Share

6. ADA RAHASIA

last update Last Updated: 2024-08-29 10:29:26

"Dek."

Panggilan tersebut, sontak menyadarkan Anita dari lamunannya. Pikirannya kembali pada detik ini.

Suara berat, disertai sentuhan lembut itu, membuat Anita mengulas senyuman tipis, yang sebenarnya ia buat-buat, guna menutupi kesedihannya.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Angga Wijaya sembari menatap teduh sang istri.

"Enggak ada kok, Mas," jawabnya mengelak.

"Sepertinya, dia sudah tidur." Angga menjatuhkan tatapannya kepada pemuda dua puluh lima tahun, yang terbaring di atas ranjang.

Gema sudah tertidur pulas di tempat tidurnya, setelah beberapa saat lalu terus melontarkan kata-kata kasar pada Angga Wijaya maupun Anita, sebagai bentuk kekesalannya kepada dua insan itu.

"Iya, sepertinya, Mas."

"Ya sudah. Sebaiknya kamu juga tidur. Sudah jam dua. Seharian ini, kamu belum istirahat sama sekali."

"Iya, Mas. Mas juga, harus istirahat."

Pria lima puluh tahun itu mengangguk. Seharusnya, ini menjadi malam pertama bagi mereka. Namun, keadaan rumit ini, membuat suasana malam pertama itu, tidaklah sebahagia yang dibayangkan.

Keduanya melenggang pergi dari sana. Berjalan beriringan menuju lantai dua, tempat kamar mereka berada.

Sesampainya di kamar, Angga Wijaya terlihat beberapa kali memijat bahunya. Anita yang melihatnya pun, segera mengambil inisiatif.

"Biar aku pijit lehernya, Mas," pintanya lembut, meskipun masih ada kecanggungan di dalam dirinya.

"Tidak usah. Ini hanya pegal-pegal biasa saja. Nanti juga hilang sendiri. Sudah sana, kamu istirahat. Sudah larut malam."

"Heum, Mas seriusan enggak apa-apa? Aku bisa bantu pijitin sebentar, supaya rasa pegalnya hilang." Kembali Anita memberi penawaran karena ia berpikir, ini adalah tugasnya sebagai seorang istri. Walau sebenarnya dia juga ragu.

"Iya, Dek. Mas serius. Udah, kamu bersih-bersih dulu. Terus langsung tidur."

Setelah berkata demikian, yang disertai senyuman terbaiknya, Angga Wijaya melenggang pergi.

Anita menghela napas berat. Masalah Gema, yang mengamuk, setidaknya bisa teratasi sedikit. Sekarang tinggal ia yang harus menghadapi suaminya.

Anita pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya, sekaligus mengganti pakaian.

Sementara itu, Angga Wijaya duduk di sofa. Menyandarkan kepalanya dan menajamkan kedua matanya.

'Jangan pernah menyentuhku lagi! Aku membencimu, Tuan Angga Wijaya!"

'Karena dirimu, telah merebut wanita yang sangat kucintai! Kau menikahi Anita, yang seharusnya menjadi menantumu, bukan menjadi istrimu!'

'Kau bahkan lebih menjijikkan dari seekor an*Jing!'

Dalam heningnya, terulang kembali kejadian, ketika Gema melontarkan kata-kata kasar terhadapnya. Tindakan Gema yang meludahi wajahnya pun, tidak luput dari ingatannya.

"Ya Tuhan. Hukumlah dirimu, seberat mungkin." Suaranya terdengar sangat lirih.

"Sebagai seorang Ayah, diriku telah gagal mendidiknya. Menjaganya dan memastikan kebahagiaannya. Diriku telah siap, bilamana nyawa ini Engkau ambil. Memisahkan jiwa, dari raganya."

.

Setengah jam kemudian. Anita pun telah selesai berganti pakaian. Dia melihat ranjang, tidak ada yang menidurinya.

"Kemana Mas Angga?" Dia bertanya-tanya.

Anita membawa langkahnya menuju sofa di sudut sebelah ruangan ini. Ternyata dugaannya itu benar. Pria yang sudah sah menjadi suaminya itu, tertidur di sofa.

Kembali Anita membuang napas berat. Situasi rumit seperti apa lagi, yang harus ia hadapi setelah ini?

