Home / Pendekar / SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA / 6. Perjalanan Menuju ke Selatan

Share

6. Perjalanan Menuju ke Selatan

last update Last Updated: 2023-03-23 09:30:11

"Lancang sekali kau ini, seharusnya kami yang bertanya. Siapa kau ini? Berani sekali menginjakkan kaki di wilayah ini," jawab salah seorang dari kedua pria itu dengan nada tinggi.

Dalam situasi seperti itu, Ramandika paham bahwa kedua pria yang menghadangnya itu tidak punya itikad baik. Sehingga dirinya pun langsung bersiap dalam mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi.

'Mereka bukan orang baik-baik, mau tidak mau aku harus berani menghadapi mereka,' batin Ramandika.

"Mohon maaf, Ki Sanak. Bukankah ini jalan umum?" kata Ramandika balas melontar pertanyaan.

Sontak, sikapnya itu mengundang emosi dari kedua pria tersebut. Sehingga salah seorang dari mereka langsung membentak keras, "Kurang aja sekali kau ini! Apakah kau sudah bosan hidup?"

Meskipun Ramandika tidak memiliki keahlian ilmu bela diri yang mumpuni, dan juga tidak memiliki banyak pengalaman bertarung, namun dirinya sudah siap dalam menghadapi kedua orang itu.

'Aku harus melawan mereka. Jika nanti aku kalah, maka aku harus kabur dari tempat ini,' kata Ramandika dalam hati.

Tanpa diduga, pria yang satunya lagi secara mengejutkan langsung melakukan serangan terhadap Ramandika. Meskipun sudah melakukan persiapan, namun Ramandika masih saja kecolongan.

Satu pukulan keras menghantam wajahnya, sehingga dirinya jatuh tersungkur dengan wajah mengalami luka memar.

Kedua pria itu tertawa lepas melihat Ramandika sudah terpuruk di hadapan mereka, "Hahaha ...."

"Hanya ini kemampuanmu? Ayo bangkit dan lawan kami!"

"Bedebah!" bentak Ramandika berusaha bangkit hendak melanjutkan pertarungannya melawan kedua pria tersebut.

Namun naas baginya, belum sempat berdiri tegak, Ramandika sudah disambut dengan tendangan keras. Tendangan tersebut hinggap di lambungnya, tentu membuat Ramandika kesakitan. Ia memekik dan kembali jatuh tersungkur.

'Mereka sangat kuat, tidak mungkin aku dapat melanjutkan pertarungan ini,' kata Ramandika dalam hati.

"Bangunlah, Anak muda! Ayo, keluarkan jurus andalanmu!" ujar pria yang sudah menjatuhkan Ramandika.

"Baiklah, aku akan melawan kalian secara bersamaan. Tapi ingat, kalian harus bertarung secara sehat!" jawab Ramandika. "Jangan main curang!" sambungnya kembali bangkit.

"Ya, terserah kau saja."

Dengan demikian, Ramandika pun diberi kesempatan untuk bangkit dan mempersiapkan diri dalam menghadapi kedua pria tersebut. Akan tetapi, Ramandika memiliki kecerdikan yang luar biasa.

Sejatinya, ia sudah tidak mampu lagi dalam melanjutkan pertarungan tersebut. Ramandika sengaja mengatur siasat demikian, karena dirinya hendak mencari celah untuk melarikan diri.

"Bernapaslah sepuasnya, karena sebentar lagi kau akan kami bunuh, Anak muda!" kata salah seorang dari kedua pria itu sambil tertawa lepas.

Ramandika hanya tersenyum dengan sikap waspada sembari menunggu kelengahan dua lawannya itu. Karena dirinya sudah berniat hendak kabur menyelamatkan diri.

Beberapa saat kemudian, Ramandika langsung pasang kuda-kuda. Seakan-akan dirinya sudah bersiap hendak melakukan serangan terhadap lawannya. Oleh sebab itu, kedua pria itu pun langsung bersiap pula hendak menyongsong serangan Ramandika.

Namun, Ramandika benar-benar cerdik, di saat dua lawannya sudah pasang kuda-kuda. Tiba-tiba saja, ia menghentakkan kakinya kuat dan langsung melompat masuk ke dalam semak belukar yang ada di pinggir jalan tersebut.

