Share

SARGIO. 2

Jangan terlalu benci dengan seseorang

Siapa tau nanti, orang yang kamu benci

Adalah orang yang paling kamu

Takuti kepergiannya.

Bel pertanda istirahat sudah berbunyi, Siswa Siswi SMA Erlangga berhamburan keluar kelas yang tak lain adalah menuju kantin, seperti halnya kedua orang yang tadi sedang menjalankan hukumannya pun sudah tidak ada entah ke mana yang pastinya mereka juga bergegas ke kantin.

SMA Erlangga, sekolah yang dihuni oleh murid-murid bertalenta, disiplin dan yang pasti pintar. Kebanyakan yang bersekolah di SMA Erlangga ini adalah orang-orang yang memiliki kapasitas otak yang sangat besar.

Mereka yang masuk sekolah ini harus melakukan berbagai tes, banyak anak-anak dari keluarga berada yang mendaftar di sini, namun banyak juga yang tidak lolos seleksi.

Setelah membersihkan diri dan berganti seragam Salsa menuju kantin, karena memang tadi seragamnya kotor akibat ulah lelaki yang sempat membuat genangan air kotor mengenai seragamnya. Untungnya Salsa mempunyai seragam ganti untuk sekedar berjaga-jaga yang sengaja dia simpan di loker.

Salsa berjalan menuju kantin dengan tas yang masih dia gendong, sengaja Salsa tidak masuk ke kelas terlebih dahulu karena Salsa yakin pasti teman-temannya sudah berada di kantin.

Dan benar saja dikala Salsa sampai di sana mereka sedang asik makan sambil berbincang tanpa mempertanyakan keberadaannya, langsung saja Salsa menghampiri mereka.

Brak!

"Hari ini adalah hari yang paling sial dalam hidup gue, dari telat bangun, mau keserempet, dikejar anjing, ketemu mahluk astral, sampai dihukum. Ini semua gara-gara Arkan karna dia berangkat duluan, awas aja tu anak nggak gue kasih uang jajan dah biarin bodoamat!" cerocos Salsa kesal.

"Njirrr!" kaget Lily

"Wahh lo ngajak ribu? Bakso gue loncat noh gara-gara lo gebrak meja," ucap Thania kesal.

"Lo ngajak omong kaya orang ngajak ribut aja!!" ucap Audrey menimpali.

"Auah! Capek gue!!" balas Salsa cuek.

Kantin yang begitu ramai, membuat Salsa berdecak kesal. "Ck, lama banget sih!" gerutu Salsa kesal. Pesanannya sudah dipesankan oleh Audrey tadi, tetapi kenapa lama sekali, padahal cacing-cacing di perut Salsa sudah meminta makan. Apa lagi tadi pagi dia tidak sempat sarapan, ditambah hukuman lagi, memang hari ini adalah hari yang paling sial bagi Salsa.

Kantin terlihat menjadi semakin ramai para gerombolan ciwi-ciwi dari kelas dua belas memasuki area kantin khusus untuk kelas sebelas, berbondong-bondong memasuki kantin dengan saling menghipit satu sama lain. Melihat itu Salsa dibuat bingung karena baru kali ini Salsa melihat mereka seagresif itu seperti singa lapar yang baru keluar dari kandangnya, apa tujuan mereka ke sini?.

"Ada apaan sih?" tanya Salsa pada ketiga sahabatnya itu.

"Udah gue duga nih dari kemaren pasti bakal serame ini, mana semalem sampe tranding satu lagi di twitter," ujar Audrey yang membuat Salsa bertambah bingung. Memang semalam Salsa sempat membuka twitter tetapi Salsa tidak paham apa yang membuat mereka seheboh itu.

"Gio emang udah jadi aktornya Erlangga ya," celetuk Lily sambil memainkan ponselnya menjelajahi media sosial yang dipenuhi dengan berita tentang Gio, lebih tepatnya akun sekolah yang terus membahas tentang kembalinya Gio ke sekolah ini.

