Share

SARGIO. 3

Aku hampir ingin menyerah

Karena lelah menyimpan semua

Luka sendirian...

~Salsabila Aurelia Dierja~

Dugh!

Tiba-tiba sebuah bola mendarat mulus di kepalanya, Salsa yang tidak tahu pun tidak bisa menghindar. Rasa sakit kembali menyerang kepalanya, tak kuat menahan beban tubuhnya sendiri. Hingga kemudian Salsa merasa ada yang menahan tubuhnya, ia membuka matanya perlahan buram hingga semuanya menjadi gelap.

____________________

Galih tidak sengaja menendang bola terlalu kencang sampai keluar lapangan dan mengenai Salsa. Sedangkan Gio yang baru saja kembali dari kamar mandi dan melihat Salsa yang hampir terjungkal kebelakang langsung menangkapnya. Terlihat Galih yang masih berada di tengah lapangan, dengan wajah panik dan ketakutannya melihat bahwa orang yang barusan terkena bola karena tendangannya adalah Salsa. Bisa-bisa habis dia jika Salsa sadar nanti.

Sedangkan Salsa hanya berpura-pura pingsan.

Ini siapa sih yang nahan tubuh gue, gendong gue kek, gue cape kek gini terus njirr! gerutu Salsa dalam hati.

Salsa membuka sedikit matanya untuk melihat siapa orang yang menahan tubuhnya. "Gorila, syut ... woy ...," bisik Salsa dengan membuka sebelah matanya. Gio yang kaget pun langsung melepaskan Salsa hingga Salsa tergeletak di bawah. Karena tidak ingin aktingnya gagal Salsa melanjutkan Aksinya dengan berpura-pura pingsan. Galih langsung berlari mendekat di ikuti dengan yang lainnya.

"Yaampun Salsa!! Maafin gue!!" ucap Galih.

"Bangun dong Sal, gue nggak sengaja sumpah," lanjutnya dengan menepuk-nepuk pipi Salsa.

Gak sengaja pala lo malih, ini sakit bego!

"Hayoloh Galih!!" kompor Darren.

"Beliin minum sono!" suruh Gio, Galih pun langsung berlari menuju koperasi. Karena kantin pasti sudah tutup, memang di sekolah ini koperasi menyediakan makanan dan juga minuman namun beda dengan yang di kantin yang menyediakan jajanan yang kurang sehat, koperasi hanya menyediakan air mineral dan juga roti.

"Gak dibawa ke UKS aja?" tanya Ethan.

"Gak usah, gue tau dia cuman pura-pura," jawab Revan, membuat mereka bingung.

"Bangun lo Sal!" suruh Revan. Salsa pun langsung membuka matanya lalu berdiri. "Bola mana woy? Cepetan sini!" pinta Salsa, Ethan yang sedang memegang bola pun langsung melempar bola tersebut pada Salsa yang langsung ditangkap oleh Salsa. Terlihat Galih yang berlari di koridor dengan sebotol air mineral yang dia bawa tiba-tiba berhenti ketika melihat Salsa yang sudah sadar dengan tatapan membunuhnya dan bola yang berada di bawah kakinya, bersiap untuk menendang.

"Sal jangan dong Sal," mohon Galih dengan muka memelasnya. Sedangkan Darren sudah tertawa terbahak-bahak melihat wajah Galih.

Tuk!

Niatnya menendang bola, eh malah sepatunya yang terlempar, tapi tidak apa-apa yang penting tepat Sasaran mengenai kepala Galih.

"Bhahahaha ... sumpah yah Sal gu-gue! Bhahahaha ...." Darren tidak bisa menghentikan tawanya sampai-sampai matanya menyipit.

"Untung bukan bola," ucap Galih. "Nih, gue balikin sepatu lo!" Galih melempar sepatu Salsa yang hampir mengenai wajah Salsa, untung saja refleks Gio sangat cepat dan menangkap sepatu itu membuat Salsa menatap Gio beberapa detik sampai terdengar suara cekrekan kamera yang membuat lamunan Mereka membuyar. "Ngapain lo?" tanya Gio pada Revan yang mengarahkan kamera handphonenya.

"Moto lalet, noh di tengah kalian!" tunjuk Revan pada Darren yang berada di tengah Gio dan Salsa.

"Ehh, njirr! Gue berasa lalet beneran." Darren langsung berpindah tempat di sebelah Ethan.

Gio menunduk di hadapan Salsa membuat Salsa mundur selangkah. "Ngapain sih, lo?" tanya Salsa heran. "Siniin kaki Lo!" pinta Gio, namun tidak ada gerakan sedikitpun dari kaki jenjang itu. Membuat Gio geram, dan menariknya pelan, dipakaikannya sepatu itu membuat Salsa terdiam sejenak.

