadari tatapan tidak nyaman Luna. Dia dengan cepat mencoba menjelaskan. "Maaf bukan aku tidak sopan, tapi aku merasa san