Share

5. Ramandika Pergi Meninggalkan Desa Kelahirannya

Ramudya sudah pasrah dengan keadaan, ia sudah tidak mampu lagi untuk melanjutkan pertarungannya dengan Bargowi.

'Ya, Dewata Agung! Jika aku harus mati hari ini. Aku ikhlas, yang penting Ramandika dan Rawinta selamat dari buruan orang-orang ini,' kata Ramudya dalam hati.

Ramudya menarik napas dalam-dalam, kemudian meluruskan pandangannya ke wajah Bargowi.

Bargowi kemudian melangkah mendekat ke arah Ramudya sambil mengayun-ayunkan goloknya yang tajam. Kemudian berkata, "Aku akan mengurungkan niatku untuk membinasakanmu. Tapi dengan satu syarat, kau harus mengatakan di mana Ramandika berada?"

"Bunuh saja aku! Jika itu yang kau inginkan, aku tidak akan pernah tunduk kepadamu!" tegas Ramudya bersikeras tidak mau mengatakan tentang keberadaan Ramandika.

"Kurang ajar kau!" bentak Bargowi.

Tanpa banyak bicara lagi, ia langsung mengayunkan goloknya dan langsung menebas leher Ramudya hingga hampir putus. Seketika itu, Ramudya pun langsung tewas dengan luka yang sangat lebar di lehernya.

Setelah membunuh Ramudya, Bargowi langsung memerintahkan anak buahnya untuk kembali ke markas mereka.

"Kita kembali ke markas, kita harus segera melapor kepada ki kuwu!"

Demikianlah, Bargowi dan anak buahnya langsung bergerak cepat meninggalkan tempat tersebut. Mereka meninggalkan jasad Ramudya yang tergeletak begitu saja.

Selang beberapa menit kemudian, Ramandika dan Rawinta sudah kembali ke rumah Ramudya. Mereka tampak kaget ketika melihat Ramudya tergeletak dengan bersimbah darah.

"Paman!" teriak Ramandika berlari ke arah jasad Ramudya yang tergeletak di halaman rumah tersebut.

Ia bersama Rawinta tampak terpukul ketika mengetahui bahwa Ramudya sudah tak bernyawa lagi.

"Siapa orang yang sudah tega membunuh Paman Ramudya?" tanya Ramandika meluruskan pandangannya ke arah Rawinta.

"Aku rasa, ini semua adalah perbuatan orang-orang yang sudah membunuh keluargamu," jawab Rawinta lirih.

"Maksudmu anak buah Kuwu Sangkan?"

"Benar, Ramandika. Aku yakin bahwa pelakunya adalah mereka!" tandas Rawinta tampak yakin dengan apa yang ada dalam pikirannya.

Ramandika menghela napas dalam-dalam, giginya menggeretak, tangan kanannya mengepal bulat.

"Bedebah! Mereka sangat kejam, aku tidak menyangka jika persoalan kecil ini bisa menjadi fatal bagi orang-orang yang dekat dengan keluargaku."

"Mohon maaf, Ramandika. Sebenarnya konflik apa yang sudah terjadi antara orang tuamu dengan Ki Kuwu Sangkan?" tanya Rawinta menatap wajah Ramandika.

"Persoalannya hanya sepele, ramaku pernah menolak lamaran Yasmaraka yang ingin menikahi Sintani,' jawab Ramandika.

"Kejam sekali Kuwu Sangkan, sebaiknya kau melaporkan kejadian ini kepada pihak kademangan, agar para prajurit yang bertugas di kademangan menyelidiki kasus ini!" saran Rawinta.

"Tidak ada bukti yang kuat, percuma saja. Aku akan membalas perbuatan mereka dengan caraku sendiri!" tegas Ramandika menanggapi perkataan sahabatnya itu.

Setelah itu, mereka langsung bersiap hendak membersihkan jasad Ramudya. Karena hari itu juga, jasad Rawinta akan dimakamkan.

Sore harinya ....

