“Kamu penganut ilmu hitam bukan?”
Kata-kata itu terus terngiang dalam benak Luna. Dia pun masih dalam posisi terkejut. Meskipun sebelumnya dia merasa tidak terima dengan perlakuan Chriestie selama ini, namun dia menolak untuk berdebat. Dia merasa percuma karena dia tahu Chriestie pasti tidak akan mempercayai apapun yang dikatakannya.
“Akan kulaporkan kepada yang lain!” ucapnya. Tidak lama kemudian dia pergi dari tempat tersebut.
Luna tidak mengubis perkataannya. Dia melanjutkan penyelidikannya. Baru kali ini dia melihat ayam hitam yang tercabik dengan darah masih mengucur. Luna menyimpulkan bahwa benda-benda tersebut belum lama diletakan.
Serrrr...
Punggung Luna merinding. Dia merasakan ada sosok yang menatapnya dari jauh. Tidak lama kemudian dia mencium sebuah bau yang tidak asing. Bau bunga yang sangat wangi sekali dicampur dengan pandan. Hawa dingin menusuk ke kulit Luna. Dia diam tidak bergerak.
“Pergi!”
Luna terkejut. Sebuah suara terdengar dari punggungnya. Luna sadar hari sudah menjelang magrib. Mahkluk tersebut akan silih berdatangan satu persatu. Apalagi dengan adanya kemenyan ini, membuat mereka berkumpul.
“Ada manusia!”
‘Kumohon aku harap ada seseorang yang datang!’ batinnya.
Kedatangan mahkluk-mahkluk tersebut membuat membuat Luna penasaran. Pasalnya Luna baru menyadari di samping Rumah Nanny terpampang kebun yang cukup luas. Rumah Nanny terletak di pojok dengan sisi samping yang hanya tertutup pepohonan kecil sebagai pagar pembatasnya.
Luna ingin melangkah. Namun kedua kakinya menolak untuk diajak bekerja sama. ‘Ayolah!’ pintanya kepada badannya sendiri.
Sampai akhirnya Luna merasakan pundak bagian kirinya dipegang oleh sesuatu. Dari ujung matanya Luna bisa melihat kuku-kuku tajam berwarna hitam di sana. Tangan pemilik kuku tersebut juga aneh. Seluruh jari jemarinya keriput menyeramkan.
Luna hanya bisa diam. Dia ingin menyingkirkan tangan buruk rupa tersebut. Namun bagaimana caranya. ‘Kumohon seseorang datang! Siapapun itu!’ batin Luna.
“Hihihihihihihi.”
Suara tertawa melengking terdengar. Membuat badan Luna bergetar hebat. Dia berusaha untuk tetap berdiri kokoh dengan tidak mengindahkannya. Luna yakin jika dia menengok ke belakang maka dia akan berpapasan dengan mahkluk tersebut. Akhirnya dia mencoba untuk menutup mata.
Ketika Luna menutup mata. Bukan kedamaian yang dia dapatkan. Melainkan gambaran jelas mahkluk-mahkluk itu terpampang di pikirannya. Luna melihat nenek bungkuk keriput yang buruk rupa di pikirannya. Pikiran tersebut membuat Luna tidak tenang. Alhasil dia memilih membuka matanya.
Ketika Luna membuka matanya, mahkluk tersebut sudah berada di depan wajah Luna. Wajah seorang nenek-nenek keriput buruk rupa. Sebelah matanya lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Wajahnya bungkuk. Dia menyeringai seram kearah Luna.
Huhhh... huhhh.... huh....
Suara nafas Luna terdengar menderu. Dia mencoba mengontrol emosinya. Luna berjuang selama ini untuk mengabaikan mahkluk-mahkluk tersebut. Karena itu salah satu cara agar tidak disadari bahwa dia adalah indigo.
Namun tidak sampai sana kejutannya. Pundak Luna terasa panas. Dia kemudian menengok ke samping. Rupanya lengan tersebut masih terpampang di sana. Akhirnya Luna menelusuri tangan tersebut dengan cara menengok ke belakang. Ternyata Tangan tersebut sangatlah panjang sampai menembus kegelapan kebun.
