Share

9. Ramandika Dianiaya Oleh Dendaka dan Somala

Meskipun sudah berteriak keras, tak ada sahutan dari Dendaka. Tempat tersebut tampak sunyi, seakan-akan hanya Ramandika saja yang berada di tempat itu.

'Apa maksud Dendaka meninggalkan aku di tempat ini? Apakah mungkin, Dendaka berniat jahat terhadapku?' Ramandika bertanya-tanya dalam hati.

"Dendaka, di mana kau?" teriak Ramandika semakin penasaran, dua bola matanya terus bergulir mengamati sekitaran tempat tersebut.

Namun, tak ada seorang pun yang menyahut teriakan Ramandika. Hingga pada akhirnya, Ramandika pun merasa lelah dan memutuskan untuk kembali ke padepokan.

"Rupanya Dendaka sengaja menipu dan mempermainkan aku," gumam Ramandika kesal. Kemudian, ia langsung melangkah hendak kembali ke padepokan.

Namun, baru beberapa langkah saja Ramandika berjalan. Tiba-tiba datang serangan tak terduga, Ramandika jatuh tersungkur ketika kepalanya dihantam sebuah pukulan keras dari arah belakang.

Seiring demikian, terdengar suara Somala dan Dendaka tertawa keras, "Hahaha ...!" Seakan-akan, mereka merasa senang melihat Ramandika jatuh tersungkur.

'Dugaanku memang benar, mereka sudah bersekongkol untuk mencelakai aku,' kata Ramandika dalam hati.

Setelah itu, ia bangkit dan langsung bertanya kepada Somala dan Dendaka yang sudah berdiri di dekatnya.

"Apa maksud kalian berbuat seperti ini? Apa salahku?"

"Kami tidak perlu menjelaskan tentang kesalahanmu, karena itu tidak penting," jawab Dendaka sambil tertawa-tawa.

Sikapnya sungguh beda dari sebelumnya, sudah jelas bahwa dirinya memang sengaja mengatur siasat dengan menjebak Ramandika agar dirinya dan Somala lebih mudah melancarkan aksi jahat mereka terhadap Ramandika.

"Benar, kami sengaja menjebakmu. Karena kami akan menyingkirkanmu untuk selama-lamanya," timpal Somala maju dua langkah mendekat ke arah Ramandika.

"Apa alasannya?" tanya Ramandika sedikit membentak.

"Kurang ajar, sudah kubilang, bahwa kami tidak akan menjelaskan alasannya!" Somala balas membentak sambil melakukan pergerakan cepat.

Kali ini, Ramandika tampak siap dalam mengantisipasi serangan dari Somala. Ia berhasil mengelak ketika Somala coba melancarkan pukulan ke arah kepalanya.

Namun naas, serangan berikutnya datang sangat cepat yang dilancarkan oleh Dendaka. Sehingga Ramandika kembali jatuh tersungkur oleh hantaman keras tangan Dendaka.

Ramandika cepat bangkit dan langsung melakukan perlawanan terhadap kedua pemuda jahat itu. Namun, kemampuan yang dimilikinya tidak sebanding dengan kemampuan Dendaka dan Somala.

Pukulan keras berikutnya kembali menghantam kepalanya, hingga Ramandika kembali jatuh tersungkur.

"Hahaha ... mampus kau!" bentak Dendaka merasa puas karena sudah berhasil memukul telak Ramandika.

Tak puas sampai di situ saja, Dendaka dan Somala secara bersamaan langsung memukuli dan menendang Ramandika yang sudah tidak berdaya. Hal tersebut, menyebabkan Ramandika hilang kesadaran.

"Apakah kita akan membunuhnya?" tanya Somala mengarah kepada Dendaka.

"Tidak perlu. Kita lempar saja tubuhnya ke sungai, aku yakin dia akan menjadi santapan buaya-buaya sungai ini," jawab Dendaka.

"Baiklah."

Tanpa berpikir panjang lagi, mereka langsung menyeret tubuh Ramandika. Kemudian langsung melemparkannya ke dalam sungai. Setelah itu, kedua pemuda tersebut langsung kembali ke padepokan tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Mereka tidak peduli dengan kondisi Ramandika, dan mereka pun sangat yakin bahwa Ramandika akan mati disantap buaya. Kedua pemuda itu tampak puas karena sudah berhasil menyingkirkan Ramandika yang mereka anggap sebagai benalu di Padepokan Lembah Naga.

Setelah tiba di padepokan, Dendaka dan Somala bersikap biasa-biasa saja. Seakan-akan mereka tidak merasa sudah berbuat kejahatan, mereka kembali melakukan aktivitas seperti biasa mengumpulkan kayu bakar untuk persediaan masak.

"Sena!" panggil Bisama.

"Iya, Ki," sahut Sena bergegas menghampiri Bisama.

"Ada apa, Ki?" tanya Sena setelah berada di hadapan Bisama.

"Guru meminta agar Ramandika segera menghadap. Lekas cari dia!" jawab Bisama.

"Mohon maaf, Ki. Sedari tadi aku pun sedang mencarinya, tapi Ramandika tidak ada di sini. Entah ke mana perginya, aku pun tidak tahu, Ki."