"Mas," panggilnya dengan nada lembut, sambil mengelus punggung tangan suaminya.

"Mas, bangun, Mas. Tidurnya jangan di sofa," tambahnya mencoba untuk membangunkan Angga Wijaya yang sudah terlelap itu.

"Heum," suara erangan terdengar.

Perlahan-lahan Angga membuka matanya, sesegera mungkin ia menyadarkan pikirannya yang mulai terbawa ke alam mimpi, akibat kelelahan.

"Iya, Dek. Kenapa?" tanyanya pelan.

"Pindah, Mas. Tidurnya jangan di sofa. Pintah ke tempat tidur, biar Mas tidurnya nyenyak."

Angga mengucek-ngucek matanya, disertai senyuman tipis. "Iya, Dek. Udah kamu tidur duluan. Mas mau bersih-bersih dulu. Oh, iya. Entar Mas tidur di kamar lain saja. Supaya kamu bisa tidur nyenyak, tanpa terganggu sama Mas."

"Kenapa tidur di kamar lain, Mas? Kenapa tidak di sini saja, bukannya kita sudah sah menjadi suami istri?" Anita sedikit meninggikan suaranya. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya setelah mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Angga Wijaya.

"Iya, Mas tahu, tapi Mas, merasa sebaiknya kita tidur terpisah saja."

"Kenapa, Mas? Apa Mas tidak mau menghabiskan sisa malam ini bersama denganku?"

Lagi-lagi, Angga Wijaya menanggapinya dengan senyuman. "Bukannya Mas tidak mau menghabiskan malam bersama kamu, Dek. Akan tetapi, Mas tidak ingin merusak dirimu."

"Merusak bagaimana, Mas? Jelaskan padaku, maksud perkataan Mas, barusan."

Kali ini senyuman itu, telah memudar, bersamaan dengan halaan napas panjang. Dia beranjak bangun dari sofa, dipandanginya wajah cantik itu, penuh kekaguman.

"Bila waktunya tiba, kau akan memahami maksud dari perkataanku tadi. Sedangkan, untuk saat ini. Mas tidak akan mengatakan apa-apa kepadamu. Mas tidak ingin membuatmu terlalu kepikiran," ungkapnya, yang kini telah bisa tersenyum kembali.

Entah Anita harus mengatakan apa? Dia sungguh bingung dengan perkataan suaminya.

"Baiklah. Jika, memang itu yang Mas inginkan. Aku akan menuruti semua kata-kata, Mas Angga."

Mau tidak mau, Anita harus menerima kenyataan bahwa, ia tidak bisa tidur satu ranjang dengan suaminya.

Mendengar jawaban itu, Angga Wijaya menyentuh kedua pipi Anita. Ia sedikit menariknya, kemudian mengecup kening sang istri penuh kelembutan.

"Terima kasih, Dek. Kamu telah hadir dalam kehidupan, Mas."

Selanjutnya, Angga menarik tubuh Anita, membawanya masuk dalam pelukan hangat.

Anita tidak mampu berucap apa-apa. Cukup memejamkan matanya, merasakan desiran hebat di dalam raganya.

***

Hari berikutnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.35 WIB.

Gema perlahan-lahan membuka matanya. Ia melihat sekitarnya yang sudah terang akibat pantulan cahaya matahari yang menembus jendela.

Gema mengubah posisinya menjadi duduk dan bersandar pada dipan. Ia memegang kepalanya yang terasa sakit.

"Astaga. Apa yang kulakukan semalam?" Dia mencoba mengingat-ingat kembali, kejadian yang terjadi kemarin malam.

Terlintas lagi bayangan saat ia mabuk. Ada Juna yang membantunya dan ...

Gema memejamkan matanya berat, membuang pandangannya malas. Ya, malas ketika harus mengingat bayangan ayah serta Anita.

Hal sial apa yang telah ia lakukan, sampai-sampai harus dikhianati oleh orang-orang yang disayanginya?

Setelah sadar sepenuhnya, dia menyingkirkan selimut itu, kemudian turun dari ranjang. Sebelum melangkah, ia menyambar ponselnya yang tergeletak di atas nakas.

Dicarinya nama Juna, diantara banyaknya kontak yang tersimpan.

[Bro, lu di mana? Jemput gue sekarang!]