Badan Luna bergetar hebat. Segala emosi yang sempat dia tahan tercurahkan. Akhirnya Luna pingsan.
***
Luna terbangun di kamarnya. Dia melihat sekeliling, tidak ada orang di sana. Akhirnya dia bangkit, namun dia merasakan pundaknya masih panas. Akhirnya dia berjalan ke cermin kemudian membuka pakaian bagian atasnya yang menyisakan pakaian dalamnya saja.
“HAH!”
Betapa terkejutnya Luna. Tepat di pundak ditemukan jejak telapak tangan yang membekas berwarna merah. Seakan tubuh Luna dengan sengaja dicap. Luna mundur beberapa langkah. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Baru kali ini dia menemui pengalaman yang semenyeramkan ini. Selama ini Luna hanya bisa melihat namun ketika sampai di kota ini Luna menemui lebih banyak pengalaman mistis yang lebih parah dibandingkan dengan sebelumnya.
Tok... tok... tok....
Seseorang mengetuk pintu kamar Luna. “Siapa?” tanya gadis itu.
“Sarah!”
Ada perasaan lega dari Luna ketika Sarah datang. “Masuklah!”
Sarah membuka pintu. Dia kemudian terdiam seperti melihat sesuatu. “Pundakmu?”
Luna mengangguk. “Akan aku ceritakan nanti. Yang jelas akupun baru mengalami pengalaman seperti ini.
Tiba-tiba Danny masuk ke dalam. “Wow!”
Luna terkejut. Dia mundur sambil menutupi tubuh bagian depannya dengan kaus yang dia gunakan tadi. Mukanya mendadak bingung sekaligus tidak nyaman.
Sarah yang melihatnya langsung memukul Danny. Membuat lelaki itu terpekik. “Dasar mesum! Keluar sana!”
Danny melangkah mundur menjauh dari kamar Luna. “Aku cuman mau ngasih tau kita semua dipanggil Nanny.”
Luna mengigit bibir bawahnya. Dia memikirkan Chriestie yang melaporkan hal tidak-tidak tentangnya. Dia juga memikirkan kemungkinan dirinya akan diusir oleh Nanny. Entah mengapa hal ini membuatnya sedih. Pasalnya Luna baru merasa memiliki teman kembali setelah sekian lama.
Setelah memakai baju. Luna dan Sarah berjalan ke bawah. Di ruang tengah semua penghuni kosan sudah menunggu. Chriestie terlihat puas dengan senyum kemenangan tersungging di bibirnya. Membuat nyali Luna sedikit ciut. Galang dan Danny berdiri di sana. Sementara Nanny tetap dengan senyumnya duduk manis di sofa tua empuk miliknya. Hanya Bayu yang tidak terlihat.
“Luna duduklah! Ada sesuatu yang harus aku katakan kepada kalian semua,” ucap Nanny dengan nada yang lembut.
Luna mengangguk. Dia dan Sarah duduk bersebelahan. Dia bisa merasakan suasana ruang tengah sangatlah tegang saat itu. Tidak berapa lama kemudian Nanny membuka suara, “Aku akan membicarakan perihal laporan Chriestie hari ini.”
