Dengan refleks, Luna berbalik ke belakang. Tidak ada siapapun di sana. Nafasnya masih memburu karena terkejut. Dia meletakan lengan di dada. Terasa debaran jantung yang cepat. "Aku benar-benar lelah rupanya."
Luna kemudian merebahkan dirinya di kasur. Dia ingin beristirahat sebentar. Kemudian dia mendengar suara pesan chat masuk ke smartphonenya "Tring". Segera dia mengambil benda persegi panjang tersebut. Rupanya dari Galang. Dia berkata bahwa dia sudah sampai di rumah. Luna tersenyum senang membacanya.
Tidak lama kemudian sebuah chat masuk terlihat di pop up layar smartphonenya. Masih dari orang yang sama. "Bolehkah aku menelpon?"
Tanpa memakan waktu lama. Sebuah nada dering terdengar di telinga. Nama "Penyelamat" tertera di sana. Segera Luna mencari earphone miliknya dan meletakan di telinga. Agar suara Galang bisa didengarnya dengan jelas.
"Halo ka!" sapa Luna.
"Halo," jawabnya. "Bagaimana di sana? Apa kamu senang bisa pulang ke rumah?
"Luna!" panggil Rhea.Gadis itu terbangun. Dia melihat ibunya di samping ranjang. Dia menunjukan wajah khawatir. Kemudian dibelainya rambut Luna dengan lembut. "Kamu gapapa sayang? Mimpi apa sampai kamu teriak-teriak seperti ini?""Gapapa kok ma! Cuman bunga tidur aja kok," jawabnya. Dia membasuh wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Badannya serasa berkeringat. "Aku tidur lama ya?"Rhea mengangguk. "Sekarang sudah jam delapan malam. Lanjut tidur aja lagi. Tapi jangan lupa membaca doa!""Aku mau makan dulu deh ma!" bantahnya. Luna kemudian turun dari ranjang dan mengambil ponselnya. Diikuti oleh Rhea mereka menuju ruang makan bersama-sama.Mereka berdua bertemu dengan Dimas di ruang tengah. Sedang menonton sepakbola sendirian. Melihat Luna, Dimas langsung mengajaknya duduk bersama. "Sini na, kita nonton barengan.""Biarin anaknya makan dulu!" potong Rhea.Luna kemudian menuju meja makan. Di sana tersaji beberapa santapan yang lezat
Teruntuk cucuku Lunaria Ametys Kencana Kamu adalah anugrah terindah yang pernah diberikan Tuhan selama aku hidup. Namun ada hal yang paling aku takuti selama ini. Kamu lahir bertepatan dengan fenomena alam tertinggi yaitu Gerhana Bulan yang terjadi 1000 tahun sekali. Itulah sebabnya aku menamaimu dengan nama Luna yang artinya bulan. Aku juga menghadiahkanmu sebuah kalung istimewa turun temurun. Kalung itu terbuat dari moonstone yang menggambarkan bulan. Aku harap kalung tersebut bisa melindungimu di manapun kamu berada. Mungkin nanti tidak sekarang tapi kamu akan bisa menggunakan kalung tersebut dengan sangat baik. Luna cucuku sayang. Ketika dewasa nanti, kamu pasti sedikit terkejut karena banyak hal yang bisa kamu lihat dibandingkan dengan sebelumnya. Kemampuan indra ke enam yang kamu miliki sejatinya sudah ada sejak kamu kecil bahkan mungkin sejak lahir. Namun dirimu yang saat itu masih rapuh menjadi incaran para mahkluk karen
Mata Luna terbuka lebar. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Satu sosok pocong terlihat dari jendela kamarnya. Itulah saat-saat pertama kali dia mendapatkan kemampuannya.Luna merinding jika mengingat kejadian saat itu. Setelah penampakan pocong, kedepannya Luna mulai melihat banyak hal. Itulah ulang tahun terburuk yang pernah dia dapatkan seumur hidupnya. Di samping dia kehilangan seseorang untuk selama-lamanya setelah itu."Farel!" ucapnya.Dia rindu akan Farel. Pacar pertamanya. Dia masih merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Farel waktu itu. Luna hanya bisa menarik nafas panjang. Terkadang dia berharap Farel akan mendatanginya dalam wujud hantu. Namun tidak pernah terjadi. Apakah Farel juga marah kepada dirinya?Saat sedang melamun. Terdengar rington handphonenya berbunyi. Terlihat nama penyelamatnya di sana. Segera saja dia mengangkat panggilan tersebut."Halo Luna!" ucap Galang. Luna bisa merasakan kepanikan dari suara le