"Kurang ajar!" bentak salah seorang dari kedua pria itu. "Jangan lari kau pengecut!" teriaknya.

"Sudahlah, biarkan saja pemuda itu lari. Suatu saat nanti kita pasti bertemu lagi dengannya," kata kawannya.

****

Ramandika kembali melanjutkan perjalanannya, ia tampak hati-hati sekali dalam melakukan perjalanan tersebut, karena dirinya khawatir bertemu lagi dengan orang jahat.

Tidak terasa, hari sudah mulai gelap. Ramandika saat itu sudah tiba di sebuah sabana yang berada di bawah bukit Sempu.

Kilatan petir dan suara gemuruh angin mulai mewarnai perjalanan Ramandika. Langit terlihat mendung, seakan-akan hujan akan segera turun ke bumi.

"Ya, Dewata agung. Semoga saja hujan tidak turun sekarang," desis Ramandika.

Namun, apa yang diharapkan oleh Ramandika tak senada dengan alam. Hujan pun turun begitu deras disertai petir dan gemuruh angin.

"Aku harus segera tiba di tempat tujuan," desis Ramandika sambil berjalan di kegelapan malam dan guyuran hujan lebat.

Meskipun sudah terlihat lelah, namun pemuda itu terus memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan, walau dirinya sudah kehabisan tenaga. Dia sudah dalam kondisi letih, wajahnya tampak pucat dan kusam. Tubuhnya pun menggigil kedinginan.

"Semoga aku diberikan kekuatan untuk melanjutkan perjalanan ini," desis pemuda itu menggigil kedinginan.

Mataya terlihat sayu memandang ke arah jalan yang hendak dilaluinya. Jalan yang gelap dan sunyi, seakan-akan tak berujung.

Dia menghela napas dalam-dalam, tangannya meraih batang bambu yang menjadi wadah air minumnya selama dalam perjalanan tersebut. Kemudian Ramandika langsung meminum air dalam wadah tersebut. Akan tetapi, air itu tak dapat menghilangkan rasa hausnya.

Demikianlah, maka dirinya langsung menengadahkan wajah sambil membuka mulut lebar-lebar, berharap derasnya air hujan dapat menghilangkan rasa hausnya.

"Meskipun hanya dengan air hujan, akhirnya hausku hilang," kaya Ramandika.

Di waktu hujan deras seperti itu, tidak mungkin ada orang yang mau melakukan perjalanan tanpa menggunakan pelindung diri dari guyuran air yang seakan-akan ditumpahkan dari langit.

Tentu akan merasa takut jika harus berjalan di antara kilatan petir yang tak henti-hentinya. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Ramandika. Dia terus berjalan menyusuri gelapnya malam dengan kondisi pakaian yang sudah basah kuyup.

Dia tidak mau menyerah, meskipun harus jatuh bangun. Ia terus memaksakan diri menempuh perjalanan, walau guyuran hujan dan sambaran petir terus membayangi perjalanannya.

"Ya, Dewata agung! Kuatkanlah hambamu ini," desis Ramandika sambil berjalan tertatih-tatih menyusuri kegelapan malam. Wajahnya semakin pucat saja, seakan-akan memancarkan kedukaan.

Tiba-tiba saja, Ramandika terjatuh. Kakinya tersandung batu hingga menyebabkan tangannya terluka akibat jatuh mengenai batu padas yang ada di tempat tersebut.

"Kapan aku akan tiba di tempat tujuan?" gumamnya sambil meringis-ringis menahan pedih, karena lengan kirinya mengalami luka yang lumayan dalam.

Dalam situasi seperti itu, mulutnya tak pernah berhenti mengucapkan kalimat-kalimat doa sesuai keyakinan yang dimilikinya.

Lantas, ia kembali bangkit memanfaatkan tenaga yang masih tersisa dan mengabaikan luka di dengkul dan lengannya. Seketika itu, hujan pun mulai reda dan petir pun sudah tidak terdengar lagi.

