Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit

Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit

last updateLast Updated : 2025-01-22
By:  Miola XaveriaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
22Chapters
565views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Sepasang suami istri bernama Halid dan Miska di tugaskan oleh perusahaan untuk mengelola perkebunan sawit yang udah terbengkalai selama sepuluh tahun. Mereka tinggal di rumah mewah yang berada di tengah-tengah perkebunan sawit tersebut. Namun kemewahan yang tersaji tak seindah yang mereka bayangkan. Rumah mewah itu ternyata menyimpang banyak misteri. Sanggupkah mereka bertahan di rumah tersebut? Atau mereka memilih menyerah? Penulis: Ayaa Humaira (ini akun ke dua Ayaa Humaira)

View More

Chapter 1

Bab 1

"Mas, yakin ini rumahnya?" Aku memandangi rumah besar yang ada di hadapan kami.

Rumah mewah berlantai dua dengan gaya modern ini menjulang tinggi seperti istana. Aku yang sedari dulu hanya tinggal di kontrakan petakan pun sangat terkagum-kagum melihat kemegahan rumah ini. Walaupun di di sana-sini sudah banyak tumbuhan merambat. Bahkan hampir seluruh permukaan pagar ditutupi oleh tanaman menjalar itu.

"Iya kalau dari ciri-ciri yang disebutkan Mas Hamdan, benar ini rumahnya, Dek." Mas Halid tampak memandangi rumah ini dengan takjub sama sepertiku.

Minggu lalu, Mas Halid diterima kerja disebuah perusahaan milik keluarga untuk mengelola lahan sawit yang sudah terbengkalai sekitar sepuluh tahun.

Dulu perkebunan itu punya seorang yang kaya raya. Tidak tahu bagaimana ceritanya hingga kebun sawit yang luasnya mencapai ratusan hektar itu tidak ada yang mengelola. Padahal harga sawit saat itu sedang naik daun.

Akhirnya perusahaan tempat Mas Halid bekerja, membeli perkebunan itu dan mengelolanya kembali. Mas Halidlah yang bertugas menjadi mandor di perkebunan itu. Di sana juga sudah ada tempat tinggal untuk kami berdua, jadi kami tidak perlu sewa rumah di daerah itu.

Sehari sebelum kami pergi ke rumah ini, Mas Hamdan–orang kepercayaan Pak Rohidin memberikan kunci kepada kami. Katanya, kami tidak perlu membawa apa pun, karena di rumah itu sudah lengkap, tinggal bawa pakaian saja.

"Coba kuncinya, Mas."

Mas Halid mengangguk, lalu mengeluarkan satu renteng anak kunci dari dalam tas. Katanya itu semua kunci pintu rumah ini dari pintu gerbang hingga pintu gudang belakang.

Dipilihnya satu persatu dan dia coba anak kunci itu, mencari mana yang cocok untuk membuka gerbang.

Setelah beberapa menit memilih, akhirnya pintu gerbang bisa dibuka walaupun dengan susah payah. Aku rasa engsengnya sudah macet karena sudah bertahun-tahun tidak difungsikan.

Begitu pintu terbuka, terpampanglah rumah yang begitu mewah dengan jelas. Tadi hanya terlihat di bagian lantai duanya saja. Itu pun sudah membuat aku terkagum-kagum.

"Ayo, Dek, masuk! Jangan berdiri di situ aja."

"Eh, iya Mas."

Semakin kami memasuki halaman rumah ini, semakin terlihat kemewahan dari setiap sudut bangunan. Pasti yang punya rumah ini dulu sangat kaya, mempunyai perkebunan yang luas dan rumah besar nan mewah seperti ini.

Mas Halid lantas membuka pintu utama rumah besar ini. Anak kunci pintu gerbang tadi sepertinya sudah dipisahkan.

Saat daun pintu terbuka, hawa dingin rumah ini langsung terasa membelai kulit. Seketika bulu halus tangan dan tengkuk meremang. Tampak semua peralatan ditutup kain hitam agar tidak berdebu.

“Motornya nggak dimasukan dulu.”

“Oh iya, masih di luar ya. Ini kuncinya, kalau kamu mau buka dulu kamarnya, nanti jangan dipisahkan ya kunci.ya, biar gampang.”

“Iya, Mas.” Aku raih satu renteng anak kunci itu.

