Share

7. LAGI-LAGI BERKELAHI

last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-02 20:00:25

BUK!

Pukulan keras diterima Gema tepat di wajahnya. Saking kerasnya tinju itu, sampai membuat ia tersungkur ke lantai.

Dia menatap lurus ayahnya yang sedang dipenuhi emosi yang tak terkendali setelah mendengar kalimatnya.

"Anak kurang aja kamu, Gema! Selama ini Ayah tidak pernah mengajarimu berkata tidak sopan kepada orang tua!"

Angga Wijaya menatap nanar putra satu-satunya itu. Jari telunjuknya tegak lurus ke arah wajah Gema. Suaranya menggelegar seisi ruangan itu.

Pikirannya sudah dirasuki emosi. Tanpa buang waktu, dia kembali menarik kerah baju sang putra. Gema tidak melawan, sebaliknya. Dia tersenyum, menunjukkan kesan tidak takut.

"BERHENTI, MAS!" teriak Anita, yang berjarak beberapa meter dari keributan. Ia berlari dari dapur, setelah mendengar suara teriakan suaminya.

Angga menahan tangannya, padahal beberapa sentimeter lagi mampu membuat wajah tampan sang putra bengkak.

Anita langsung berlari. "Hentikan keributan ini, Mas! Kamu jangan terpancing emosi. Kasian Gema, kalau kamu pukul dia setiap hari."

Kemarin tambaran bertubi-tubi, sampai bekasnya masih terasa nyeri dan sekarang pukulan, yang meninggalkan bekas lebih parah, sampai tepi bibirnya mengeluarkan darah. Namun, Gema seolah tidak merasa jera, meskipun sudah berulang kali mendapatkan kekerasan fisik.

Rasa sakit di tubuh bisa diobati secepat mungkin. Namun, sakit akibat dikhianati, tentu akan lama sembuhnya.

"Lepasin dia, Mas! Kasian dia kalau terus dipukul. Mas, harus lebih sabar lagi menghadapinya."

Suruan Anita mampu membuat Angga Wijaya mendapatkan kembali kesadarannya. Dia melepaskan kerah baju Gema.

Alih-alih meminta maaf atas segala kalimat yang telah ia lontarkan beberapa saat lalu. Gema malah menunjukkan sikap arogansi.

"Kenapa berhenti, Yah? Kenapa Ayah tidak memukulku lagi? Lakukan lagi, Yah! Aku ingin Ayah terus memukulku, sampai aku menyusul Bunda!"

Kalimatnya itu, langsung membuat Angga Wijaya mengepalkan kedua tangannya.

"DIRGANTARA!" teriaknya. Namun, di detik yang sama, Anita langsung menahan.

"Cukup, Mas! Istighfar, Mas! Jangan kepancing emosi. Istighfar, Mas!"

Anita mendekap tubuh suaminya, supaya ia tidak melakukan hal gila lagi. Sungguh, wanita mana yang tega, melihat pria yang disayanginya terlibat perkelahian, apa lagi, dengan anak sendiri?

"Istighfar, Mas! Tenangin diri, Mas!"

Gema yang sudah muak melihat drama itu, tanpa pikir panjang, langsung menarik tangan Anita secara paksa.

"Mengapa kau bersikap baik kepadaku, ah? Seolah-olah, kau melindungi dari kemarahan ayahku?!" sungut Gema, dengan menjatuhkan tatapan nanar pada wanita yang dahulu sangat ia cintai.

"Jawab aku, Anita! Sebenarnya kamu masih mencintai aku kan?!" Nada suaranya semakin tinggi dan genggaman tangannya pun semakin kuat. Membuat Anita merasa tidak nyaman.

"Gema cukup!"

Angga Wijaya tentu tidak tinggal diam. Dia menarik tangan Anita yang satunya, agar terlepas dari kemarahan sang putra. Tubuh Anita terhuyung ke belakang Angga Wijaya.

Posisi Angga Wijaya sekarang saling berhadapan dengan Gema. Sama-sama melontarkan tatapan maut, penuh kemarahan.