Glek...Luna menelan ludah. Hal yang dia khawatirkan ternyata terbukti. Chriestie benar-benar mengadu kepada Nanny. Luna sendiri heran, mengapa Chriestie seakan membencinya sangat. Padahal dia tidak pernah mengusiknya sama sekali.“Sebelum itu aku ingin kalian berdua duduk juga.” Perintah Nanny kepada Danny dan Galang.Mereka berdua menurut. Segera mereka mencari posisi yang nyaman untuk duduk. “Silahkan dimulai Nanny,” ucap Galang.“Baiklah,” prolog Nanny. “Chriestie bercerita bahwa dia menemukan hal yang aneh di pinggir rumah.”Semua penghuni kosan Belanda mendengarkan. Chriestie sendiri menyeringai puas. Dia berkali-kali mendongkak ketika melihat Luna. Membuat nyali Luna menciut sedikit.“Yang ditemukan oleh Chriestie adalah sesajen,” lanjut Nanny.Atmosfer semua orang mendadak berubah. Seakan mereka mengetahui apa yang terjadi. Ada raut muka khawatir dari semuanya. Membua
Kediaman Galang.Blam...“Renatta?” Bella, ibunda Galang memanggil putri bungsunya tersebut. Dia mendengar sebuah pintu yang terbanting dari lantai dua. Hening tidak ada satupun suara. “Kamu sudah pulang kan?”Sunyi. Tidak ada suara apapun dari lantai dua. Bella mengangkat alisnya. Mendadak suasana terasa berbeda. “Mama ke atas ya!” ucapnya lagi.Bella berjalan menyusuri tangga kayu. Kayu itu terdengar berdecit ketika diinjak. Menandakan usianya yang sudah tua. Di ujung langkahnya terhenti. Dia merasakan ada sesuatu yang menatapnya dari belakang.Sret...Punduk Bella menegang. Jelas sekali dia merasakan sesuatu lewat di belakangnya. Dengan ragu-ragu dia menengok memutar. Namun tidak ada seorang pun di belakangnya.Glek...Wanita itu menelan ludah. Memang dia merasakan rumahnya aneh sekali akhir-akhir ini. Setiap kali dia sendirian dia merasa seakan diawasi. Namun dia menepis segala pemikiran
“Maukah kamu membantuku menyelidiki boneka tersebut?”Luna terdiam lama mendengar permintaan Galang. Hatinya bingung. Belum lama ini berbagai peristiwa mistis dan kurang menyenangkan mengitarinya. Membuat Luna tidak ingin kembali berurusan dengan hal demikian. Karena masalah di kosan pun belum selesai. Namun dihadapannya adalah orang yang menolongnya. Bagaimana mungkin Luna bisa menolaknya.“Aku-,” Luna tidak meneruskan kata-katanya. Matanya menunjukan kebingungan. “Kenapa aku?”Galang tersenyum mendengarnya. “Karena kamu spesial.”Mendengar kata spesial membuat sedikit debaran di dada Luna. Selama ini orang-orang selalu berkata aneh tentangnya. Baru kali ini ada seseorang yang berkata bahwa dirinya spesial. Namun Luna kembali menunduk. “Sepertinya aku tidak bisa.”“Kenapa?” tanya Galang.“Aku takut Ka,” ucap Luna. “Ada trauma yang tidak bisa digambarka
“Huh!” Luna membuka matanya. Dia langsung bangkit dari posisi tidur. Peluh membasahi seluruh tubuhnya. “Ka Galang!” Air mata Luna menetes di pipi. Dia teringat kepada mimpinya tadi. Gadis itu melirik jam dinding. Masih jam tiga pagi, hatinya serasa tidak tenang. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan ke lantai satu. Menenangkan hatinya. Kreeettttt Pintu kamar Luna dibuka. Dia melangkahkan kakinya keluar. Lorong kamar gelap gulita. Semua penghuni kamar masih berada di mimpinya masing-masing. Dia kemudian berjalan menuju lantai satu. Mencoba menenangkan diri dengan menonton tv. Tuk.. tuk.. tukkk... Luna terdiam. Dia merasa ada yang mengikutinya. Hawa dingin mulai menyelimutinya. Namun dia mencoba untuk menepis rasa takutnya. ‘Jadilah berani Luna!’ batinnya. Dengan langkah pelan, dia mencoba maju kembali. Suara itu tetap mengikutinya dari belakang. Haruskah Luna menengok? Atau dia harus tetap maju. Rasa ragu mulai menyelimutinya.
