Share

2. BIARKAN AKU MATI

last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-29 10:25:38

"JAGA UCAPANMU, DIRGANTARA!" teriak Angga Wijaya sangat keras.

"MAS TUNGGU!" Suara Anita tidak kalah kencang. Hal tersebut membuat Angga Wijaya tidak melanjutkan aksinya. Tangan kanannya, berada beberapa sentimeter dari wajah Gema.

"Cukup, Mas! Kamu jangan lakukan kekerasan lagi. Sabar, Mas," pinta Anita sambil mengelus bidang dada suaminya, sekaligus menariknya supaya menjauh dari Gema.

"Semakin kamu melawannya, maka dia akan semakin menjadi-jadi. Sebaiknya, kamu mengalah dan bersabar. Gema butuh waktu untuk menerima kenyataan ini," tambah Anita, berusaha menenangkan pria yang kini telah sah menjadi suaminya itu.

Pemuda tampan itu, menyeringai kecil. Tatapan yang dahulunya penuh cinta terhadap Anita, kini berubah menjadi tatapan yang dipenuhi dendam dan kekecewaan.

Bagaimana bisa, dalam hitungan menit, cinta yang telah dibangun selama dua tahun, berubah menjadi dendam?

"Mengapa kau hentikan dia, Anita? Seharusnya kau biarkan saja dia membunuhku! Dengan begitu, kalian akan hidup dengan tenang dan bahagia," katanya disertai tawa horor.

"Dirgantara!" seru Angga Wijaya kembali dan hendak langsung mencekik leher putranya itu.

"Sabar, Mas. Jangan terpancing emosi." Namun, Anita segera menahannya. Supaya tidak terjadi perkelahian lebih lanjut.

Gema kembali menyeringai. Dia menatap jijik, Anita yang begitu peduli terhadap dirinya.

Ya. Jika, ia peduli, lantas kenapa ia menikah dengan pria yang seharusnya menjadi ayah mertuanya?

"Cukup, Anita! Kamu tidak perlu bersikap manis seperti itu, di hadapanku. Aku tahu, kalau kamu menikah dengan ayahku, demi hartanya saja bukan? Mengaku saja kau, Anita. Wanita seperti dirimu ada banyak di luaran sana. Bahkan, berserakan di jalanan!"

Kini giliran Anita yang mendapat kata-kata hinaan dari, pemuda yang pikirannya sedang kacau itu.

"Gema! Jaga UCAPANMU!" teriak Angga Wijaya.

PLAAAKKKKKK!

Kembali, satu tamparan keras mendarat di wajah Gema. Kali ini, bukan Angga Wijaya yang melakukannya, melainkan Anita yang menampar.

Lagi-lagi, Gema tertawa. Arti tawa itu, bukanlah kebahagiaan, melainkan sebaliknya.

"Jaga bicaramu, Gema! Aku menikah dengan Mas Angga bukan karena harta, melainkan karena aku mencintai Mas Angga!"

Anita meninggikan suaranya. Matanya menatap nyalang pemuda yang sempat mengisi relung hatinya itu.

"Jangan pernah kamu bersikap kurang ajar lagi, kepada ayahmu! Aku mencintai Mas Angga, begitu juga dengan Mas Angga!"

Anita mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Gema. Alih-alih, sadar dengan gertakan itu, Gema malah makin menjadi-jadi.

Dia menggenggam erat pergelangan tangan Anita, lalu menjatuhkan tatapan tajam yang pernah ia tunjukkan kepada seorang wanita.

"Berhenti, memanggil dia dengan sebutan 'Mas!' diriku jijik mendengarnya! Dia seharusnya menjadi ayah mertuamu, bukan suamimu!"

Suara Gema bergetar hebat, begitu juga dengan tubuhnya. Keningnya berkeringat sangat banyak, seiring dengan emosi yang memuncak.

Gema melepaskan genggaman itu. Pandangannya langsung berbalik arah. Tanpa kata, ia pun mengayunkan kakinya cepat. Meninggalkan ruangan itu.

Ruangan yang dahulunya dipenuhi kebahagiaan, kini berubah menjadi saksi bisu dari sebuah pengkhianatan.