Orang-orang yang berada di kantin memberikan jalan pada pria yang baru saja memasuki area kantin yang begitu padat. Bersama dengan teman-temannya dia berjalan di depan dengan begitu cool, pakaiannya yang rapih terlihat seperti good boy tetapi wajahnya itu memiliki tampang bad boy perpaduan sempurna antara bad boy and good boy parasnya yang tampan mampu memikat hati seluruh gadis Erlangga.

Dia Giorgio Edward Robertson salah satu murid kesayangan para guru karena prestasinya yang mampu mengharumkan nama sekolah. Pria yang kerap disapa Gio itu duduk pada salah satu kursi yang mejanya bersebrangan dengan meja yang Salsa tempati membuat Salsa bisa dengan jelas melihat wajah yang menurut Salsa menjengkelkan.

"Kenapa muka lo gitu banget Sal, terpesona sama ketampanan Gio ya?" tanya Lily berniat menggoda.

"Idih amit-amit! Asal kalian tau ya, dia tuh orangnya yang udah buat gue dihukum!" ucap Salsa kesal. Sebenarnya Salsa masih cukup penasaran dengan Gio sebenarnya dia anak baru atau siapa lantaran selama sekolah di sini Salsa baru kali ini melihatnya berada di sekolah.

"Gio!!" Seorang gadis dengan rambut ombre berwarna merah kuning hijau di langit yang biru, ah ngapa jadi nyanyi sih. Gadis dengan rambut ombre hijau serta pakaian yang menggantung dengan rok di atas lutut dan baju yang ketat. Dia berjalan mendekati Gio dan langsung bergelayut manja pada lengan kekarnya, dia Bella anak bahasa yang gayanya selangit.

"Heh nenek sihir ngapain lo tepe-tepe sama temen gue!" Galih langsung menarik Bella agar menjauh dari Gio.

"Ihh, apaan sih dia kan pacar gue!!" ucap Bella cemberut.

"Amit-amit!" Gio bergidik ngeri.

"Lagian kaya ga pernah liat cogan aja, cowo lo pada buriq?!" ucapan pedas terlontar begitu saja. Suara itu berasal dari Salsa yang sibuk dengan mangkuk bakso di hadapannya tanpa melihat lawan bicara. Sedari tadi Salsa dibuat kesal dengan kondisi kantin yang sangat berisik lebih dari biasanya.

"Mulut lo Sal!!" komentar Revan.

"Kebanyakan ngemil bon cabe lo Sal!" lanjut Ethan.

"Syirik aja idup lo!" ucap Bella pada Salsa.

Salsa yang mendengar itu hanya bisa diam tanpa menanggapi lagian itu tidaklah penting, Salsa memilih sibuk menghabiskan semangkuk baksonya.

Giorgio Edward Robertson.

Wajahnya yang sangat tampan mirip idol kpop itu membuatnya menjadi idola SMA Erlangga.

Bukan hanya karena tampan Gio juga termasuk murid kesayangan guru-guru karena prestasi yang dimiliki, baik di bidang akademik maupun non akademik. Bahkan dia baru saja kembali dari Amerika untuk pertukaran pelajar.

"Woyyy Revan!!!" teriak Audrey mengintrupsi untuk mendekat.

"Kita pindah ke sana aja yuk!" ajak Revan kepada yang lainnya, mereka hanya mengangguk lalu berpindah tempat duduk untuk bergabung bersama Salsa dkk. Kebetulan meja yang mereka tempati cukup panjang jadi bisa untuk orang banyak.

"Ehh Gio, udah balik lo?" tanya Lily basa-basi dikala Gio sudah berada di hadapan mereka.

"Ya kalo gue belum balik mah gabakal ada di sini lah," jawab Gio, yang hanya di tanggapi cengiran oleh Lily.

"Ehh iyaa, kenalin nih Salsa, kalian kan belum kenalan tuh," ucap Tania mengintrupsi, Salsa yang sedang serius dengan baksonya tak juga menanggapi ucapan Thania dia terus menunduk tanpa ingin melihat Gio.

