Arbia melengkungkan tubuhnya berkali-kali ketika lidah sang kapten menari-nari di daerah terlarangnya. Desahannya meresahkan siapapun yang mendengar. Puncak klimaksnya sebentar lagi sampai.
Namun sang kapten tak ingin menyudahinya begitu saja. Tubuh jantannya menindih badan kecil Arbia dan mulai membenamkan juniornya dengan tajam.
"Akh--!" suara parau Axelle semakin membuatnya menari dengan exotisnya dibawah tubuh sang kekasih.
Rasa rindu yang mendalam itu menyatu begitu saja. Axelle begitu menikmati rasa yang ia berikan untuk kekasihnya. Rasa sayang yang berlebihan itu membuatnya semakin bergemuruh, menekan tubuh Arbia. Terdengar napas yang tersengal diiringi lenguhan dan desahan mereka berdua. Puncak dada Arbia tak luput dari lidah Axelle. Di lahapnya gunung kembar itu dengan gairah membara.
"Sayang ... oh ... Aku mau ...akh --"
Tak lagi bisa melanjutkan ucapannya, Axelle menjerit sekuatnya di iringi teriakan Arbia yang erotis. Bibirny
Terima kasih sudah membaca
Tidak membutuhkan waktu lama, Axelle dan Arbia sudah sampai di TKP. Satuan tugas yang dipimpin oleh kapten Axelle masih kejar-kejaran dengan sekelompok begal yang ternyata membawa seorang sandera, kabur dari tempat kejadian. Axelle segera turun ke lapangan setelah berpamitan pada kekasihnya. Arbia sendiri lsngsung bergabung dengan komunitas reporter yang lain setelah sebelumnya menghubungi sang kakak, Arka Abianta untuk segera datang ke tempat kejadian. Sementara di tempat yang sudah lumayan jauh, terjadi kejar-kejaran antara tim anggota satuan polisi yang dipimpin Axelle dengan sekelompok begal yang berhasil membawa seorang sandera yang belum jelas jenis kelaminnya. Bahkan sekarang pengejaran sekelompok begal itu harus melibatkan senjata tajam. "Tes-tes-tes, monitor, satu-dua! Ada yang bawa motor, nggak? Cepat menepi di garis depan, tukar tempat." Suara Axelle memperbarui informasi di ht-nya. Beberapa anak buahnya segera menepi dan melaksanak
Celine Fazah Arufiah, lagi-lagi bikin masalah baru. Baik Axelle ataupun Arbia menyayangkan hal itu. Mereka tak menyangka Celine akan nekad berbuat seperti ini. "Gama dan kamu!" Tangan itu persis menunjuk ke arah wanita yang sedang menunduk di hadapan Axelle. "Celine Fazah Arufiah," merasa dirinya dipanggil nama panjangnya yang lengkap. Celine memberanikan diri mendongak, menatap laki-laki yang kini resmi bukan tunangannya lagi itu. "Menyerahlah, Kalian! Agar hukuman kalian lebih ringan." Suara kapten Axelle menggema diantara puluhan orang termasuk para awak media yang ada di situ. Bergeming, sepi, dan hening. Kerumunan itu hanya menampakkan kesunyian yang berkepanjangan. Celine dengan tiba-tiba maju dan mengulurkan tangannya pada Axelle untuk menyerahkan diri. Sesaat Gama dan Axelle dibuat terpana dengan sikap sang dokter ini. "Celine!" Gama menarik tubuh gadis itu untuk kembali di sampingnya. Namun, gadis itu bersikukuh. "Aku yang ber
Baik Axelle da Arbia, berjalan masing-masing. Arbia ke rumah orang tuanya karena kakaknya, masih menggunakan rumah Zakaria sebagai kantor utamanya. Sedangkan di perusahaannya hanya sesekali saja dia datang. Masih nunggu pemulihan kondisi kesehatan Arbia. Kalau Arbia sudah sehat total barulah dia akan pindah kantor ke perusahaannya. Sementara, Axelle sebelum menuju ke gedung wali kota, di singgah ke kantornya dulu karena anak buahnya menunggu di sana. "Siapakan Pasulan Inti!" Dengan lantang Axelle memberi perintah kepada anak buahnya. "Siap laksanakan, Kapten!" Setentak pasulsn itu menjawab. Kapten Axelle memimpin pasukannya menuju gedung wali kota, untu penjagaan dan penyelamatan para pendemo yang sudah membludak di sana. Mereka mengiginkan Prabu Mangkunegara batal mencalonkan diri jadi wali kota yang srbentar lagi akan diadakan kampanye. Ini berhubungan dengan kasus tadi malam yang tiba-tiba mencuat ke media berita tentang munculnya sosok, Ga