"Khem!" deham Ethan membuat Gio tersadar.

"Ahh, Gue ngapain sih!!" batin Gio.

"Gue balik duluan dah yah, dari pada jadi nyamuk di sini," Revan langsung pergi menuju parkiran setelah mengambil tasnya, diikuti Ethan.

Kini tersisa Salsa, Gio, Darren dan juga Galih di sana. "Anterin gue pulang sekarang!" pinta Salsa menghadap Darren, niatnya memang meminta tolong pada Galih tetapi karena Galih sudah membuat Salsa kesal jadilah Salsa minta tolong pada Darren.

"Siapa? Gue?" tanya Darren.

"Iya lo, siapa lagi!"

"Idih emang gue supir lo! Pulang aja sendiri sono!" ucap Darren.

"Galih anterin gue pulang kalo kagak ni bola beneran gue lempar!!"

"Ehh, iy-"

"Galih bareng gue!" Darren memotong ucapan Galih.

Darren sengaja melakukan itu agar Salsa pulang bareng Gio saja. Tetapi, Gio tetaplah Gio tetap saja tidak perduli.

"Ehh, kalian belum pada pulang?" Seorang gadis menghampiri mereka. Diva, dengan lelaki di belakangnya.

"Ini juga mau pulang kok," jawab Salsa.

"Rapat lagi? Bukannya tadi udah ya?" tanya Darren.

"Hmm, enggak sih, cuman gue sama Diva doang ngerekap hasil rapat tadi siang," jelas Garaga, ketua Osis SMA Erlangga.

"Gue nggak nanya sama lo!" ketus Darren pada Garaga.

"Tau tuh, dasar ulernya Panji!" lanjut Ethan.

Garaga yang mendengarnya mengepalkan tangan, jika saja tidak ada Salsa pasti Dia bakalan langsung menghabisi Galih dan Darren.

Garaga adalah ketua OSIS di sekolah ini, selain pintar dia juga sangat tegas apa lagi sekolah ini yang memiliki peraturan begitu ketat Garaga memang sangat cocok menjadi ketua OSIS seperti kebanyakan yang kita temui, seorang ketua OSIS kebanyakan memiliki aura yang berbeda, Garaga salah satunya dia cukup ditakuti oleh para murid di sini karena jika sudah memberikan hukuman tidak pernah memandang belas kasihan, tetapi walau pun begitu wajahnya yang tampan cukup menarik banyak perhatian dari kaum hawa bahkan beberapa dari mereka terang-terangan mengutarakan perasaannya.

Tetapi, berbeda dengan Gio dkk. Mereka tidak begitu suka dengan Garaga oleh karena itu mereka selalu sensi ketika berhadapan dengan Garaga salah satu alasannya karena masalalu dan Garaga pun sangat membenci Gio.

"Darren aku pulang bareng kamu ya?" pintanya pada Darren.

Darren menatap Gio, yang tetap tidak perduli dan memilih diam. "Bareng Gio aja Div." Suruhnya. Mendengar itu Gio langsung menatap tajam Darren, biarlah Darren tidak takut sedikit pun.

"Gio, aku boleh nebeng nggak?" tanya Diva pada Gio. Membuat Darren dan Galih saling tatap, menunggu jawaban Gio.

"Salsa bareng gue yuk?" ajak Garaga.

"Dia bareng gue!" ucap Gio, lalu menarik tangan Salsa menuju parkiran. Galih langsung menjulurkan lidahnya pada Garaga lalu berlari menuju lapangan lagi untuk melanjutkan bermain futsal.

"Gio!!" panggil Diva, namun tidak ada sahutan dari Gio.

"Yuk, gue anterin." Darren langsung menarik tangan Diva.

0_0

Salsa terus ditarik oleh Gio sampai menuju parkiran, enggan untuk melepaskan genggaman tersebut. Untung saja sekolah sudah sepi, jika tidak habis lah sudah Salsa jadi bahan gosip satu sekolah. Masih dengan menggenggam tangan Salsa Gio membukakan pintu mobilnya lalu mendorong Salsa agar cepat masuk kedalam, tadi Gio sengaja meminjam mobil Galih untuk mengantarkan Salsa biarlah Galih yang membawa motornya nanti.

Gio melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan Ibu Kota yang begitu ramai. Hembusan angin sore yang begitu menyejukan, serta sinar matahari yang hampir menghilang, sungguh panorama yang sangat indah.