"Mas." Anita langsung menghambur dalam pelukan sang suami. Seketika itu juga, ia menangis.

"Tenangkan dirimu, Dek. Maafin sikap Gema tadi. Dia anak yang keras kepala memang."

Mendengar kalimat tersebut, Anita semakin mempererat pelukannya.

Angga Wijaya mengelus punggung Anita berulang kali. Kepalanya sedikit mendongak. Tidak ada kata yang terucap lagi. Sebab, kejadian tadi telah menguras semua emosinya. Begitu juga dengan Anita.

***

Sementara itu. Emosi yang meledak-ledak, tengah Gema rasakan sekarang. Dia menatap nyalang jalanan di depan sana. Tidak peduli seramai apa jalanan sekarang, ia tetap melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hampir menyentuh angka 90 km/jam.

'Jaga bicaramu, Gema! Aku menikah dengan Mas Angga bukan karena harta, melainkan karena aku mencintai Mas Angga!'

'Jangan pernah kamu bersikap kurang ajar lagi, kepada ayahmu! Aku mencintai Mas Angga, begitu juga dengan Mas Angga!'

Kalimat-kalimat itu, seolah enggan pergi dari pikirannya. Terus saja terngiang-ngiang. Membuat suasana hatinya semakin buruk.

'Aku mencintai, Mas Angga.'

Kalimat pengakuan itu, seperti anak panah yang melesat cepat dan langsung menusuk jantungnya.

Sakit tak berdarah. Raganya masih bisa bergerak, tetapi jiwanya seolah telah mati.

BRUK!

Sengaja ia menabrakkan mobilnya pada sebuah pohon yang berada di tepi jalan. Kepalanya membentur kemudi. Dia menutupi wajahnya. Membiarkan semua kata-kata itu, semakin menguasai pikirannya.

Depan mobilnya mengeluarkan asap. Namun, Gema sama sekali tidak peduli. Perlahan-lahan, pandangannya memudar, bersamaan dengan orang-orang yang mulai mengerumuni mobilnya.

***

Malam harinya.

Gema pun membuka matanya perlahan-lahan. Dipandanginya langit-langit dan lampu yang menyala. Ia sedikit menoleh, dan mendapati ada alat infus.

Selanjutnya dia melihat seorang wanita mengenakan hijab, tertidur tepat di sampingnya. Posisi wanita itu duduk dan kedua tangannya menjadi bantalan.

Dalam satu kali lihat, Gema langsung mengenali sosok wanita itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Anita, yang dahulunya adalah kekasih, kini berstatus ibu di atas kertas.

Gema melihat jam dinding di sudut ruangan ini. Waktu menunjukkan pukul 01.45 WIB. Dia memegangi keningnya yang sedikit diberi perban itu.

Tanpa pikir panjang, dia segera melepaskan selang infus yang ada di tangan kirinya. Hal tersebut, membuat Anita terbangun.

"Kamu sudah bangun?" tanya Anita antusias.

Tanpa memberi jawaban, Gema langsung beranjak dari ranjang. Hal tersebut membuat Anita panik.

"Kamu mau kemana? Jangan, pergi! Kamu harus banyak-banyak istirahat!" serunya memperingatkan sambil berusaha menahan langkah anak tirinya itu.

"Menyingkir kamu dari jalanku!"

Gema tanpa ragu mendorong Anita, hingga wanita itu jatuh tersungkur ke lantai. Di waktu bersamaan, Angga Wijaya pun memasuki ruangan tersebut.

Betapa marahnya ia, ketika melihat sang istri tersungkur di lantai. Buru-buru dia, membantu Anita untuk berdiri kembali.

"Kamu enggak apa-apa, Sayang?" tanyanya, yang tidak bisa menyembunyikan kecemasannya.

Anita mengangguk cepat, "iya, Mas. Aku baik-baik saja kok."

Gema menyeringai kecil, sambil membuang pandangannya ke arah berbeda. Merasa geli, melihat dengar kalimat mesra yang terlontar dari mulut dua insan itu.

"Kamu mau kemana?" seru Angga Wijaya, ketika Gema hendak mengayunkan kakinya.

