Sementara itu didalam ruang eksekutif hanya ada Bella dan Dante Sebastian. Bella membuka botol minuman dan menuangkannya ke gelas dante. Sejujurnya hati Bella merasa lega karena dia tidakharus melayani lima pria sekaligus malam ini. ‘Puffff syukurlah hanya satu orang saja! Memang sih mereka semua tampan tapi aku bisa pingsan kalau harus melayani kelima pria itu.
Duh….aku takkan pernah melayani lima pria sekaligus kapanpun, meski dibayar mahal sekalipun! Lagipula pria didepanku ini sangat tampan, hmmmm…...sejauh ini dia pria tertampan dari semua pria yang pernah kulayani.’
Tapi kenapa sorot matanya sangat mengerikan? Bella berdecak didalam hatinya dan ada perasaan senang karena akan melayani satu pria saja dan pria itu sangat super tampan dengan tubuh yang kekar berotot. Pikiran Bella melayang kemana-mana memikirkan betapa kuatnya pria itu.
“Siapa yang menyuruhmu menuangkan minuman untukku?” suara Dante terdengar sarkas membuat hati Bella berdenyut dan refleks menatap pria dihadapannya.
“Ma---maafkan saya Tuan! Saya pikir anda ingin minum karena gelas anda sudah kosong!” jawab Bella dengan suara lembut dan merdu meskipun sebenarnya dia merasa cemas dan takut.
Bella menaruh kembali botol minuman diatas meja. “Apa yang bisa saya lakukan untuk membuat Tuan merasa nyaman?” tanya Bella setelah keheningan menyelimuti ruangan itu. Bella berusaha berinisiatif untuk membuka percakapan dengan pria itu.
Tapi pria dihadapannya hanya diam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Hanya matanya saja yang terus mengamati Bella, sejenak mata pria itu terfokus pada sesuatu ditubuh Bella yang membuat gadis itu merasa tidak nyaman.
Refleks tangan Bella menutupi tahi lalat dibelahan kedua puncak kembarnya. Dia merasa cemas jika tamunya akan mempermasalahkan tanda lahirnya. Dia teringat kembali ucapan Madam Wendy yang mengatakan jika tamunya tidak puas maka hutangnya akan bertambah sepuluh persen.
“Kenapa kau menutupinya?” tana Dante tanpa mengalihkan tatapan matanya.
“Maaf Tuan. Apakah anda tidak suka melihat ini?” tanya Bella perlahan.
“Sejak kapan kau memiliki itu?” tanya Dante sambil berdiri lalu melangkah mendekati Bella.
“Hemmm…..sepertinya ini tanda lahir, Tuan. Sudah ada sejak saya kecil.” jawab Bella dengan tangan yang masih menutupi tanda lahirnya.
Tahi lalat itu memang terlihat sedikit mencolok karena bentuknya yang besar dengan diameter sekitar setengah centimeter.
“Apa aku menyuruhmu untuk menaruh tanganmu disitu? Lepaskan tanganmu!” Dante tampak tak suka dan semakin mendekat pada Bella. Tatapan matanya semakin tajam hingga membuat Bella bergidik ngeri.
“Maaf Tuan.” jawab Bella lalu menurunkan tangannya.
Sreeetttt!!!!!
Dante merobek penutup dada yang berbentuk X sehingga puncak kembar itu pun terpampang jelas. “Sejak kapan kau bekerja disini?” Dante kembali melontarkan pertanyaan sambil tangannya menyentuh puncak kembar berwarna merah muda itu. Tangannya mengusap kulit lembut dan mulus gadis itu.
“Ehmm…..sejak tiga setengah tahun lalu!” jawab Bella dengan jujur.
“Kenapa kau bekerja disini? Apa kau kekurangan uang?”