Mendengar keterangan Sena, Bisama tampak bingung, ia terdiam sejenak. Kemudian pria bertubuh kekar itu menarik napas dalam-dalam, lalu berkata lagi, "Apakah mungkin dia kabur karena merasa tidak betah tinggal di sini?"

"Aku rasa itu tidak mungkin, Ki. Dia datang ke sini penuh perjuangan, tidak mungkin semudah itu dia pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu," jawab Sena penuh keyakinan.

"Apa yang kau katakan memang benar, tapi di mana dia sekarang?" desis Bisama. "Ya, sudah. Sekarang kau cari tahu keberadaan Ramandika! Aku khawatir terjadi sesuatu padanya."

"Baik, Ki," jawab Sena menjura hormat.

Setelah itu, Sena langsung pamit kepada Bisama. Dia bersama Braja dan Kolada langsung mencari tahu keberadaan Ramandika dengan bertanya kepada murid-murid yang ada di padepokan tersebut.

"Apakah kalian melihat Ramandika?" tanya Sena kepada kawan-kawannya yang tengah berkumpul di beranda barak.

Salah seorang dari mereka pun menjawab, "Beberapa waktu lalu, aku melihat dia jalan bersama Dendaka menuju ke arah Utara. Entah mau ke mana mereka."

"Dendaka?" desis Sena mengerutkan keningnya.

"Barusan aku bertemu dengannya, dia ada bersama Somala di belakang. Mereka sedang mengumpulkan kayu bakar," sambung Sena merasa bingung.

"Benar Sena, aku tidak bohong. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Ramandika jalan bersama Dendaka," tandas pemuda itu meyakinkan Sena.

"Ada yang tidak beres ini," bisik Braja mengarah kepada Sena. "Kita harus bertanya langsung kepada Dendaka," lanjutnya.

"Baiklah, kau dan Kolada ikut aku!" ajak Sena langsung melangkah hendak menghampiri Dendaka dan Somala yang sedang mengumpulkan kayu bakar di belakang barak.

Dengan demikian, Braja dan Kolada pun langsung berjalan mengikuti langkah Sena menuju ke arah belakang barak tempat keberadaan Dendaka dan Somala.

Setelah tiba di hadapan Dendaka dan Somala, Sena langsung mempertanyakan keberadaan Ramandika kepada kedua kawan seperguruannya itu. Namun, Dendaka sangat pandai dalam menyembunyikan kesalahannya.

"Iya, beberapa waktu lalu kami memang jalan bersama untuk mencari kayu bakar, tapi tidak jadi. Dan aku langsung kembali ke sini," kata Dendaka.

"Lantas, Ramandika pergi ke mana?" timpal Braja ikut angkat bicara.

"Dia pamit mau ke sungai, katanya ingin melihat-lihat pemandangan di sekitar sungai," jawab Dendaka penuh kebohongan.

Dendaka sangat pandai dalam bersilat lidah. Bahkan sikapnya pun tidak mengundang rasa curiga sedikit pun bagi Sena dan kedua kawannya itu.

"Seharusnya kau cegah, jangan sampai dia pergi sendirian ke sungai. Kau tahu sendiri, di hutan ini banyak terdapat binatang-binatang buas," kata Sena tampak kesal terhadap Dendaka.

"Aku sudah berusaha melarangnya, tapi dia ngotot," jawab Dendaka membela diri.

"Aku pikir ini semua bukan kesalahan Dendaka," timpal Somala ikut angkat bicara. "Sudah terbukti bahwa murid baru itu memang keras kepala, dia tidak mau mendengar perkataan Dendaka," sambungnya membela kawan baiknya.

Sena hanya menarik napas dalam-dalam, begitu juga dengan Braja dan Kolada. Mereka tampak khawatir jika kawan barunya itu mengalami kesulitan.

Sejatinya, dari awal Sena, Braja dan Kolada, sedikit merasa curiga terhadap Dendaka. Namun karena kepandaian Dendaka dalam menutupi kesalahannya, mereka pun jadi percaya begitu saja.

"Ya, sudah. Sekarang kalian bantu kami untuk mencari Ramandika, aku khawatir dia tersesat," kata Sena lirih.

"Kalian berangkat duluan saja! Setelah pekerjaan kami selesai, kami pasti akan ikut mencari Ramandika," jawab Dendaka.

"Terserah kalian, yang penting kalian ikut membantu mencari Ramandika!" pungkas Sena langsung berlalu dari hadapan Dendaka dan Somala.

Begitu pula dengan Braja dan Kolada, mereka langsung berjalan mengikuti Sena untuk mencari Ramandika.

"Enak saja mereka menyuruh-nyuruh kita untuk mencari orang yang sudah kita buang ke sungai. Sampai mampus pun Ramandika tidak akan bisa ditemukan," kata Dendaka sambil tertawa-tawa.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Irma_Asma
keren author ini memang best
goodnovel comment avatar
Awik Bah
suka banget dengan ceritanya
goodnovel comment avatar
Irmayanti Gumilar
mantap novel ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status