"Anda tidak perlu tahu, kemana kaki ini akan melangkah. Anda tidak lagi berhak ikut campur dalam hidup seseorang yang telah Anda khianati!" jawab Gema tegas bernada dingin.

Setelah berkata demikian, Gema pun mengayunkan kakinya, meninggalkan ruangan tersebut tanpa menoleh.

"DIRGANTARA!" teriak Angga Wijaya. Namun, panggilan tersebut tidak bisa mengubah pikiran sang putra.

"Mas, Tunggu!"

Angga Wijaya yang tidak bisa berdiam diri saja pun, lantas mengejar Gema yang sudah lebih dulu pergi itu. Sementara Anita segera menyusul suaminya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
ini mah aneh tapi nyata udah ngekhianatin anak sendiri tapi perduli sama keselamatannya juga mereka berdua sebenarnya waras g sih d
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   49. EKSTRA PART 2 (TAMAT)

    SEMBILAN TAHUN KEMUDIAN!•"Dirga! Jangan kencang-kencang larinya, Nak!" teriak Anita, sembari mengejar bocah laki-laki yang berlari sambil membawa pesawat mainan di tangannya."Hap! Ayah berhasil menangkap sang pilot kecil yang nakal ini." Gema Dirgantara, langsung menggendong sang putra, setibanya di rumah. Bocah kecil itu, sedang bermain kejar-kejaran dengan Bundanya. Anita."Ah, Ayah! Tidak lucu. Kenapa Ayah menangkapku?! Aku sedang terbang tinggi sekali dengan pesawat ini!" ucap bocah kecil itu mengomel, saat sang Ayah menyudahi imajinasi yang sedang tinggi-tingginya itu.Gema menurunkan bocah kecil kesayangannya, yang diberi nama Dirga Mahendra Wijaya."Baiklah, sang pilot kecil. Sekarang, saatnya pesawat itu mendarat." Gema menggoda sang putra seraya menarik hidung mungil itu."Heum ..." Dirga menunjukkan kesan tidak suka. Gema pun tersenyum dan mengacak-acak pucuk kepala bocah kecilnya. Permata paling berharga bagi keluarga ini."Ayah tumben sudah pulang? Biasanya Ayah pulang

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   48. EKSTRA PART (kabar bahagia)

    "Gimana perjalan tadi, Sayang? Kamu merasa nyaman kan?" "Heum, iya. Aku merasa nyaman banget." Sepasang suami istri itu, berjalan sambil bergandengan tangan. Belum ada tiga puluh menit, pesawat dari yang dari dari Swees baru saja mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta, Anita dan Gema berjalan meninggalkan area kedatangan. Senyuman indah terukir di wajah sepasang suami istri yang baru saja pulang dari berbulan madu. Cerah dan penuh kebahagiaan. Sekitar lima belas hari, keduanya menghabiskan waktu berduaan, menikmati keindahan kota Swees dan sekitarnya. "Cepat tangkap dia!" "Tolong siapa pun! Tangkap pencuri itu!" "Jangan biarkan dia lolos!" Seorang pria, mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana yang panjangnya sebatas menutupi lutut, serta topi hitam menutupi kepalanya itu, berlari kencang, membuat para pengunjung bandara kocar-kacir. Dia membawa sebuah senjata api di tangan kanannya. Hal tersebutlah yang membuat orang-orang di bandara meras

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   47. TAMAT (END)

    "Kamu sudah pulang, Sayang?" ucap Anita, menyambut kedatang Gema, seraya mencium punggung tangannya, sebagai tanda bakti seorang istri kepada suami. "Iya. Hari ini aku sangat lelah sekali," keluh Gema, terlihat memijat-mijat lehernya yang terasa kaku dan pegal. "Kamu mandi dulu, habis itu aku pijitin," tawar Anita, tersenyum menggoda seraya melingkarkan tangannya di leher Gema. "Heum, pijit lehernya aja atau yang lainnya juga?" Anita sontak melotot, "apaan si kamu? Nakal deh. Ya, aku pijit lehernya aja lah." Sebagai bentuk kekesalannya, Anita mencubit pinggang Gema, tapi bukannya merasa bersalah, Gema malah keenakan. "Udah, ih. Sana mandi dulu. Entar aku pijitin. Semuanya," pisiknya pelan dan memberi penekanan pada kata terakhir. Gema tersenyum sumringah. Angan-angannya langsung membayangkan sesuatu yang nikmat dalam pelukan hangat. "Ok deh, Sayang." Muach ... Dia mencium pipi istirnya, baru setelah itu mempercepat langkahnya menujunya kamar. Anita geleng-gelen