“Ehm….i—itu….ayahku kalah judi dan tidak punya uang lagi padahal hutangnya sudah menumpuk pada Tuan Julian.: ujar Bella dengan nada sedih setiap kali dia mengingat semuanya. Bibirnya melengkung keatas saat menatap Dante, dalam hati Bella merasakan kepedihan karena Dante menanyakan sesuatu yang sangat tidak ingin dia ingat lagi.
“Oh….lalu siapa pelanggan pertamamu?” Dante acuh saja meskipun dia melihat perubahan raut wajah Bella tapi dia justru kembali bertanya. Tangan Dante mengepal dibelakang punggungnya, ada kemarahan yang dia tahan sejak tadi.
“Saya sudah tidak ingat lagi Tuan. Kejadiannya sudah lama.” Bella menjawab dengan senyum tipis sambil terus menatap pria dihadapannya hingga mata mereka saling bertautan.
“Yang saya ingat hanyalah ketakutan, rasa sakit dan perih. Saya tidak tahu siapa orang itu, tidak pernah melihat wajahnya karena mata saya ditutup. Saya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi saat itu.”
“Sudah berapa kali kau melayani tamu?” Dante kembali melontarkan pertanyaan.
“Saya tidak tahu, tuan.” ujar Bella menggelengkan kepala. Dia bingung mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang terus dilontarkan pria asing itu seolah sedang di interogasi.
“Berapa hari kau bekerja dalam seminggu?” tanya Dante kembali sambil memegang dagunya.
“Setiap hari kecuali kalau saya sedang datang bulan. Biasanya saya hanya melayani satu tamusetiap malam dan terkadang saya hanya melayani oral saja. Tergantung kesediaan saya dan kesepakatan dengan tamu.” kata Bella tanpa menyembunyikan apapun.
“Oh begitu! Apa kau tidak bisa berhitung? Kira-kira sudah berapa banyak tamu yang kau layani selama ini?” suara pria itu meninggi dan marah.
“Anu….” Bella mencoba mengingat-ingat. Kalau setahun itu ada tiga ratus enam puluh lima hari jadi tiga tahun setengah berapa ya? Masa aku harus hitungan kayak anak sekolah sih. Bella menatap pria dihadapannya dengan tatapan sendu. Dante mengeryitkan kening menatap Bella dengan tajam dan sulit dimengerti oleh bella.
“Mungkin sekitar seribu kali ya, tuan.” jawab bella gugup, dia hanya menerka-nerka saja karena selama ini dia tidak selalu melayani full service. Tergantung mood dan kesepakatan, Bella sangat pemilih dan kadang hanya bersedia melayani oral saja jika tamunya tidak sesuai.
Bella menatap pria itu yang hanya diam membuat Bella bertanya-tanya jika dia salah bicara. Dia mulai merasa cemas saat melihat Dante malah berjalan mundur dan meraih interkom dan menghubungi seseorang.
Mati aku! Sepertinya dia tidak tertarik padaku! Habislah aku malam ini, hutangku malah bertambah. Benar-benar sial! Gerutunya dalam hati.
“Datang keruanganku sekarang!” suara Danter terdengar sangat marah. Hanya kalimat itu saja yang terucap dari bibirnya.
Tok Tok Tok…..
Hanya dalam waktu satu menit saj terdengar bunyi ketukan dipintu. Bella berdiri dengan kaku, detak jantungnya semakin tak karuan.
“Ada yang bisa kubantu?” seseorang yang tadi dihubungi Dante berbicara dengan intonasi suara yang terbata-bata dan raut wajah yang khawatir. Nampak sekali jika pria itu ketakutan, dia terlihat menelan saliva berkali-kali.
“Apa-apaan ini, ha? Jadi dia yang kau katakan sebagai wanita terbaik di klub ini?” Dante yang duduk sambil melipat kedua tangan didada dengan pandangan mata kearah Bella meskipun kalimat yang diucapkannya ditujukan pada pemilik klub.
“Apa ada yang tidak memuaskan, Tuan Dante?” wajah Julian memucat.
“Aku bertanya padamu kenapa kau malah bertanya balik padaku. Apa kau tidak mengerti pertanyaanku, ha?” emosi Dante semakin mencuat.