BRUK!

Tidak pikiran panjang, satu lagi pukulan keras mendarat di wajah Gema. Sebelumnya di pipi kanan, kini giliran pipi kiri.

Gema tersungkur di lantai. Anita menjerit histeris dan menutupi mulutnya dengan kedua tangan.

Apa yang harus ia perbuat, guna menghentikan perkelahian anak dan ayah itu? Hatinya sungguh tersiksa melihat Gema yang terus-menerus mendapat pukulan dari ayahnya. Namun, dia juga tidak bisa menyalahkan Angga Wijaya sepenuhnya. Sebab yang membuat perkelahian ini berbuntut panjang, ialah Gema yang terus bersikap keras kepala.

Angga Wijaya mundur beberapa langkah. Napasnya memburu, seperti orang yang habis lari maraton.

Matanya terpejam untuk beberapa detik, berusaha kerasa untuk mengendalikan pikirannya kembali.

"Pergi kamu dari rumah ini! Jangan tunjukin muka kamu di rumah ini lagi! Sebelum kamu bisa mengubah sifat keras kepala kamu itu!" usianya tegas dan tanpa keraguan.

Gema beranjak bangun sambil tersenyum puas. "Tanpa Anda minta pun, diriku sudah akan pergi dari rumah terkutuk ini!" sungutnya dengan suara yang tidak kalah tinggi dari sang Ayah.

Kedua bahunya sedikit terangkat. Dia mengenakan kembali kacamata hitam itu. Memasang mimik wajah sangat, seolah bekas pukulan tadi, sama sekali tidak membekas.

"Aku tidak akan kembali ke rumah ini!" tutupnya tegas, sebelum akhirnya melenggang pergi.

Anita meremas ujung bajunya. Ada sesuatu yang ingin meledak di dalam dadanya. Begitu juga dengan matanya. Namun, semua itu tidak mampu ia keluarkan.

Sampai akhirnya ia duduk lemas. Kedua kakinya tidak lagi mampu menopang berat tubuhnya.

"Dek!" Angga Wijaya buru-buru menghampiri sang istri, sesaat setelah ia berhasil menjernihkan pikirannya.

Dia langsung memeluknya erat. Mengelus lembut kepalanya dan berkata, "semuanya akan baik-baik saja, Dek. Maafkan Mas karena sudah kasar tadi."

"Maafkan karena Mas tidak bisa mendidik Gema dengan benar, sehingga dia bersikap kasar kepada kamu, seperti tadi."

Anita tidak tahu, siapa yang salah. Mungkin Gema tidaklah salah. Hal wajar jikalau ia marah. Hatinya hancur, sudah pasti.

Anita menatap kosong objek di depannya. Belaian hangat dari sang suami, nyatanya tidak sepenuhnya membuat ia merasa tenang.

Ada sedikit ketenangan, tapi entah akan bertahan berapa lama? Lantaran, Gema masih enggan menerima kenyataan, bahwa wanita yang ia cintai dulu, kini telah menjadi ibu baginya, meskipun hanya di atas kertas.

***

Sementara itu, Gema sudah berada di dalam mobil Juna. Kebetulan, saat Gema keluar rumah, Juna sudah datang.

"Lu mau pergi kemana, Bro? Kita udah jalan setengah jam, tapi belum tahu tujuannya," kata Juna bertanya sambil fokus menyetir.

"Terserah lu aja, mau pergi kemana. Pokoknya pergi ke tempat yang jauh. Gue malas balik ke rumah terkutuk itu!" Nada suaranya dipenuhi dengan emosi, begitu juga dengan kalimatnya.

Juna menghela napas panjang, "lu pasti ribut lagi sama bokap lu?"

Tebakannya tidak mendapat jawaban. Namun, gema sedikit mengangguk guna membenarkan tebakan tersebut.

Selain itu juga, Juna bisa melihat ada bekas memar di kedua pipi sahabatnya itu.

"Ya udah kalau gitu. Kita ke Puncak aja kalau gitu. Mau engga? Kali aja lu bisa happy di sana."