“Kakek?” seru Luna. Kakek Luna, Raden Rangga Wijaya terlihat menampakan dirinya. Luna menghampiri Rangga. Raut muka pria tua itu masih sama bijaknya dengan saat Luna masih kecil. “Aku rindu kakek.” Luna berlari memeluknya. “Bagaimana kabarmu cucuku?” Air mata jatuh ke pipi Luna. Dia tahu ini mimpi, karena sesungguhnya orang yang ada di depannya ini sudah meninggal. “Baik.” “Kamu pasti mengalami banyak hal berat,” ucap Rangga. “Tetaplah kuat na. Aku minta maaf karena harus menurunkan kemampuanku padamu, cucuku.” Luna terdiam. Dia paham maksudnya. Ternyata kemampuan indigo yang dimilikinya adalah pemberian kakeknya. “Aku ingin kemampuan ini pergi. Aku Lelah!” terdengar nada emosi saat Luna mengatakannya. “Aku tahu,” jawab Rangga. “Tapi Tuhan tidak akan menurunkan kemampuan ini kepada sembarang orang.” Gadis itu tidak menjawab apapun. “Hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya,” lanjut Rangga. “Meskipun demikian dia h
Deg... deg... deg... Jantung Luna berpacu dengan kencang. Dengan jelas dia bisa melihat wajah wanita buruk rupa tersebut. Auranya benar-benar gelap dan pekat. Luna tahu bahwa ini adalah daerah kekuasaannya. “Hihihihihihihi.” Luna mendengar suara mahkluk tersebut di kepalanya. Seakan mengajak berkomunikasi dengannya. Dia semakin mendekatkan diri ke arahnya. ‘Aku harus maju!’ batin Luna. Dia kemudian melangkahkan kakinya satu demi satu. Berusaha sekeras tenaga mengabaikan mahkluk yang ada di depannya. “Wangi!” Leher Luna menegang. Dia tahu orang-orang sepertinya konon memiliki bau yang berbeda. Bau khas yang memang mengundang para lelembut datang dan penasaran. Sedikit lagi Luna bisa keluar dari lorong gelap tersebut. Sebetulnya lorong itu tidak panjang. Hanya sekitar dua sampai tiga meter saja. Namun entah mengapa Luna merasa berjalan sangat jauh. Terlihat cahaya mataha
“Kalian berdua hati-hati di jalan ya!” pesan Nanny. “Salam kepada kedua orangtua kalian.” Galang dan Luna mengangguk bersamaan. Mereka akan pulang ke kota Hujan menaiki motor. Luna akan menginap di kediaman Galang satu hari sebelum akhirnya pulang ke rumahnya. Kebetulan mereka berasal dari kota yang sama. “Aku pastikan akan mengantar Luna dengan selamat,” Galang mengucapkan janji dengan tatapan serius. “Sayang ya aku gabisa ikut!” seru Danny. Dia awalnya ingin ikut juga. Terlebih ketika tahu bahwa mereka berdua memiliki misi rahasia untuk melihat boneka Renatta, adik dari Galang. “Ada job sih, kalau ga ada gapapa.” “Sarah mana?” tanya Luna. Sedari tadi sahabatnya tidak menunjukan batang hidungnya sedikitpun. “Sarah meminta ikut awalnya,” ucap Galang. “Namun aku memberitahu bahwa ada kamu jadi dia ga bisa ikut.” Ada sedikit perasaan tidak enak dari Luna. Apakah jangan-jangan Sarah kecewa karena dia tidak bisa ikut. Namun Luna yakin Sara
Ngeeeenggg.... Suara kendaraan mulai terdengar di telinga. Kendaraan mereka secara ajaib berada di pinggir jalan raya. Saat itu sudah petang. Entah berapa jam mereka disesatkan. Galang menengok ke belakang. Mengecek keadaan juniornya tersebut. “Kamu gapapa?” “Gapapa ka!” jawab Luna. Dia masih memeluk pinggang seniornya tersebut. Ketika sadar langsung dilepaskan. Dia menunduk dengan malu-malu. “Aku minta maaf!” “Aku yang minta maaf!” bantahnya. “Aku melihat sesuatu dari kaca spion. Takut kamu kenapa-kenapa aku minta kamu berpegangan.” Wajah Luna terlihat kemerahan. Meskipun demikian jantungnya masih berdetak kencang. Tangannya pun masih sedikit bergetar. “Sepertinya kita terjebak selama beberapa jam.” Galang melihat arlojinya. Ajaib sekali, sudah pukul sembilan malam. Padahal dia merasa hanya berkendara selama setengah jam saja. “Kita benar-benar terlambat!” Kruukkkkk... Luna merasakan perutnya berbunyi. Wajar saja dia b