“Oh saya mengerti, Tuan. Bella adalah wanita terbaik kami, dia sangat istimewa dan berbeda dengan yang lainnya. Tamu-tamu tidak pernah komplain sampai saat ini.” jawab Julian.
“Jadi maksudmu, aku yang pertama komplain, begitu?” nada suara Dante tak senang.
“Bu---bukan begitu maksudnya.” ujar Julian cepat sebelum ada kesalahpahaman.
Bella sama sekali tidak melawan, dia hanya bicara lirih dengan mata yang masih tertutup rapat seakan dia sedang berada diantara batas kesadaran dan mimpi.“Apa yang sudah kulakukan padannya? Kata-kata itu?” Dante merasakan dadanya sesak dan seketika kemarahannya hilang menguap begitu saja. Dia tidak lagi berpura-pura menjauhi Bella, dia menggendong Bella dengan kedua tangannya. Wanita itu tanpa sadar meringkuk dalam dekapan Dante.“Aku mohon aku takut gelap biarkan aku pergi dari sini.” Bella kembali bergumam kalimat yang sama dengan histeris dan menangis terisak walaupun matanya masih tertutup rapat.“Aku sudah menggendongnya dengan kedua tanganku.Tapi kenapa dia masih histeris dan menggumamkan kata-kata yang sama? Sial! Kenapa aku bisa lupa kalau dia takut gelap dan menaruhnya didalam bagasi!” Dante mendengus.“Aku ingat kala itu dia memegang ponsel dan menyalakan lampunya didalam bagasi. Tapi kali ini dia tidak membawa ponselnya dan tidak ada penerangan sama sekali didalam bagasi.
“Kau benar sekali. Lebih baik kita fokus mencari Wendy dan membawany pada Dante.” ujar Eddie. “Dimana kita bisa menemukan wanita itu?”“Bukankah kau sedang menyetir menuju kesana? Tempat tinggalnya sekitar tiga kilometer lagi dari sini.” ucap Nick yang melihat GPS dan juga memasang GPS didepan.“Apa kau yakin itu tempatnya?” tanya Eddie ketika mereka sudah sampai dan melihat tempat yang ingin mereka datangi.“Anak buahku yang bilang disana tempatnya. Siapa yang mau turun denganku?” tanya Nick.“Aku saja.” Hans menimpali.“Kalau begitu aku akan menunggu kalian dimobil.” ujar Eddie. Kedua pria itupun turun dan mencari Wendy.“Apa menurutmu nasib wanita ini akan sama seperti suaminya?” tanya Hans berbisik ditelinga Nick.“Aku tidak tahu tapi kita harus menemukannya dulu. Soal itu biarlah jadi urusan Dante nanti.”“Jadi ini pintu apartemennya?” tanya Hans menatap sebuah pintu.“Ya aku ras memang ini.” Nick melirik Hans. “Biar aku saja yang ketuk pintunya.”Tok Tok Tok TokAgak lama mereka
“Kau berinisiatif sendiri?” Eddie mencecarnya dengan pertanyaan.“Hmmm…..apa kalian lupa kalau Dante tidak pernah menghukum seseorang secara langsung? Jadi aku hanya berjaga-jaga saja jika seandainya dibutuhkan. Ternyata benar firasatku.” Nick tersenyum lalu melirik kedua sahabatnya. “Siapa yang akan menyupir?” ujarnya sambil mengangkat kunci ditangan.“Aku!’ Eddie bicara sambil mengangkat tangan. “Nick! Ceritakan apa penilaianmu tentang semua ini?”“Apa kalian mengingat kejadian empat tahun lalu?” Nick mulai bicara.“Kejadian apa?” tanya Eddie kemudian. Dia tidak terlalu mengingat kejadian empat tahun lalu dan mulai mencoba untuk mengingat.“Saat Dante meminta kita untuk tidak mengganggunya selama satu tahun! Apa kau lupa soal itu? Masa itu kita semua kewalahan menangani semua pekerjaan dilapangan karena dia tidak ada.” Nick kembali mencoba mengingatkan kedua sahabatnya sambil menghempaskan tubuh di jok mobil.“Ah itu!” Eddie mengingat lalu mengangguk-anggukkan kepala.“Memang kenapa