"Monitor satu-dua, tolong kondisikan tempat demonstrasi. Dan bawa kendaraan ke jalan raya, Saya tunggu! Ganti." Demikian sekilas perintah Axelle pada anak buahnya yang dihubungkan lewat HT. Dan laki-laki dengan gelar kapten itu sudah melajukan mobilnya yang di ikuti oleh beberapa anak buahnya. Sebagian anak buahnya masih menjaga dan mengamankan tempat pendemo. Sebagian laki mengikuti perintahnya yang bergerak untuk menyelamatkan peculikan seorang Gama Pramudia. 10 menit yang lalu, Gama Pramudia diseret dan didorong masuk ke dalam sebuah mobil pribadi berwarna hitam dan di melaju meninggalkan tempat para demonstran di gedung wali kota. Mobil-mobil yang dikendarai para penculik dan para anggota polisi mampu mencuri perhatian seorang Praditia Wicaksana sebagai pemilik perusahaan penerbit itu, memicingkan matanya, karena mereka terlihat kebut-kebutan. "Ada apa itu? Siapa yang mau di selamatkan sama Axelle?" Praditia mengendikkan bahu sekilas. Meskipun dia
Suara tembakan itu hampir berbarengan. Gama ambruk seketika dan Ratu terkapar. Peluru Ratu meleset mengenai pinggang Gama sedang pergelangan tangan Ratu terkena peluru Axelle. Langkah itu harus diambil karena posisi Gama yang sudah sangat urgent. Seketika darah itu mengalir dari dua orang itu. Pertolongan pertama pun sudah disiapkan oleh tim khusus yang dipimpin oleh Axelle. Dengan sigap Axelle membawa Gama dan Ratu ke mobil ambulans. Dalam sekejab berita itu sudah menyebar kesegala penjuru media. Ratu Putri Prameswari dan Gama Pramudia, seharusnya menjadi pasangan yang unik dan serasi dengan kisah mereka masing-masing yang saling berkaitan, kini malah saling menyingkirjan, membunuh dan melenyapkan. Berita di mediapun bergulir begitu cepatnya sampai ke telinga Prabu Mangkunegara beserta jajaran stafnya. Mereka sibuk mengklarifikasi semua media berita yang mencuat
Bergulirnya berita bahwa Gama Pramudia adalah anak kandung dari Prabu Mangkunegara sudah tidak dapat dielakkan lagi. Semua media berita mengulas dan mengupas habis berita itu. Masih menjadi trending topik Headline bertajuk, BATALKAN PRABU MANGKUNEGARA SEBAGAI CALON WALI KOTA". Arbia mengelengkan kepala beberapa kali, melihat berita hari ini begitu dasyat. Ada rasa iba menyeruak ke dadanya tatkala matanya bertemu dengan lelaki tua itu kemarin siang di rumah sakit. Seolah ada beban berat di sana. Yah! Tentu saja. Dengar terbongkarnya semua rahasia yang mereka simpan selama 26 tahun ini, pasti berpengaruh terhadap pemilihan calon wali kota. Prabu Mangkunegara mencalonkan diri sebagai wali kota beserta wakilnya. Tetapi karena kasus ini tiba-tiba mencuat pencalonannya ditangguhkan. Bisa terancam dibatalkan. Keluarga besarnya ricuh, istrinya tidak terima sama sekali dengan pengakuan suaminya di depan publik. Apalagi putrinya
Semua orang menoleh kearah suara itu berasal. Wanita cantik dengan tinggi badan yang proporsional. Dia ramah dengan senyumnya yang memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. Axelle dan Arbi saling berpandangan, sedang Arka hanya tak acuh dengan perkenalan wanita itu. Kenalkan, nama Saya Cathrine, mulai saat ini Saya yang akan mengawal ke mana pun Pak Gama pergi." Seketika Gama yang mendengar kata-kata wanita itupun mengerutkan dahi. "Siapa yang menyuruhmu bertindak lancang begitu? Kamu mau menjadi pengawal pribadiku, atas perintah siapa?" "Atas perintah Saya! Kenapa kamu keberatan?" Apa-apan ini? Gama dan ibunya dan semua yang ada di ruangan itu kembali menoleh ke arah suara yang tiba-tiba sudah muncul di belakang wanita yang namanya Catrine itu. Prabu Mangkunegara tidak bisa menutupi keterkejutannya mengetahui siapa yang datang. Bagaimana bisa perempuan yang tak lain Sintia, istrinya bisa mengetahui keberadaan Gama
Axelle dan Kai memulai penyelidikan. Kalau benar, apa yang mereka pikirkan, bahwa Cathrine Rachel maryam adala mata-mata yang dikirim oleh bandar mafia sekaligus target operasi tim kepolisian, itu tandanya, Axelle dan pasukannya harus siap bertempur lagi dengan musuh. Kapten muda itu sudah mulai menjalankan penyelidikikannya melau sahabatnya Gama Pramudia. Penyelidikan ini internal sekali. Hanya diantara Kai dan dirinya. Belum waktunya ini dipublikasikan, termasuk Arbia Siquilla. Siang ini, Axelle sengaja berkunjung ke rumah Gama Pramudia. Tepat di dalam pemikirannya. Selain dijaga keamanan, Cathrine Rachel Maryam rupanya juga ada di sana dan Axelle yakin, wanita itu tinggal di pavilium sebelah rumah Gama. "Tumben, kamu datang ke sini. Pasti punya maksud, ya?" Axelle menoleh dan menyuguhkan sahabatnya dengan senyum misterius. Kembali dia fokus sama ikan-ikan yang di piara Gama, di sebuah akuarium berbentuk kubus. "Aku mau n