"Pantai?" bingung Salsa, saat Gio memarkirkan mobilnya tepat di depannya adalah pantai, dengan pemandangan laut yang sangat indah.

"Ngapain?" tanya Salsa pada Gio.

"Nggak tau, mobilnya sendiri yang bawa ke sini," ucap Gio. Sungguh itu jawaban yang sangat tidak masuk akal. Gio berjalan mendahului Salsa, yang langsung diikuti oleh Salsa.

"Woy tungguin dong!!" teriak Salsa, saat melihat Gio menuju tepi pantai.

Duduk di atas butiran pasir yang begitu halus dengan sunset yang begitu indah. Langit yang berwarna jingga serta suara desiran ombak, dan kicauan burung yang menjadi satu. Angin sore yang menerpa membuat rambut mereka jadi berterbangan.

Salsa duduk di samping Gio, menatap lurus ke depan melihat senja yang begitu indah.

"Senja kerap melahirkan kenangan, senyum, rindu, bahkan air mata." Gio mengalihkan pandangannya untuk melihat sang pemilik suara. Salsa dengan menatap sendu kedepan tanpa mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Terpancar kesedihan yang begitu jelas dari matanya. Walau bibir itu terus tersenyum.

"Senja identik dengan perasaan rindu dan dikaitkan dengan perasaan cinta," lanjut Salsa.

"Dan lo sedang merasakan itu semua," tebak Gio.

"Sok tau!" ucap Salsa, dengan satu tangan yang memukul lengan kekar milik Gio. "Ehh ... Sory-sory, refleks hehe ...," ucapnya lagi dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal membuat sudut bibir Gio sedikit terangkat.

"Jingga, bermakna ketenangan, walaupun singkat namun indah," ujar Gio.

Keduanya memejamkan mata, kadang kita perlu terdiam sejenak menikmati ketenangan tanpa bersuara, menikmati semua tanpa banyak bertanya. Pasang telinga, lalu pejamkan mata, senja sedang bercerita tentang kita.

Hening, hanya suara desiran ombak serta kicauan burung-burung di sore hari.

Saat itu telah lama pergi, hilang ditelan gelap dan hari-hari pun berlalu begitu sepi karena senja yang ku nanti telah menghilang. Seseorang yang selalu memberiku ketenangan, seseorang yang selalu merawatku, sekaligus menjadi seorang ayah untukku.

Salsa kembali mengingat Mamahnya. Air mata pun tak kuasa dia tahan, isakan kecil keluar begitu saja Gio yang mendengar itu menatap Salsa dari samping tangannya terulur berniat mengusap bahu Salsa tetapi dia tarik kembali.

"Gue mau pulang!" Salsa berdiri dari duduknya, membuat Gio membuka matanya, melihat Salsa yang berlari lalu mengejarnya.

"Lo kesini bareng gue, artinya lo pulang juga harus sama gue," ucap Gio saat berhasil mencekal pergelangan tangan Salsa yang tidak bergeming, lalu embawanya menuju mobil. "Bisa buka pintu sendiri 'kan?" tanya Gio saat melihat Salsa tidak kunjung memasuki mobilnya.

"Lo kunci mobilnya bego!" kesal Salsa karena pintunya yang terkunci, sedangkan Gio sudah berada di dalam mobil tersebut langsung membuka pintunya.

"Gue lupa."

"Dasar pikun." Gio tidak menyahuti ucapan Salsa.

Mending gue tidur, Bang sopirnya gak asik, sombong begitu. Batin Salsa.

Saat di pertengahan jalan Gio menghentikan mobilnya, menepi sebentar. "Astaga, gue 'kan nggak tau ni rumah Mak Lampir," gerutu Gio. Sedangkan Salsa sudah tertidur pules dengan wajahnya yang tertutupi oleh rambut panjang miliknya. Ingin membangunkan Salsa namun tidak tega. Gio memilih terdiam sejenak, pikirannya melayang pada kejadian tadi di saat Salsa menangis.

Gue mungkin nggak tau masalah lo, tapi gue tau kalo lo itu kuat. Batin Gio berkata. Menatap wajah Salsa.

"Gak mungkin kan kalo gue anterin ke kuburannya, gue mana tau kuburan Mak Lampir dimana," Gerutu Gio.

Laknat sekali kau nak:v

"Ehh bangun!" Gio menepuk pelan pundak Salsa tetapi Salsa tetap tidak bangun.

"Lo tidur apa pingsan sih?" lanjutnya yang masih tidak mendapatkan sahutan dari Salsa.

"Hey, bangun ...," ucap Gio sedikit lembut dengan menepuk-nepuk pipi mulus milik Salsa.

