Share

SARGIO

Hujan turun begitu deras mengguyur jalanan ibu kota Jakarta yang tetap ramai. Terlihat dua insan tengah  berteduh pada sebuah halte yang cukup sepi, hanya ada beberapa orang di sebrang halte lainnya yang juga sedang berteduh.

Suara derasnya hujan serta kendaraan yang terus berlalu lalang bercampur dengan kilatan cahaya petir membuat mereka sedikit khawatir jika hujan akan semakin deras.

Dia lelaki yang bernama Giorgio Edward Robertson, kini tengah menengadahkan tangannya mengikuti gadis yang berada di sampingnya yang juga melakukan hal tersebut.

Terbesit sebuah rasa yang sudah lama dia pendam Gio memberanikan diri untuk memberi tahu gadis tersebut.

"Diva!" panggilnya cukup kencang agar terdengar jelas. Gadis yang berada di sampingnya itu menoleh dengan mengangkat sebelah alisnya, Gio diam beberapa saat membuat gadis yang dipanggil Diva itu kembali menyibukkan diri dengan air hujan yang dia tadah.

Menarik nafas dalam-dalam Gio kembali berujar. "Diva gue suka sama lo," cicitnya pelan matanya lurus menatap ke depan.

"Lo mau gak jadi pacar gue?" lanjut Gio, to the poin. Suara derasnya rintik hujan serta gemuruh petir membuat suara Gio tidak terdengar dengan jelas. Dan sayangnya hanya dianggap angin lalu oleh Diva.

Gio diam menunggu jawaban tetapi bukan jawaban yang dia dapatkan melainkan pengakuan lain dari Diva.

"Gi, kamu tau gak?" tanya Diva, dengan tangan yang masih sibuk menengadah air hujan.

"Apa?"

"Aku, lagi suka sama seseorang," seru Diva semangat.

"Siapa?" tanya Gio, apa tadi dia gak denger apa yang gue bilang? Batin Gio.

"Tapi kamu harus janji jangan bilang-bilang yah," ucapnya, mengangkat jari kelingkingnya dan menautkannya pada jari Gio.

"Sebenernya aku suka sama Darren, Gii." Diva menundukkan kepala malu.

Harapan Gio seketika hilang dan sirna, di saat itu juga.  Pertahanannya runtuh Gio berjalan mundur duduk pada kursi halte, matanya menatap langit yang begitu gelap dengan kilat-kilat cahaya yang membentuk seperti akar seperti itulah hatinya sekarang, retak.

"Hujan memang lebih dominan dengan rasa sakit," gerutu Gio tersenyum kecut menatap punggung Diva.

Mungkin gue harus mundur, batin Gio.

Dalam sebuah persahabatan laki-laki dan perempuan tidak mungkin jika salah satunya tidak menyimpan rasa lebih dari seorang sahabat. Mungkin kata-kata itu benar adanya, pasalnya Gio dan Diva memang sudah bersahabat lama, begitu juga Darren yang Diva sebut tadi.

"Gio, hey! Kok bengong sih," ucap Diva dengan melambaikan tangan di depan wajah Gio.

"Eh, iyh kenapa?" tanya Gio.

"Kamu lagi suka sama seseorang gak?" tanya Diva menatap Gio yang kini ikut duduk tepat di sampingnya.

"Ada, cuman dia suka sama orang lain. Gue bisa apa?" jawab Gio lirih. "Padahal gue udah suka sejak lama sama dia, tapi dia suka sama orang lain," tambahnya.

"Kamu pasti bisa dapetin yang lebih baik dari dia kok," ucap Diva mengusap bahu Gio.

Patah hati sebelum memiliki, itulah yang Gio rasakan saat ini.

Apakah kalian tahu? Rasanya mencintai namun tidak bisa memiliki? Bertahan untuk tidak mengungkapkan agar tetap berada di sisinya, percayalah rasanya seperti anda menjadi iron man. Eh?

Karena pernah patah hati sebelum memiliki, membuat Gio menutup hatinya rapat-rapat. Enggan untuk membuka hati karna trauma akan sakit hati walau banyak kaum hawa yang selalu menawarkan diri untuk menjadi kekasihnya Gio seakan hilang respek pada mereka.

Dalam kehidupan semua memiliki proses, termasuk menguatkan hati, dan patah hati adalah prosesnya.

Berusaha melupakan masalalu dan memulai semuanya dengan yang baru.

Namun, bagaimana bisa melupakan lalu jika belum ada yang baru?

Mari ikuti jejak Gio dalam melupakan cinta pertamanya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status