Mas Halid pun berlalu ke luar rumah untuk memasukkan motor kami yang masih terparkir di depan pintu gerbang. Setelah meletakan dua tas berisi pakaian kami di ruang tamu.

Aku lantas memeriksa satu per satu ruangan di dalam rumah ini. Ada dapur di bagian belakang dan ada beberapa kamar di depan ruang keluarga.

Di ruang keluarga ini aku merasa hawa yang berbeda dibandingkan saat berada di dapur tadi.

Ceklek … ceklek … terdengar suara seseorang sedang menutup pintu depan.

"Mas," panggilku. Namun tak ada sahutan.

Aku bergegas ke depan untuk memeriksa Mas Halid. Aku buka pintu depan ternyata tidak terkunci.

"Mas, kamu di mana?" Aku melongok keluar rumah, ternyata Mas Halid sedang menutup pintu gerbang. Sementara motornya sudah berada di halaman rumah.

'Sipa yang tadi ngunci pintu ya? Perasaan jelas bener tadi aku dengar suara pintu terkunci,' batinku.

"Dek, ngapain bengong?"

"Mas! ngagetin aja." Aku menepuk bahu Mah Halid.

"Udah mau Magrib, ayo hidupkan lampu dulu." Mas Halid masuk ke dalam rumah lalu mencari saklar lampu.

"Memang masih hidup, Mas? Kan udah puluhan tahun nggak dihuni, paling listriknya udah diputus sama PLN."

"Iya juga ya. Coba aku periksa dulu meterannya, ke depan, Dek."

Sembari menunggu Mas Halid, aku buka satu per satu kain penutup perabotan. Saat aku buka, benar-benar mewah. Siapa kira-kira orangnya yang meninggal rumah sebagus ini begitu saja?

"Dek, ternyata di belakang ada genset, tapi nggak ada bensinya. Biar aku beli dulu ya, kamu cari lilin dulu, siapa tahu ada di laci-laci dapur. Ini koreknya." Mas Halid memberiku korek gas.

"Ke mana belinya, Mas? Jauh nggak?"

"Di perbatasan desa itu, aku lihat dari ada yang jual."

"Ya udah, sekalian beli makanan aja, Mas. Kayaknya nggak terkejar kalau mau masak dulu. Belum juga cuci perabotannya."

"Iya, Dek. Kamu mau ikut?"

Aku berpikir sejenak, pasti Mas Halid cuma sebentar, hanya beli bensin dan makanan.

"Aku di rumah aja, Mas. Mau bersih-bersih kamar untuk istirahat nanti."

"Ya udah kalau gitu, aku pergi dulu, keburu malam."

Aku mengangguk. Sepeninggalan Mas Halid, aku cari salah satu kamar yang nantinya akan kami gunakan untuk tidur kami selama di sini. Aku pilih kamar yang jendelanya mengarah langsung ke halaman rumah. Agar jika ada orang di luar sana, bisa langsung terlihat.

Di dapur tadi aku hanya menemukan satu lilin, itu pun sudah tinggal setengah. Lalu aku bawa ke kamar yang sudah aku pilih. Aku putuskan untuk menunggu Mas Halid di kamar, karena di ruang tengah tadi aku merasa seperti ada seseorang yang tengah memperhatikanku.

Hingga adzan Maghrib berkumandang, Mas Halid belum juga kembali. Perasaanku mendadak tidak enak. Kenapa selama ini? Perasaan perbatasan desa tidak terlalu jauh.

"Dek, tolong bukakan pintu belakang." Terdengar suara Mas Halid berteriak.

Aku pun langsung tergopoh berlari ke belakang. Aku buka pintu yang berada di dapur. Aku rasa pintu itu yang dimaksud Mas Halid.

Begitu pintu aku buka, terpampang langsung pohon-pohon sawit yang terlihat seperti siluet, karena keadaan di luar susah mulai gelap.

"Mas," panggilku.

Aku lihat di pojokan pagar kawat berduri, Mas halid berdiri menghadap ke arah kebun sawit.

"Mas ngapain di situ?"

Mas Halid tidak menjawab, dia justru berlari ke arah kebun sawit dengan meloncati pagar kawat.

"Mas!"

**

selamat membaca

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
Agus Burhanudin
sangat bagus
2025-03-06 01:17:10
1
user avatar
Miola Xaveria
yuk teman-teman baca
2024-12-04 21:15:08
2
22 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status