Gio yang khawatir pun langsung melajukan mobil itu menuju rumahnya. Karena Salsa tidak juga bangun sepertinya dia pingsan.

"Pingsan lo telat, kena bolanya tadi pingsannya sekarang!" gerutu Gio dengan menambahkan kecepatan mobilnya agar cepat sampai di rumah.

Gio memilih membawa Salsa kerumahnya, biarlah dia dianggap menculik anak orang oleh keluarganya, karena memang dia tidak tau alamat rumah Salsa.

Sesampainya di halaman rumahnya Gio langsung menggendong Salsa ala bridal style.

"Astagfirullah, Bang! Kamu bawa siapa? Kamu apain dia?" panik Bunda, saat membuka pintu rumah, dan melihat seorang gadis yang berada di gendongan anaknya dengan mata yang tertutup.

"Dia pingsan Bun kayaknya, nanti Gio jelasin." Gio masuk melewati Bundanya, "suruh Bang Satya ke kamar Gio Bund!" lanjutnya. dan terlihat sodara-sodaranya yang menatapnya curiga, dengan mata yang tidak berkedip sedikitpun.

"Kedip lo pada!" gertak Gio saat melewati mereka dan menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Dengan Salsa di gendongannya.

"Kita baru kenal sehari tapi lo udah berhasil bikin gue khawatir kaya gini." Gio menatap wajah pucat Salsa, ntah apa yang terjadi pada gadis itu Gio berharap Salsa baik-baik saja.

"Dia kenapa Bang?" tanya Gio pada Satya. Yang sudah selesai memeriksa keadaan Salsa. Satya, Kakak keduanya setelah Aditya. Dia itu memang seorang dokter.

"Sepertinya penyakit dia kambuh lagi."

"Maksud lo?"

"Salsa Aurelia Dierja, dia adalah salah satu pasien gue yang pernah gue tangani. Dia menderita penyakit PTSD (post-Trauma Stress Disorder). Atau gangguan stres pasca trauma adalah kesehatan jiwa yang dipicu oleh peristiwa yang traumatis, baik dengan mengalaminya maupun menyaksikannya," jelas Satya membuat Gio terdiam, tak bisa berkata apa pun Gio hanya terus diam menatap lurus wajah Salsa yang kini tengah berbaring di kasurnya, melihat Gio yang hanya diam saja Satya pun keluar meninggalkan mereka.

Sesaat Gio terdiam lalu ikut keluar meninggalkan Salsa, Gio pikir Salsa butuh istirahat Gio akan mengantarnya pulang jika nanti Salsa sudah sadar.

Salsa membuka matanya perlahan menatap langit-langit kamar yang benuansa putih abu itu. "Aww ...," ringisnya pelan, sambil memegangi kepalanya. Tidak mungkin ini di rumah sakit pikir Salsa.

Matanya menelusuri setiap sudut kamar yang begitu luas tersebut, tidak terlihat ada orang lain di kamar ini. Seingatnya tadi Salsa di dalam mobil bersama Gio, kenapa sekarang di sini? Tiba-tiba pintu terbuka dan menampakkan seorang pria yang berbalut jas putih memasuki kamar tersebut.

Salsa sedikit terkejut ketika melihat seseorang yang baru saja memasuki kamar tersebut. "Dokter? Kok bisa disini?" tanya Salsa bingung.

"Ini rumah saya," jawab Satya.

"Hah kok bisa? Bukannya tadi saya bersama teman saya?" tanya Salsa lagi.

"Gio adik saya."

"What!!" kaget Salsa.

"Kamu harus banyak istirahat, jangan terus-terusan berlarut dalam masalalu. Saya permisi." ucap Satya sebelum keluar dari ruangan tersebut.

Salsa sempat dibuat diam sesaat memikirkan sesuatu yang mengganjal pikirannya, apakah Gio tau jika dirinya memiliki penyakit tersebut? Salsa pikir Dokter Satya yang mengaku kakaknya Gio tadi sudah memberi tahu Gio, yang pasti Gio bertanya pada Satya mengapa Salsa pingsan lalu Satya menjawabnya dengan jujur, sebelumnya Salsa pun tidak meminta Satya untuk merahasiakan hal tersebut.

"Udah bangun lo?" tanya Gio yang baru saja memasuki kamarnya, dengan segelas teh hangat di tangannya.

"Gak! Udah mati," jawab Salsa asal.

"Aminn!!" ucap Gio membuat Salsa melotot tajam.

"Sembarangan!" balas Salsa.

"Heh ini gue di mana? Ngapain lo bawa gue kesini? Hah!" lanjut Salsa bertanya.