"Luna?" tanya Rhea. Dia terlihat kebingungan karena anaknya mendadak pucat. "Kamu mabuk kendaraan?"Gadis itu tidak bergeming. Membuat Rhea sedikit khawatir. "Ini minum dulu!" Rhea menyodorkan air mineral ke anaknya. Luna hanya menerima dengan kondisi tangan yang gemetaran. Melihat anaknya seperti itu, dia langsung memegang pelipis Luna. "Kamu ga demam kok! Pokoknya kalau mabuk bilang ya!""Iya mah!" ucapnya parau. Luna berusaha untuk tidak bergerak banyak. Punggungnya berat. Anak kecil itu menempel di punggung Luna. Masih mengeluarkan suara yang tidak jelas. Namun membuatnya benar-benar takut.Sebelum ini hantu-hantu tersebut hanya menampakan diri saja. Baru kali ini ada hantu yang benar-benar menempel di bagian tubuhnya. Seperti inikah namanya ketempelan?"Kamu benar-benar ga apa-apa?" Rhea bertanya lagi. Dia terus memperhatikan putrinya yang semakin pucat."Gapapa mah!" ucapnya bohong. Dia tidak ingin membuat orangtuanya khawatir. Lagipula bukan
"Lagi!" lirih Luna.Dia hanya menghirup nafas panjang. Ternyata memang masih ada seseorang yang tidak menyukainya di kosan ini. Apakah itu Chriestie? entahlah, dia masih berkeyakinan bahwa Chriestie bukanlah orang yang seperti itu.Drettttt....Handphone Luna bergetar. Dia melihat nama di atas layarnya. Galang rupanya tengah menelpon. Timingnya sangat pas sekali memang. Di saat Luna membutuhkan seseorang dia selalu datang. Langsung saja dia menyambar handphone tersebut dan menerima panggilan. "Halo ka!""Luna! Sudah sampai?" tanyanya."Sudah ka, baru saja. Renatta gimana?" Luna tidak bisa menahan diri untuk bertanya soal Renatta. Bagaimanapun mereka pernah bertemu, dan dia berharap Renatta segera ditemukan."Dia ada di kamarnya. Aneh sekali, sebelumnya aku sudah beberapa kali mengecek kamarnya, tetapi dia tidak ditemukan. Pagi ini dia terlihat tertidur pulas sekali di kamarnya," ucap Galang.Luna pun dibuat heran. Benarkah seperti itu
"Keluar kamu Chriestie!" teriak Danny.Luna terkejut. Ternyata Danny bisa mengeluarkan amarah seperti itu. Dia mencoba memegang lengan seniornya itu. Kemudian memintanya mundur, "Ka, tunggu. Kita belum tahu siapa yang memberikan kertas itu."Danny terlihat tidak peduli. "Aku diminta oleh Galang untuk menjagamu selama dia tidak ada. Tidak aku sangka ternyata ada kejadian semacam ini."Beberapa lama kemudian pintu terbuka. Chriestie masih menggunakan pakaian santainya. Dia menganggat kacamatanya, matanya penuh dengan emosi. "Ngapain kalian ganggu orang lagi istirahat?"Tanpa berbasa-basi, Danny langsung menyerahkan kertas berisikan tinta merah tersebut. "Ini apa?""Mana aku tahu! Dibilang bukan aku pelakunya," ucapnya ketus. "Udah balik kalian ke kamar masing-masing. Apaan sih ganggu jam segini!""Terus kalau bukan kamu siapa?" tanya Danny.Chriestie tidak menjawab. Dia terlihat kesal sekali. "Kalian pikir cuman aku di sini yang ga suka
"Siapa dia?" tanya Luna.Jenny tidak menjawab. Dia tetap menunjuk ke arah jendela. Luna bingung dia menduga Jenny memintanya datang ke sana. Asih juga terlihat menunggunya. Dia mempertimbangkan banyak hal. Sebetulnya Luna ketakutan namun ada rasa penasaran yang muncul.Dia juga menduga bisa saja Asih adalah sosok yang mengetahui tentang segala misteri yang ada di rumah ini? Jika benar tidak ada salahnya ke sana.Luna telah sampai di tepi kebun. Dia menengok ke kanan dan kiri. Aneh sekali jelas betul bahwa awalnya sosok tersebut berada di sini. Dia kembali menyusuri kebun dengan kedua matanya. Namun Asih belum nampak.'Apa dia tidak ingin diganggu?' batin Luna bertanya. Tiba-tiba saja, Luna mendengar suara. Tepat di atas tubuhnya dia mendengar senandung sunda.Abi teh ayena gaduh hiji bonekaTeu kinten saena sareng lucuna....Senandung lagu berbahasa sunda itu tetap terdengar
Bayu hanya terdiam. Dia kemudian berjalan pergi. Luna bangkit, kemudian mengikuti Bayu.Luna menyadari Bayu bukanlah manusia hidup saat beberapa kali melihatnya. Awalnya memang dia tidak menyadari karena Bayu tampak nyata. Namun semakin lama Luna melihat banyak keganjilan. Diantaranya saat makan bersama Bayu hanya terdiam duduk di kursinya. Semua orang di rumah Belanda nampak tidak melihatnya. Tetapi mereka masih menghargai Bayu dengan tidak duduk di kursi tersebut. Luna memiliki kesimpulan bahwa Bayu belum lama meninggal. Namun kenapa dia meninggal, Luna akan mencari tahu nanti.Saat masuk ke kamar Nanny, Luna melihat foto Bayu bersamaan dengan dupa di depannya. Menandakan Nanny memberikan penghormatan kepada dia sesuai dengan keyakinannya. Di sanalah Luna menahan diri untuk bertanya dan mencari waktu yang tepat.Bayu membawanya ke dalam kebun. Tepat di tengah-tengah kebun tersebut Luna melihat sebuah batu nisan. Dia membaca nama yang tertara dan menemukan nama