Jadi Gio ini sudah hampir satu tahun berada di Amerika untuk pertukaran pelajar, dan memang posisinya pada saat Gio pergi si Salsa baru masuk ke sekolah ini, karena Salsa pindahan dari Bandung pada saat itu. makanya mereka belum saling kenal karena itu harus berkenalan karena tak kenal maka harus kenalan.

"Salsa woyy!!" teriak Audrey tepat pada telinga Salsa sampai-sampai membuat Salsa hampir tersedak kuah bakso yang begitu pedas.

"Paan sih ganggu aja!" gerutu Salsa, tak urung dia pun berdiri dan mendongakkan kepalanya untuk melihat seseorang yang katanya bernama Gio itu.

"Lo!!" Kaget Gio saat melihat orang di hadapannya.

"Ck, iya gue kenapa?" tanya Salsa memasang wajah judesnya.

"Kalian udah saling kenal?" tanya Galih penasaran.

"Dia ni yang bikin seragam gue kotor," adu Salsa.

"Dia nii yang bikin gue dihukum tadi," balas Gio.

"Heh lo duluan yah!!" kesal Salsa.

"Gue kan udah minta maaf," ucap Gio.

"Udah woy udah!!" lerai Ethan dengan nada tegasnya.

"Udah sono pesen makanan," suruh Audrey pada Revan.

"Revan doang ni yang disuruh?" tanya Galih sambil menaik turunkan alisnya menggoda Audrey.

"Paan sih, dia 'kan pacar gue. Iya gak yang?" ucap Audrey sedikit mendongak menatap Revan yang berdiri tepat di sampingnya dengan tangan yang berada di bahu Audrey.

"Iya dong," seru Revan, dengan tangannya ngacak-acak rambut Audrey gemas.

"Huekk!!" respon Galih, dengan gaya ingin muntahnya.

Tentang Revan dan Audrey mereka menjalin hubungan cukup lama, ntah apa motif mereka berpacaran tetapi nyatanya mereka beda keyakinan. Salah satu alasan Revan memiliki banyak selingkuhan begitu juga Audrey yang selalu saja berlindung di balik kata, "kita gak serius kok" tetapi ketika hati sudah menuntut rasa lebih akan sulit untuk keluar dari zona nyaman tersebut, bahkan sekarang saja mereka benar-benar seperti sepasang kekasih yang begitu bahagia sampai-sampai mereka lupa jika mereka tidak bisa bersatu.

"Udah gue pesenin, tinggal nunggu," ujar Darren yang baru saja duduk pada salah satu kursi yang berada di sana.

"Widih tumben lo baik," komentar Galih menepuk pelan bahu Darren.

"Gue emang baik ya, gak kaya lo," sahut Darren.

Tak lama mereka menunggu pesanan pun datang mereka langsung menyelesaikan makan siangnya sebelum bel masuk berbunyi.

Makan tanpa celotehan? No, bukan mereka sekali. Apalagi Galih dan Darren, semut lewat pun mereka bicarakan. Rasanya hambar jika makan tidak dengan coletehan, lebih mantap lagi di tambah ghibahan.

"Hai, maaf yah Diva telat. Soalnya tadi ada rapat Osis." seorang gadis menarik kursi dan duduk di kursi yang memang kosong, tepatnya di sebelah Gio.

"Gapapa, santai aja," sahut Salsa.

Diva memang gadis yang baik, dengan Salsa pun berteman baik, walaupun mereka berbeda kelas namun jika sudah di luar kelas memang seperti ini, menyatu.

Seringkali mereka menukar materi pelajaran masing-masing. Bukan hanya Salsa dan Diva saja, yang lain pun ikut belajar.

Biar menambah pengetahuan sekaligus menguasai dua jurusan katanya.

Masing-masing dari mereka memang memiliki kemampuan berfikir yang lumayan, dan masing-masing dari mereka juga memiliki satu pelajaran yang dikuasai, oleh karena itu mereka selalu kompak dan saling mendukung serta saling berbagi satu sama lain. Solidaritas mereka pantas di acungkan jempol.