"Gue udah bilang. Terserah lu mau pergi kemana. Gue ikut aja, yang penting jangan balik ke rumah sialan itu lagi. Gue muak lihat muka mereka, yang dengan teganya mengkhianati kepercayaan gue."

Suaranya bergetar. Terdengar seperti orang yang menahan emosi dan kesedihan. Juna dapat merasakan kekecewaan itu. Namun, ia juga tidak dapat berkomentar banyak karena takut dianggap terlalu jauh, ikut urusan rumah tangga orang.

Mobil pun melaju cepat menuju Puncak.

Entah apa yang akan terjadi di sana?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
bnyak bnget teka tekinya euy
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   49. EKSTRA PART 2 (TAMAT)

    SEMBILAN TAHUN KEMUDIAN!•"Dirga! Jangan kencang-kencang larinya, Nak!" teriak Anita, sembari mengejar bocah laki-laki yang berlari sambil membawa pesawat mainan di tangannya."Hap! Ayah berhasil menangkap sang pilot kecil yang nakal ini." Gema Dirgantara, langsung menggendong sang putra, setibanya di rumah. Bocah kecil itu, sedang bermain kejar-kejaran dengan Bundanya. Anita."Ah, Ayah! Tidak lucu. Kenapa Ayah menangkapku?! Aku sedang terbang tinggi sekali dengan pesawat ini!" ucap bocah kecil itu mengomel, saat sang Ayah menyudahi imajinasi yang sedang tinggi-tingginya itu.Gema menurunkan bocah kecil kesayangannya, yang diberi nama Dirga Mahendra Wijaya."Baiklah, sang pilot kecil. Sekarang, saatnya pesawat itu mendarat." Gema menggoda sang putra seraya menarik hidung mungil itu."Heum ..." Dirga menunjukkan kesan tidak suka. Gema pun tersenyum dan mengacak-acak pucuk kepala bocah kecilnya. Permata paling berharga bagi keluarga ini."Ayah tumben sudah pulang? Biasanya Ayah pulang

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   48. EKSTRA PART (kabar bahagia)

    "Gimana perjalan tadi, Sayang? Kamu merasa nyaman kan?" "Heum, iya. Aku merasa nyaman banget." Sepasang suami istri itu, berjalan sambil bergandengan tangan. Belum ada tiga puluh menit, pesawat dari yang dari dari Swees baru saja mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta, Anita dan Gema berjalan meninggalkan area kedatangan. Senyuman indah terukir di wajah sepasang suami istri yang baru saja pulang dari berbulan madu. Cerah dan penuh kebahagiaan. Sekitar lima belas hari, keduanya menghabiskan waktu berduaan, menikmati keindahan kota Swees dan sekitarnya. "Cepat tangkap dia!" "Tolong siapa pun! Tangkap pencuri itu!" "Jangan biarkan dia lolos!" Seorang pria, mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana yang panjangnya sebatas menutupi lutut, serta topi hitam menutupi kepalanya itu, berlari kencang, membuat para pengunjung bandara kocar-kacir. Dia membawa sebuah senjata api di tangan kanannya. Hal tersebutlah yang membuat orang-orang di bandara meras

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   47. TAMAT (END)

    "Kamu sudah pulang, Sayang?" ucap Anita, menyambut kedatang Gema, seraya mencium punggung tangannya, sebagai tanda bakti seorang istri kepada suami. "Iya. Hari ini aku sangat lelah sekali," keluh Gema, terlihat memijat-mijat lehernya yang terasa kaku dan pegal. "Kamu mandi dulu, habis itu aku pijitin," tawar Anita, tersenyum menggoda seraya melingkarkan tangannya di leher Gema. "Heum, pijit lehernya aja atau yang lainnya juga?" Anita sontak melotot, "apaan si kamu? Nakal deh. Ya, aku pijit lehernya aja lah." Sebagai bentuk kekesalannya, Anita mencubit pinggang Gema, tapi bukannya merasa bersalah, Gema malah keenakan. "Udah, ih. Sana mandi dulu. Entar aku pijitin. Semuanya," pisiknya pelan dan memberi penekanan pada kata terakhir. Gema tersenyum sumringah. Angan-angannya langsung membayangkan sesuatu yang nikmat dalam pelukan hangat. "Ok deh, Sayang." Muach ... Dia mencium pipi istirnya, baru setelah itu mempercepat langkahnya menujunya kamar. Anita geleng-gelen