"Rumah gue, ya karena gue gak tau rumah lo di mana," jawab Gio enteng.

"Lo kan bisa tanya temen-temen," ucap Salsa.

"Lupa," ujar Gio, menggaruk kepala tak gatal. Sepertinya Gio sangat khawatir tadi sampai-sampai tidak bisa berpikir jernih.

"Bilang aja lo mau modus kan?" semprot Salsa.

"Heh sembarangan! Najis gue modus sama lo!" Gio bergidik ngeri. Sebuah bantal mendarat mulus mengenai wajah Gio. Salsa sang pelaku hanya tertawa terbahak-bahak.

"Untung lo lagi sakit kalo kagak gue lempar lo ke rawa-rawa!" ucap Gio sambil menunjuk Salsa garang.

Salsa kembali berpikir tentang hal tadi sepertinya Salsa harus meminta tolong pada Gio. "Lo tau gue sakit apa?" tanya Salsa mengalihkan perhatian Gio. Gio mengangguk melihat reaksi Salsa yang murung Gio menjadi tidak enak karena sudah mencampuri urusannya.

"Sorry kalo gue lancang nanya sama Bang Satya tentang keadaan lo," ucap Gio.

"I'm fine. Gue cuman minta cukup lo aja yang tau yang lain jangan," pinta Salsa yang diangguki oleh Gio. Menurut Salsa Gio tidak begitu buruk untuk dijadikan teman dalam hal seperti ini, tetapi rasanya Salsa tetap harus berpikir dua kali mengingat Gio yang selalu membuatnya kesal.

Hari sudah larut Salsa akan pulang dengan Gio yang siap mengantarnya, sekarang mereka sudah meninggalkan kamar Gio yang berada di lantai dua, turun dengan menaiki lift yang berada di rumah tersebut, awalnya Salsa kaget mengapa mereka harus menuruni lift seperti sedang di hotel saja. Sebisa mungkin Salsa bersikap biasa agar tidak dikira norak dan sebagainya mengingat rumor di sekolah yang menyatakan jika keluarga Gio memang turunan Sultan.

"Lo ngapain?" tanya Gio pada Salsa yang sedari tadi mengekorinya sampai dapur.

"Ya ngikutin lo lah! Kalo gue nyasar 'kan bahaya," jawab Salsa matanya tak lepas dari Gio ketika mengambil sebuah jus yang berada di kulkas sampai menyediakan dua buah gelas lalu menuangkannya.

"Nih minum!" Gio menyodorkan salah satu gelas berisi jus alpukat yang baru saja dia ambil dari dalam kulkas.

"Gak ada racunnya 'kan?" tanya Salsa waspada padahal tadi Salsa melihat sendiri ketika Gio menuangkan jus tersebut ke dalam gelas.

"Gue kasih obat tidur!" ucap Gio, meneguk habis jusnya, lalu meninggalkan Salsa. Keluar rumah untuk mengantarkan Salsa pulang, sedari tadi salsa hanya mengekor mengikuti ke mana Gio pergi. Melihat Gio yang akan meninggalkan dapur Salsa langsung meneguk habis jusnya, lalu berlari menyusul Gio sampai pada teras.

"Bang hati-hati bawa pacarnya!!" teriak seseorang dari atas rooftop menghentikan Salsa dan juga Gio yang akan memasuki mobil. Salsa dan Gio mendongakkan kepala guna mencari asal suara tersebut ternyata di atas sana adalah Bundanya bersama adik-adiknya pantas saja tadi rumah terlihat sepi, itu karena mereka sedang berkumpul di atas sana.

"Bukan pacar Gio Bund!" ucap Gio ikut berteriak.

"Najis banget gue punya pacar modelan lo," cibir Salsa yang masih bisa di dengar oleh Gio.

"Iya! Bunda restuin kok!" teriak bunda lagi, diikuti gelak tawa yang lainnya. Terdengar cukup ramai di atas sana mungkin karena mereka sedang berkumpul dan sepertinya semuanya sudah pulang dari kegiatan masing-masing.

Gio tidak lagi menanggapi ucapan Bundanya dan langsung masuk ke dalam mobil, diikuti Salsa yang duduk di sebelah kemudi. Ingin bertanya tentang siapa yang tadi berteriak di atas tetapi Salsa gengsi, jadilah Salsa memilih diam sampai pada akhirnya Salsa tersadar saat mobil sudah mulai berjalan melihat ke luar kaca yang menurutnya tidak begitu asing, aneh. Rasanya Salsa seperti mengenal jalanan yang kini mereka lalui.

0_0

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status