"Biar gue pesenin makanan buat lo," ucap Darren pada Diva, yang diangguki oleh Diva.

"Gio, bakso kamu kok ada bawang gorengnya sih?" tanya Diva, saat melihat mangkuk yang berada di hadapan Gio.

"Kamu 'kan nggak suka sama bawang goreng," lanjut Diva lagi.

"Dulu sama sekarang itu udah beda, sekarang gue mulai suka sama bawang goreng," ucap Gio tanpa menatap Diva. "Seperti rasa gue sama lo sudah berubah." Lanjutnya dalam hati.

Suasana seketika hening, sampai Darren datang dengan sepiring nasi goreng dan jus mangga di tangannya.

"Minuman gue enak amat yah rasa Darren," celetuk Galih dengan sesekali menyeruput jus Durennya. "Bodo amat gak dengerr," balas Darren dengan memakai heandset yang menutupi kedua telinganya.

"Ahhh mantap!" ucap Galih setelah meneguk habis jus durennya.

"De yang gatal-gatal sa, de yang mati gila sa!!" lanjut Darren dengan gerakan tiktok yang sedang sangat trend dikalangan para anak tiktok seperti Galih dan juga Darren.

Brak!

"Tarik sih!?" Audrey berdiri dari duduknya dengan menggebrak meja. Membuat semuanya menatap ke arah mereka.

"Semongko!!!" Sahut seisi kantin, gelak tawa pun memenuhi ruangan ini.

"Bukan temen gue." Thania geleng-geleng kepala.

"Pipip pipip calon mantu!!" lanjut Thania ikut-ikutan. Niatnya mau kalem pun susah.

"Kala ku pandang kerlip bintang nan jauh di sana ... asik-asik.... " Runtuh sudah pertahan Salsa untuk tetap kalem.

"Sayup ku dengar melodi indah yang menggema ...." Lanjut Galih dan Darren. Dengan Revan yang menjadi akang gendangnya, serta Lily yang memukul meja menggunakan botol aqua kosong. Sedangkan Ethan dan Gio yang tidak peduli dengan teman-temannya itu memilih menyibukan diri dengan ponselnya. Bermain game lebih asik bagi mereka berdua.

Yang habis dikarantina mah begini jadinya, karena sekolah juga baru-baru ini dibuka karena adanya Corona jadilah sekolah tutup beberapa bulan yang lalu. Dan ini lah hasil belajar di rumah, kena sindrom TikTok rasanya akan lebih bahagia lagi jika belajar dengan sistem daring bisa kena sindrom pelajaran agar lebih pandai.

"Hua hui!!!" Sorak seisi kantin.

"Terasa kembali gelora jiwa muda ku!!" lanjut Revan.

"Udh tua kali yah," gerutu Gio yang di tanggapi kekehan oleh Ethan.

"Karena tersentuh alunan lagu semerbuk kopi dang-"

Tring!!

Bel masuk pun berbunyi, memotong lirik lagu yang sedang di lanjutkan oleh Galih. Sorak kekecewaan terdengar dari beberapa murid yang satu per satu sudah meninggalkan kantin untuk menuju kelas.

"Anjirr lah, belum juga selesai," gerutu Galih.

semua murid yang berada di kantin satu persatu beranjak sebelum Pak Bambang datang dengan senjatanya, ntah lah kali ini apa yang akan dia bawa. Dalam beberapa menit kantin sudah mulai sepi, semua sudah memasuki kelasnya masing-masing.

Saat di koridor menuju kelas masing-masing, terlihat Salsa dan Gio yang Saling membuang muka, saat tali sepatu Salsa yang tidak sengaja Gio injak karna memang tali sepatunya tidak terikat dengan benar. Membuat Salsa hampir terjatuh, untung saja Salsa berpegangan dengan tembok kelas yang berada di sampingnya.

"Lo kalo jalan liat-liat dong!!" omel Salsa pada Gio, yang memang berada di sampingnya berjalan beriringan.