Sebelum Juna bisa menjawab, Gema sudah mengakhiri sambungan telponnya. Membuang ponsel itu ke atas ranjang dengan kasar. Seolah tidak lagi memerlukan benda itu.

Selanjutnya dia pergi ke kamar mandi, untuk segera bersiap-siap.

***

Satu jam kemudian. Gema keluar dari kamar. Penampilannya sangat rapi. Rambut yang ditata mempesona. Jam tangan hitam melingkar di lengan kirinya, serta kacamata hitam menambah pesonanya.

"Mau pergi kemana kamu?" tanya Angga Wijaya serius.

Gema menghentikan langkahnya, kemudi membuka kacamata hitam itu. Ditatapnya kedua mata pria yang sangat dibencinya sekarang.

"Kemana aku ingin pergi? Apa harus, aku meminta izin kepada Anda, Tuan Angga Wijaya?" jawabnya penuh penekanan.

Sepasang anak dan ayah itu, saling bertukar tatapan tajam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
Thor jg pelit2 napa kasih tau ih rauasia diblk tuan angga yg nikahin calon mantunya tp mlh bilang g mau ngerusak ada apalah sebenarnya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   49. EKSTRA PART 2 (TAMAT)

    SEMBILAN TAHUN KEMUDIAN!•"Dirga! Jangan kencang-kencang larinya, Nak!" teriak Anita, sembari mengejar bocah laki-laki yang berlari sambil membawa pesawat mainan di tangannya."Hap! Ayah berhasil menangkap sang pilot kecil yang nakal ini." Gema Dirgantara, langsung menggendong sang putra, setibanya di rumah. Bocah kecil itu, sedang bermain kejar-kejaran dengan Bundanya. Anita."Ah, Ayah! Tidak lucu. Kenapa Ayah menangkapku?! Aku sedang terbang tinggi sekali dengan pesawat ini!" ucap bocah kecil itu mengomel, saat sang Ayah menyudahi imajinasi yang sedang tinggi-tingginya itu.Gema menurunkan bocah kecil kesayangannya, yang diberi nama Dirga Mahendra Wijaya."Baiklah, sang pilot kecil. Sekarang, saatnya pesawat itu mendarat." Gema menggoda sang putra seraya menarik hidung mungil itu."Heum ..." Dirga menunjukkan kesan tidak suka. Gema pun tersenyum dan mengacak-acak pucuk kepala bocah kecilnya. Permata paling berharga bagi keluarga ini."Ayah tumben sudah pulang? Biasanya Ayah pulang

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   48. EKSTRA PART (kabar bahagia)

    "Gimana perjalan tadi, Sayang? Kamu merasa nyaman kan?" "Heum, iya. Aku merasa nyaman banget." Sepasang suami istri itu, berjalan sambil bergandengan tangan. Belum ada tiga puluh menit, pesawat dari yang dari dari Swees baru saja mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta, Anita dan Gema berjalan meninggalkan area kedatangan. Senyuman indah terukir di wajah sepasang suami istri yang baru saja pulang dari berbulan madu. Cerah dan penuh kebahagiaan. Sekitar lima belas hari, keduanya menghabiskan waktu berduaan, menikmati keindahan kota Swees dan sekitarnya. "Cepat tangkap dia!" "Tolong siapa pun! Tangkap pencuri itu!" "Jangan biarkan dia lolos!" Seorang pria, mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana yang panjangnya sebatas menutupi lutut, serta topi hitam menutupi kepalanya itu, berlari kencang, membuat para pengunjung bandara kocar-kacir. Dia membawa sebuah senjata api di tangan kanannya. Hal tersebutlah yang membuat orang-orang di bandara meras

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   47. TAMAT (END)