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   46. TELAH SELESAI

    [Lu lagi di mana?][Lagi di rumah sakit. Ada apa?] Gema tersenyum lembut, saat menyuapi Anita dan mengobrol dengan seseorang di telpon.[Siapa yang sakit? Anita?][Iya. Ceritanya panjang pokoknya. Itu mah bahas nanti aja. Lu sendiri, kenapa telpon?][Gue udah berhasil nangkap ni tikus.]Gema beranjak bangun, matanya melebar sempurna. Sendok yang digenggam pun sampai lepas. [Seriusan? Jadi, tuh tikus berhasil lu tangkap?][Iya, seriusan lah. Gue mana pernah bohong soal kerjaan. Udah, dijelasinnya belakangan aja. Sekarang harus gue bawa kemana ni tikus? Gue si belum apa-apain dia, tapi anak buah gue, udah bikin dia babak belur. Hahaha.]Gema memijat keningnya, sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia menoleh ke belakang, lalu tersenyum kepada Anita.Melihat adanya perubahan sikap Gema yang mendadak, membuat Anita bertanya-tanya, siapakah yang menelpon?[Kasih tahu aja lokasinya di mana? Biar gue langsung ke sana.][Di Kalimantan.][Apa?] Gema sangat terkejut sampai-sampai napasnya sepert

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   45. ADA YANG DITANGKAP

    Gema langsung membawa Anita ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, begitu juga dengan Sari dan satpam yang berjaga di rumahnya. Dikarenakan mengalami luka berat akibat dipukuli berulang kali sampai tidak sadarkan diri, Pamannya juga harus dilarikan ke rumah sakit. Namun, diawasi oleh pihak yang berwajib. Gema ingin, pria keparat itu langsung dijebloskan ke penjara, setelah sadar nanti. Gema telah memastikan, pria itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Pelecehan terhadap wanita berstatus istri, adalah kejahatan besar. . Di salah satu ruang perawatan. Anita masih terbaring lemas di ranjang. Tangannya dipasangi selang infus. "Maafkan aku, Sayang. Seandainya aku tidak terlambat sampai rumah, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi," ungkap Gema penuh dengan penyesalan. Dia menggenggam erat-erat tangan Anita. Mengecupnya berulang kali. Bahkan kepalanya terus tertunduk. Rasa bersalahnya tidak bisa hilang begitu saja. Bayangan bagaimana tangan-tan

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   44. PELECEHAN

    Anita yang hendak ke dapur pun, tiba-tiba berlari, langkahnya berbalik, tidak jadi ke dapur ketika mendengar suara pintu terbuka. Dia sangat yakin kalau Gema yang datang.Langkahnya berhenti. Tubuhnya mematung dan mantanya membola, saat mendapati yang membuka pintu bukanlah Gema, melainkan pria lain, yang sosoknya tidak terlalu asing."Paman." Satu kata lolos dari bibirnya. Anita tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Halo, Sayangku. Bagaimana kabarmu hari ini? Kamu baik-baik saja kan di rumah ini? Maafkan Mas yang baru datang," racau pria itu setengah mabuk.Satu hal yang membuat Anita terkejut, tidak lain adalah kondisi pria itu dalam keadaan mabuk. Setengah kesadarannya hilang karena pengaruh alkohol. Bahkan botol minuman keras masih ada digenggamnya."Gema belum pulang! Dia masih di kantor!" Anita meninggikan suaranya sambil berjalan mundur. Dia sangat ketakutan. Takut pria itu melakukan hal yang bukan-bukan."Mas datang bukan untuk menanyakan anak brengsek itu, tapi kedata

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status