Dante terus menarik Bella keluar dari penthousenya menuju mobil. “Salah satu dari kalian kendarai mobilnya.” perintahnya pada pengawal yang berjaga didepan lift. Dia tidak peduli teriakan kesakitan gadis itu. Tangannya bahkan semakin kuat menjambak rambut Bella“Baik Tuan!”“Kita ketempat ini! Perhatikan baik-baik alamatnya, baca! Kita kesana sekarang!” Dante bicara pada salah satu anak buahnya yang dijadikan supir lalu memberikan kunci mobilnya dan menarik Bella menuju mobilnya masih dengan menjambak rambutnya.BRAAKKKK! Dante membuka bagasi mobil dengan kasar.“Masuk!” perintah Dante pada Bella.“Tuan saya takut, didalam gelap.” ucap Bella bergidik ngeri membayangkan bagasi yang gelap.BRUKKKK…..seakan tak peduli pada ucapan Bella, pria itu langsung membanting tubuh Bella masuk kedalam bagasi mobil dan langsung menutupnya.“Berangkat sekarang!”ucap Dante saat dia sudah berada didalam mobil. ‘Bisa-bisanya dia menelepon laki-laki lain saat aku tidak ada! Apa dia sudah melakukannya ber
Dia memikirkan kira-kira seperti apa karakter Dante yang sebenarnya, termasuk perubahan sikap Dante yang tiba-tiba saja marah dan pergi begitu saja.“Dante...pria aneh! Haaah…..aku kan tidak menyusahkannya malah aku tadi memberikan uang padanya. Aku hanya memintanya untuk memberikan uang itu pada adikku dan dia bisa memotong biaya antarnya dari uang itu. Tapi kenapa dia jahat sekali tidak mau menolongku. Padahal aku hanya memintanya melakukan sesuatu yang sederhana.”“Oh Sarah! Bagaimana kondisimu disana? Tuhan….aku harus minta tolong pada siapa?” Bella kembali memikirkan tentang adiknya ketika dia memikirkan betapa jahatnya Dante padanya.“Aku sangat yakin kalau tiga puluh ribu dolar, pasti dia punya tapi memang dia yang tidak mau menolongku!” Bella mengomel sendirian dikamarnya mengingat kembali bagaimana Dante tidak mau menolongnya dan langsung pergi meninggalkannya.‘Tunggu! Apa aku bisa minta tolong pada Tuan Jeff? Tapi aku merasa tidak enak hati minta tolong padanya, selama ini
“Aku juga tidak tahu. Aku belum pernah melihatnya melakukan itu.”“Tapi memang ini jauh lebih sadis daripada film thriller!” Eddie mengomentari dengan suara pelan tak berani mengganggu Dante.KREEEKKKKAaaaaahhhhhkkkkk“Aduh sadis sekali!”“Issss…..kenapa aku merasa ngilu melihatnya?” bahkan teman-teman Dante berkeringat dingin melihat bagaimana pria itu mematahkan tangan Julian.‘Gergaji itu….’ bisik Hans pelan “Sssshhhh...”Nguuuuuuunnnng“Ini untuk seribu orang yang telah kau berikan padanya!” ucap Dante yang menjadi suara terakhir yang didengar oelh Julian didunia ini.Aaaahahhhhkkkkkk……..‘Ada apa dengan Dante? Kenapa dia bisa setega itu? Aku belum pernah melihatnya membunuh satu orangpun bahkan aku sempat berpikir bahwa dia satu-satunya kepala mafia yang tidak berani untuk membunuh lawannya! Dia bahkan selalu menyuruh kamu menyelesaikan semuanya. Tapi apa yang barusan kulihat?' batin Nick.'Kejam sekali! Dia benar-benar membelah orang itu dari atas ke bawah dengan gergaji mesin?