    "Kamu sudah pulang, Sayang?" ucap Anita, menyambut kedatang Gema, seraya mencium punggung tangannya, sebagai tanda bakti seorang istri kepada suami. "Iya. Hari ini aku sangat lelah sekali," keluh Gema, terlihat memijat-mijat lehernya yang terasa kaku dan pegal. "Kamu mandi dulu, habis itu aku pijitin," tawar Anita, tersenyum menggoda seraya melingkarkan tangannya di leher Gema. "Heum, pijit lehernya aja atau yang lainnya juga?" Anita sontak melotot, "apaan si kamu? Nakal deh. Ya, aku pijit lehernya aja lah." Sebagai bentuk kekesalannya, Anita mencubit pinggang Gema, tapi bukannya merasa bersalah, Gema malah keenakan. "Udah, ih. Sana mandi dulu. Entar aku pijitin. Semuanya," pisiknya pelan dan memberi penekanan pada kata terakhir. Gema tersenyum sumringah. Angan-angannya langsung membayangkan sesuatu yang nikmat dalam pelukan hangat. "Ok deh, Sayang." Muach ... Dia mencium pipi istirnya, baru setelah itu mempercepat langkahnya menujunya kamar. Anita geleng-gelen

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   46. TELAH SELESAI

    [Lu lagi di mana?][Lagi di rumah sakit. Ada apa?] Gema tersenyum lembut, saat menyuapi Anita dan mengobrol dengan seseorang di telpon.[Siapa yang sakit? Anita?][Iya. Ceritanya panjang pokoknya. Itu mah bahas nanti aja. Lu sendiri, kenapa telpon?][Gue udah berhasil nangkap ni tikus.]Gema beranjak bangun, matanya melebar sempurna. Sendok yang digenggam pun sampai lepas. [Seriusan? Jadi, tuh tikus berhasil lu tangkap?][Iya, seriusan lah. Gue mana pernah bohong soal kerjaan. Udah, dijelasinnya belakangan aja. Sekarang harus gue bawa kemana ni tikus? Gue si belum apa-apain dia, tapi anak buah gue, udah bikin dia babak belur. Hahaha.]Gema memijat keningnya, sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia menoleh ke belakang, lalu tersenyum kepada Anita.Melihat adanya perubahan sikap Gema yang mendadak, membuat Anita bertanya-tanya, siapakah yang menelpon?[Kasih tahu aja lokasinya di mana? Biar gue langsung ke sana.][Di Kalimantan.][Apa?] Gema sangat terkejut sampai-sampai napasnya sepert

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   45. ADA YANG DITANGKAP

    Gema langsung membawa Anita ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, begitu juga dengan Sari dan satpam yang berjaga di rumahnya. Dikarenakan mengalami luka berat akibat dipukuli berulang kali sampai tidak sadarkan diri, Pamannya juga harus dilarikan ke rumah sakit. Namun, diawasi oleh pihak yang berwajib. Gema ingin, pria keparat itu langsung dijebloskan ke penjara, setelah sadar nanti. Gema telah memastikan, pria itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Pelecehan terhadap wanita berstatus istri, adalah kejahatan besar. . Di salah satu ruang perawatan. Anita masih terbaring lemas di ranjang. Tangannya dipasangi selang infus. "Maafkan aku, Sayang. Seandainya aku tidak terlambat sampai rumah, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi," ungkap Gema penuh dengan penyesalan. Dia menggenggam erat-erat tangan Anita. Mengecupnya berulang kali. Bahkan kepalanya terus tertunduk. Rasa bersalahnya tidak bisa hilang begitu saja. Bayangan bagaimana tangan-tan

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   44. PELECEHAN

    Anita yang hendak ke dapur pun, tiba-tiba berlari, langkahnya berbalik, tidak jadi ke dapur ketika mendengar suara pintu terbuka. Dia sangat yakin kalau Gema yang datang.Langkahnya berhenti. Tubuhnya mematung dan mantanya membola, saat mendapati yang membuka pintu bukanlah Gema, melainkan pria lain, yang sosoknya tidak terlalu asing."Paman." Satu kata lolos dari bibirnya. Anita tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Halo, Sayangku. Bagaimana kabarmu hari ini? Kamu baik-baik saja kan di rumah ini? Maafkan Mas yang baru datang," racau pria itu setengah mabuk.Satu hal yang membuat Anita terkejut, tidak lain adalah kondisi pria itu dalam keadaan mabuk. Setengah kesadarannya hilang karena pengaruh alkohol. Bahkan botol minuman keras masih ada digenggamnya."Gema belum pulang! Dia masih di kantor!" Anita meninggikan suaranya sambil berjalan mundur. Dia sangat ketakutan. Takut pria itu melakukan hal yang bukan-bukan."Mas datang bukan untuk menanyakan anak brengsek itu, tapi kedata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status