Baru beberapa langkah saja, Ramandika melihat penampakkan sebuah desa kecil di ujung padang rumput perbukitan yang sedang ia lalui itu.

"Ternyata di wilayah terpencil ini ada sebuah desa. Aku harus segera ke sana untuk beristirahat sejenak."

Demikianlah, Ramandika kembali mengerahkan tenaga untuk terus berjalan, meskipun tubuhnya sudah terasa lelah dan sudah tak kuasa lagi untuk melangkahkan kakinya. Akan tetapi pemuda itu tak lantas menyerah dengan keadaan seperti itu.

Beberapa saat kemudian, Ramandika sudah tiba di ujung desa. " Siapakah mereka?" Ramandika bertanya-tanya sendiri, ketika melihat sekelompok orang yang keluar dari dalam hutan. Mereka berjalan hendak menghampirinya.

"Apakah mereka itu benar-benar perwujudan manusia atau sebaliknya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    162. Menyatukan Tanah Gurusetra

    Beberapa hari kemudian ....Ramandika dan Senapati Sena langsung kembali ke istana bersama lima ratus prajurit yang baru saja selesai melaksanakan tugas mereka—menumpas kelompok pendekar sayap timur.Setibanya di istana, Ratu Rinjani dan Lasmina menyambut hangat kedatangan Ramandika dan pasukannya."Syukurlah, Kakang bersama para prajurit dalam kondisi baik-baik saja," kata Ratu Rinjani sambil tersenyum lebar.Begitu juga dengan Lasmina, meskipun kapasitas dirinya hanya sebagai istri kedua Ramandika. Namun, Lasmina tak kalah mesra dari sang ratu dalam menyambut kedatangan suaminya itu."Ada kabar baik untuk Kakang," kata Lasmina sambil tersenyum-senyum.Ramandika mengerutkan kening sambil memandangi wajah istri keduanya itu. "Kabar baik apa, Nyimas?" tanya Ramandika penasaran.Lasmina masih tersenyum-senyum, kemudian dia menoleh ke arah Ratu Rinjani. "Kanda Ratu saja yang menyampaikan kabar baik ini!" pinta Lasmina.Ratu Rinjani tersenyum lebar, dia mengatur napas sejenak sebelum meny

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    161. Kekalahan Pasukan Sayap Timur

    Mendengar pertanyaan pendekar itu, Panglima Dumaya tampak geram sekali. "Apakah kau ingin mati konyol? Silakan saja jika kau ingin tetap di sini! Aku dan yang lain akan segera meninggalkan tempat ini," pungkas Panglima Dumaya. Demikian juga dengan para pendekar lainnya, mereka sudah merubah haluan. Mereka sudah jera dan tidak mau lagi bertempur melawan pasukan kerajaan Gurusetra Jaya. Para pendekar itu sadar dengan kondisi kekurangan mereka. "Ayo, mundur!" teriak Panglima Dumaya. Dengan demikian, maka para pendekar itu langsung mundur meninggalkan arena pertempuran. Panglima Dumaya tidak ingin anak buahnya berguguran terlalu banyak, karena dia sadar dengan jumlah pasukannya yang semakin berkurang saja. "Kurang ajar!" geram Silaka, "kalian pengecut!" sambungnya berteriak keras. Namun, Panglima Dumaya dan para pendekar lainnya tidak mengindahkan teriakan Silaka. Demikianlah, maka Silaka langsung memerintahkan anak buahnya yang masih bertahan untuk beralih ke arah timur demi menghin

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    160. Pasukan Sayap Timur Mulai Terdesak

    Panglima Birnaka dan para prajuritnya hanya mengangguk sambil menjura hormat kepada sang perdana menteri."Nanti aku dan Senapati Sena akan menyusul kalian," kata Ramandika, "aku sarankan, kalian jangan melakukan serangan hari ini. Lebih baik lakukan serangan besok saja, untuk hari ini kalian cukup memantau pergerakan mereka," sambungnya."Baik, Gusti," jawab Panglima Birnaka menjura kepada sang perdana menteri."Setelah kalian tiba di tengah hutan Jati, kalian harus mencari tempat yang aman untuk mendirikan perkemahan. Pastikan tempat tersebut aman dan jauh dari markas para pendekar dari kelompok sayap timur!" kata Ramandika."Hamba akan menyampaikan saran ini kepada semua prajurit." Panglima Birnaka berkata sambil menjura penuh rasa hormat kepada sang perdana menteri Setelah mendapatkan pencerahan dari Ramandika, Panglima Birnaka dan pasukannya langsung bergerak memasuki hutan Jati yang menjadi sarang para pendekar dari kelompok sayap timur.Pasukan yang dipimpin oleh Panglima Birn