‘Sepertinya aku harus bisa mengendalikan diriku. Mereka berdua adalah keluargaku yang sebenarnya tapi aku berjanji akan memberikan kehidupan yang baik untuk wanitaku! Mungkin suatu hari nanti aku akan membebaskannya dengan kondisi yang aman tidak seperti dulu saat aku terlalu terburu-buru membebaskannya. Kali ini aku tidak akan membiarkan hidupnya hancur lagi, aku pastikan dia akan hidup dengan baik dan bahagia.’ ujar Dante dalam hatinya.Sejujurnya dia tidak ikhlas saat memikirkan itu, tapi dia tetap mengatakan pada dirinya dengan niat yang dia sendiri tak pahami.“Ayo kita masuk kedalam. Tidurkan Alex!” ucap Tatiana. Dante pun setuju lalu mereka berdua masuk bersama dengan Alex yang masih tidur didekapan Dante.“Jika kau ingin pergi, maka pergilah sekarang supaya kau tidak pulang larut malam.” kata Tatiana.“Apa kau tidak keberatan menjaga Alex?”“Dante! Aku sudah bilang padamu kalau dia anakku, berarti kau tidak perlu bertanya lagi soal itu. Tidak seorang ibu yang keberatan untuk
“Tolong jangan mulai lagi.”“Aku hanya mengutarakan isi hatiku. Aku hanyalah seorang perempuan cacat Dante! Tentu saja kau tidak akan pernah mau mendengarku.”“Cukup! Jangan mulai lagi Tatiana!” ujar Dante dengan intonasi tinggi.“Keputusanku untuk tetap menggeluti duniaku dan mengurus organisasiku bukan karena masalah dalam hidup kita! Aku tidak pernah mempermasalahkan semua kekuranganmu. Kita sudah sepakat!”“Itu menurutmu. Tapi bagiku itu masalah!”“Tatiana!”“Dante! Aku mau istirahat saja, aku lelah. Biarkan aku sendiri.”“Alasan! Kau hanya ingin menghindar dariku.”“Apakah pantas aku menghindari suamiku yang tampan dan kaya yang selalu mencintaiku apa adanya, tak pernah berbagi hati dengan wanita lain meskipun aku mandul?”Kalimat itu sontak membuat Dante lingling, dia tak bisa merespon ucapan istrinya. Dia ingin mengejarnya tapi Tatiana sudah melangkah pergi dengan langkah cepat.Dante hanya terdiam dengan pikirannya yang melayang pada sosok wanita yang kini sedang berada di pen
“Memancing dan menelepon. Tapi hari ini aku tidak mendapatkan seekor ikan pun, lautnya terlalu kotor.” kata Dante.“Ya kau benar sayang. Inikan teluk Jakarta, mungkin kau harus pergi memancing ketempat lain.”“Mungkin aku harus pergi lebih ketengah lagi, airnya mungkin lebih bersih.”“No, Dante! Aku mengkhawatirkan kesehatan anak kita kalau kau membawanya ketengah laut. Apa kau lupa kalau dia mabuk laut? Lagipula kita sudah melaut lama sekali sekarang Alex pasti sudah lelah. Biarkan dia beristirahat.” ucap Tatiana.“Baiklah. Kita akan kembali jika menurutmu itu lebih baik untuknya.”Keduanya lalu masuk menghampiri anaknya dan melupakan pancingan ikan dan melupakan sejenak bisnisnya.“Alex, jadi kau ketengah laut hanya untuk main lego saja?” tanya Dante menghampiri putranya.“Daddy lihat!” dia tak peduli dengan sindiran ayahnya, Alex yang masih berusia empat tahun justru memperlihatkan ego yang baru saja disusunnya.“Wah bagus sekali. Anak daddy sangat pintar.” mengomentari lego yang b