"Salah lo sendiri, make sepatu gak bener," ketus Gio. Salsa yang baru sadar jika dia berada di samping Gio pun langsung menginjak kaki Gio, dan langsung berlari mendahului teman-temannya. Gio yang melihat itu pun hanya geleng-geleng kepala berusaha untuk tidak terbawa emosi.

"Bisa-bisanya kalian punya temen kayak dia," gerutu Gio.

"Gitu-gitu juga dia orangnya baik kali," ucap Audrey yang tak lagi ditanggapi oleh Gio.

"Inget jangan terlalu benci sama seseorang, bisa jadi orang yang lo benci nanti bakalan jadi orang yang paling lo takuti kepergiannya," ucap Thania

"Mak Nia tumben bijak," komentar Lily.

"Bacot ah!"

Tidak ada rasa kebencian dalam hati gue.

***

Di salah satu kelas tepatnya kelas X1 IPS 1 terdengar begitu rusuh dari luar, sepertinya guru sedang ngaret jadi kelas tidak ada guru.

"Kak gue laper loh Kak, masa lo tega sih sama Adik lo yang unyu gini," ucap Arkan yang terus merayu Salsa sambil lesehan di lantai kelas.

Demi uang jajan rela dah kayak gembel gini.

"Bodoamat!!" ketus Salsa. Dia masih kesal dengan adiknya ini gara-gara Arkan dia kena banyak sial hari ini.

"Kak gue kan udah minta maaf, maafin yah Kak pliss!!" ucap Arkan mendramatis.

"Gue nangis ni Kak!!"

"Huaa Kak Salsa jahat!!"

"Arkan berisik woyy!!!" teriak Revan kesal.

"Nih! Nih gue kasih, mau berapa sih sayang?" tanya Galih sambil membuka dompetnya membuat Arkan berbinar dan langsung bangun dari lesehannya.

"Lo ambil tu duit gue tendang lo dari rumah!!" ucap Salsa garang.

Anak kelas IPS 1 hanya bisa menonton tanpa melerai, ini memang sudah biasa jika ada Arkan yang sering bermain ke kelas, walaupun hanya untuk memalak pada kakaknya itu.

Memang cuman arkan yang berani, kadang temannya pun tidak pernah mau jika diajak ke kelas atas dengan alasan para Kakak kelas yang terlihat Garang seperti halnya Salsa.

"Yaallah salah baim apa?" ucap Arkan miris.

"Dosa lo tuh banyak," jawab Salsa lalu melempar tutup pulpen dan mengenai kepala Arkan.

"Gak papa gue diginiin yang penting dapet uang jajan," ucap Arkan sambil mengusap kepalanya.

"Kak Salsaa!!!" teriak Arkan.

"Gue minta maaf ya, please ...." Arkan memohon dengan suara selembut kulit bayi, telapak tangan yang disatukan di depan dada pertanda memohon.

"Arkan nangis dong biar rame!" celutuk Lily.

"Kak Lily yang imut tapi masih imutan Arkan, Kak Galih aja noh yang disuruh nangis pasti seru," saran Arkan.

"Heh ngapa jadi gue bocah!!" ucap Galih protes.

"Udahlah gue cabut aja, cape udah berjuang tapi gak di hargain!!" ucap Arkan mendramatis lalu pergi dari kelas Salsa.

"Najiss!!!" teriak Salsa.

"Arkan katanya mau uang jajan?!!" teriak Revan karna Arkan sudah keluar kelas.

"Nggak! ada banyak gue, yang tadi cuman akting!!" balas Arkan yang ikut berteriak.

"Woy gak usah teriak-teriak!!!" teriakan itu berasal dari kelas sebelah sepertinya mereka terganggu akan kerusuhan kelas ini.

"Situ juga teriak anjim!!" balas Galih berteriak.

"Udah ngapa woy!! Ngapain teriak-teriak sih!" teriak Salsa kesal.

"Lo juga julehaa!!" Gereget Audrey.