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    159. Ramandika dan Pasukannya Sudah Siap Berperang

    Pagi harinya, di beberapa desa yang ada di wilayah kepatihan Putra Jaya, tampak geger dengan hilangnya beberapa orang tokoh masyarakat dan para pemuda.Orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarganya langsung mendatangi para prajurit yang bertugas di wilayah kademangan Jati Darma. Mereka melaporkan bahwa anggota keluarga mereka sudah hilang secara misterius.Tentu, kejadian tersebut kembali menghebohkan dan merubah suasana dan kondisi yang semula aman menjadi kembali genting. Para penduduk pun mulai takut keluar rumah pada malam hari, bahkan di siang hari pun aktivitas penduduk mulai surut, mereka tak lagi pergi ke ladang atau ke tempat-tempat lain yang jauh dari pemukiman, karena mereka takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada mereka.Senapati Sena tampak geram sekali dengan peristiwa tersebut, ia sudah menduga bahwa itu murni perbuatan kelompok pendekar sayap timur pimpinan Panglima Dumaya. Namun, semua harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum mengambil ke

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    158 Kelompok Sayap Timur Berhasil Melakukan Penculikan

    Para penduduk itu terus berbincang-bincang sambil menikmati waktu, hingga pada akhirnya perbincangan mereka bergeser ke hal lain yang bersangkutan dengan kelompok pendekar sayap timur."Apakah kalian percaya jika Panglima Amerya dari kelompok pendekar sayap timur itu sudah tewas?" timpal seorang pria paruh baya bertanya kepada semua yang ada di tempat tersebut.Seorang pria yang mengenakan ikat kepala merah segera menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, "Menurut kabar yang aku dengar dari ki kuwu, kabar kematian Panglima Amerya itu memang benar. Dia sudah tewas di tangan Panglima Gurma.""Baguslah kalau memang kabar itu benar, itu tandanya kita akan aman. Walau bagaimanapun, Panglima Amerya adalah otak di balik semua kekacauan di wilayah ini."Beberapa tanggapan telah muncul di antara para penduduk kadipaten Dembaga Pura dan juga dari pihak kelompok pendekar sayap timur. Ada yang percaya bahwa Panglima Gurma telah membunuh Panglima Amerya, adapula yang beranggapan bahwa Panglima Amer

  • SANG PENDEKAR LEMBAH NAGA    157. Ramandika Tiba di Kadipaten Dembaga Pura

    Beberapa orang dari kelompok pendekar sayap timur, saat itu sudah berada di dalam hutan yang ada di pinggiran desa Sengkolo di wilayah kadipaten Dembaga Pura—kepatihan Putra Jaya.Para sandera yang beberapa hari terakhir mereka tawan, hari itu sudah mereka lepaskan. Namun, mereka masih menahan belasan orang yang merupakan para pejabat penting dari beberapa kademangan yang ada di wilayah kadipaten Dembaga Pura.Setibanya di kepatihan Putra Jaya, Perdana Menteri Ramandika bersama para prajuritnya langsung bergabung dengan pasukan yang sudah lebih dulu tiba di wilayah tersebut.Kehadiran sang perdana menteri tentu disambut hangat oleh rakyat yang ada di daerah tersebut, bahkan sang patih pun turut menyambut kedatangan Perdana Menteri Ramandika bersama pasukannya."Aku tidak melihat para pejabat kadipaten Dembaga Pura, di mana mereka?" tanya Ramandika kepada Patih Karmala."Mohon maaf, Gusti Perdana Menteri. Hamba belum mengetahui informasi lebih lanjut tentang keberadaan Adipati Tunaraka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status