Ketika Ramandika dan Rawinta tengah duduk santai di beranda gubuk. Terdengar orang berteriak-teriak menyebut nama Ramandika.

"Ramandika! Ramandika ...!"

Ramandika dan Rawinta tampak kaget mendengar suara teriakan tersebut. Mereka bangkit dan segera berlari menghampiri seorang pria paruh baya yang sudah tergeletak di pinggir ladang.

"Ada apa, Ki Warma? Apa yang sudah terjadi denganmu?" tanya Ramandika sambil membantu pria paruh baya itu bangkit.

"Ki Sonda dan semua orang yang ada di rumahnya sudah tewas," jawab pria paruh baya itu terengah-engah.

"Apakah Ki Warma tahu orang yang sudah membantai Ki Sonda dan para pelayannya?" timpal Rawinta menatap tajam wajah pria paruh baya itu.

"Tidak Rawinta, semua orang yang ada di sekitar rumah Ki Sonda tidak mengetahui kejadian tersebut. Sehingga kami sebagai tetangga dekat Ki Sonda, sama sekali tidak mengetahui siapa pelakunya," jawab Ki Warma diam sejenak.

"Lantas, siapa yang mengetahui bahwa Ki Sonda dan semua yang ada di kediamannya telah meninggal dunia, Ki?" tanya Ramandika ikut angkat bicara.

"Narasoma," jawab Ki Warma lirih. "Dia mengetahuinya ketika dirinya mengantarkan makanan yang dipesan oleh istri Ki Sonda. Ketika Narasoma tiba di rumah Ki Sonda, dia menemukan Ki Sonda dan semua yang ada di rumah tersebut sudah dalam keadaan tewas," sambung pria paruh baya itu menuturkan.

"Ternyata desa kita sudah tidak aman lagi, kau harus waspada Ramandika," bisik Rawinta.

Demikianlah, maka Ramandika langsung mengajak Ki Warma berbincang-bincang di beranda gubuk. Ramandika dan Rawinta langsung menceritakan kejadian serupa yang menimpa Ramudya.

"Apakah mungkin itu semua perbuatan para gerombolan yang ada di hutan?" tanya Ki Warma menanggapi apa yang sudah dijelaskan oleh Ramandika dan Rawinta.

"Entahlah, kami tidak memiliki bukti yang kuat untuk menuduh siapa pelakunya," jawab Ramandika lirih.

Ki Warma menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata lagi mengarah kepada Ramandika, "Sebaiknya kau harus segera meninggalkan desa ini, Ramandika. Aku yakin, ini semua buntut dari kematian keluargamu."

Ramandika berpaling ke arah Rawinta, lalu berkata, "Apa yang dikatakan oleh Ki Warma memang benar, aku harus secepatnya meninggalkan desa ini."

"Benar, Ramandika. Demi keselamatanmu, kau memang harus segera meninggalkan desa ini, aku khawatir orang-orang itu akan memburumu," ujar Rawinta.

"Baiklah, esok pagi aku akan langsung berangkat ke gunung Kencana. Aku akan mengikuti saran Paman Ramudya untuk mencari Padepokan Lembah Naga," desis Ramandika.

Keesokan harinya ....

Sebelum matahari terbit, Ramandika sudah berangkat meninggalkan desa kelahirannya. Ia berangkat hanya seorang diri dengan berjalan kaki menuju ke arah selatan menyusuri jalan setapak.

Bukanlah perkara mudah bagi Ramandika dalam melakukan perjalanan tersebut. Karena dalam perjalanannya itu, ia diterpa berbagai aral dan rintangan.

Terlebih lagi ketika dirinya tiba di sebuah perbukitan yang ada di batas wilayah kerajaan Gurusetra. Tiba-tiba saja, Ramandika dihadang oleh dua orang pria tak dikenal. Sudah dapat dipastikan bahwa kedua orang tersebut merupakan bagian dari komplotan para perampok yang biasa beroperasi di wilayah itu.

"Siapa kalian? Kenapa kalian menghadang perjalananku?" tanya Ramandika mengarah kepada dua orang pria tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status