Bel pulang sudah berbunyi sejak 30 menit yang lalu, tetapi Salsa masih belum meninggalkan sekolah, dengan satu buku di tangannya Salsa sibuk membolak-balikan lembar buku tersebut tanpa membacanya. Sekarang dia berada di perpustakaan sekolah, sudah menjadi rutinitas Salsa setiap pulang sekolah. Bukan, bukan untuk membaca buku atau sekedar belajar namun dia hanya menenangkan fikirannya, memang suasana perpustakaan ini sangatlah mendukung karna jarang ada murid yang mengunjungi perpustakaan saat sesudah bel pulang.

Menurut mitos yang beredar di perpus ini ada penunggunya, oleh karena itu perpus selalu sepi jika sudah lewat jam satu siang, yaiyalah Salsa percaya kalo perpus itu ada penunggunya, karena memang Bu Nina selalu berada di perpustakaan ini sampai sore, terkadang Salsa lah yang selalu menemaninya.

Terlihat perpustakaan yang begitu sepi, sunyi kayak hati para readers. Eh-kaya hati author dah.

Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan, emang yah di sekolah ini cuman Salsabila Aurelia Dierja saja yang sangat-sangat rajin, batin Salsa. Iyh rajin numpang tidur di perpus.

Bruk!

Seperti suara benda jatuh, batin Salsa.

Jangan-jangan rumor bahwa perpus ini ada makhluk halusnya memang benar, lagi-lagi Salsa membatin.

Karna rasa penasaran yang amat sangat besar sebesar cintaku padanya Salsa pun mencari Asal suara tersebut, mengelilingi setiap rak buku yang ada di perpustakaan dengan langkah pelan, dibalik rak yang menjulang tinggi itu Salsa menemukan sebuah kotak yang tergeletak pada lantai.

"Punya siapa nih?" monolog Salsa.

Diambilnya kotak tersebut, sambil melihat ke arah sekitar tidak ada siapa-siapa, lalu punya siapa ini?.

Perlahan Salsa membuka kotak tersebut dengan hati-hati lalu menemukan secarik kertas yang tertulis Harta yang paling berharga dalam hidupmu. Dengan bunga mawar yang sudah layu, dan sebuah kalung perak berbandul bulan. Salsa mengambil kalung tersebut dan terlihat dibalik bandul itu seperti sebuah ukiran tanggal 04-04-2004. Ini 'kan tanggal lahir gue, Batin Salsa, dan terdapat tulisan di balik secarik kertas tadi Pakailah!.

Salsa kembali menyimpan kalung tersebut ke dalam kotak lalu memasukan kotak itu ke dalam tasnya dan berjalan keluar dari perpustakaan.

"Bu apa tadi ada orang di dalam selain Salsa?" tanya Salsa pada penjaga perpustakaan.

"Sepertinya tidak ada, tapi tadi Ibu sedikit merasa ngantuk, makanya Ibu tertidur tadi," jelas Bu Nina.

"Yasudah, kalo begitu Saya permisi Bu," pamit Salsa. Yang diangguki oleh Bu Nina.

Sepertinya Salsa akan pulang dengan Galih saja, karna anak futsal sekarang sedang ada latihan jadi sekalian saja Salsa minta diantarkan pulang. Galih memang mengikuti eskul yang menjadi penggemar para pria itu, dengan dirinya yang menjadi tim inti.

Salsa terus melanjukan jalannya Sampai melewati lapangan, terlihat di lapangan sangat ramai dengan anak-anak futsal yang sedang berlatih Salsa yang terlalu fokus menatap ke arah ponselnya membuat dia tak dapat melihat jika sebuah bola akan mendarat mengenai dirinya.

Dugh!

Sebuah bola mendarat mulus di kepalanya, Salsa yang tidak tahu pun tidak bisa menghindar. Rasa sakit itu menyerang kepalanya begitu saja, tak kuat menahan beban tubuhny sendiri. Hingga kemudian Salsa merasa ada yang menahan tubunya, ia membuka matanya perlahan buram hingga semuanya menjadi gelap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status