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   46. TELAH SELESAI

    [Lu lagi di mana?][Lagi di rumah sakit. Ada apa?] Gema tersenyum lembut, saat menyuapi Anita dan mengobrol dengan seseorang di telpon.[Siapa yang sakit? Anita?][Iya. Ceritanya panjang pokoknya. Itu mah bahas nanti aja. Lu sendiri, kenapa telpon?][Gue udah berhasil nangkap ni tikus.]Gema beranjak bangun, matanya melebar sempurna. Sendok yang digenggam pun sampai lepas. [Seriusan? Jadi, tuh tikus berhasil lu tangkap?][Iya, seriusan lah. Gue mana pernah bohong soal kerjaan. Udah, dijelasinnya belakangan aja. Sekarang harus gue bawa kemana ni tikus? Gue si belum apa-apain dia, tapi anak buah gue, udah bikin dia babak belur. Hahaha.]Gema memijat keningnya, sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia menoleh ke belakang, lalu tersenyum kepada Anita.Melihat adanya perubahan sikap Gema yang mendadak, membuat Anita bertanya-tanya, siapakah yang menelpon?[Kasih tahu aja lokasinya di mana? Biar gue langsung ke sana.][Di Kalimantan.][Apa?] Gema sangat terkejut sampai-sampai napasnya sepert

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   45. ADA YANG DITANGKAP

    Gema langsung membawa Anita ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, begitu juga dengan Sari dan satpam yang berjaga di rumahnya. Dikarenakan mengalami luka berat akibat dipukuli berulang kali sampai tidak sadarkan diri, Pamannya juga harus dilarikan ke rumah sakit. Namun, diawasi oleh pihak yang berwajib. Gema ingin, pria keparat itu langsung dijebloskan ke penjara, setelah sadar nanti. Gema telah memastikan, pria itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Pelecehan terhadap wanita berstatus istri, adalah kejahatan besar. . Di salah satu ruang perawatan. Anita masih terbaring lemas di ranjang. Tangannya dipasangi selang infus. "Maafkan aku, Sayang. Seandainya aku tidak terlambat sampai rumah, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi," ungkap Gema penuh dengan penyesalan. Dia menggenggam erat-erat tangan Anita. Mengecupnya berulang kali. Bahkan kepalanya terus tertunduk. Rasa bersalahnya tidak bisa hilang begitu saja. Bayangan bagaimana tangan-tan

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   44. PELECEHAN

    Anita yang hendak ke dapur pun, tiba-tiba berlari, langkahnya berbalik, tidak jadi ke dapur ketika mendengar suara pintu terbuka. Dia sangat yakin kalau Gema yang datang.Langkahnya berhenti. Tubuhnya mematung dan mantanya membola, saat mendapati yang membuka pintu bukanlah Gema, melainkan pria lain, yang sosoknya tidak terlalu asing."Paman." Satu kata lolos dari bibirnya. Anita tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Halo, Sayangku. Bagaimana kabarmu hari ini? Kamu baik-baik saja kan di rumah ini? Maafkan Mas yang baru datang," racau pria itu setengah mabuk.Satu hal yang membuat Anita terkejut, tidak lain adalah kondisi pria itu dalam keadaan mabuk. Setengah kesadarannya hilang karena pengaruh alkohol. Bahkan botol minuman keras masih ada digenggamnya."Gema belum pulang! Dia masih di kantor!" Anita meninggikan suaranya sambil berjalan mundur. Dia sangat ketakutan. Takut pria itu melakukan hal yang bukan-bukan."Mas datang bukan untuk menanyakan anak brengsek itu, tapi kedata

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status