Share

TANTE DAN OM BASKORO

Tunggu dulu. Otakku belum siap untuk memproses semua yang kini terpampang di depan mataku. Apa aku sedang berada di film 50 Shades of Grey atau semacamnya? Atau ini mimpi siang bolong?

Theo bilang, acara ini adalah acara yang paling penting bagi keluarganya. Mereka boleh absen di acara tahun baru atau ulang tahun, tapi tidak di acara ini. Karena itu hanya dirayakan sekali sepuluh tahun, untuk memastikan seluruh anggota keluarga bisa berkumpul, dari seluruh generasi, yang masih hidup tentunya. Diadakan di sebuah hotel bintang lima, yang notebene milik mereka sendiri, dengan diiringi musik klasik. Pelayan-pelayan sibuk mondar-mandir membawa minuman dan camilan. Mulutku tanpa sadar menganga otomatis saat melihat betapa besarnya lampu yang ada di tengah ballroom.

Tirai-tirai tinggi berwarna merah tua yang berada di setiap sisi dinding menciptakan kesan ballroom ini adalah sebuah kotak penuh kemewahan yang tertutup dengan kain merah. Ornamen emas ada di setiap sudut, ada juga patung es berbentuk puteri duyung di tengah ballroom. Sepupu-sepupu Theo yang biasa kulihat hanya dari I*******m tampak berkerumun, asyik mengobrol, berswafoto sampai tak sadar kehadiran kami. Ditambah busana mewah yang mereka kenakan, mereka terlihat seperti kumpulan model sebelum naik ke panggung runway. Sial! Kenapa mereka begitu sempurna? Aku mencelos.

Dan ..., ups, mataku terbius pada meja-meja yang menyediakan kue-kue manis yang tampak sedang memanggilku untuk menemui mereka. "O yeah ..., mama datang, sayang ..." kataku seperti orang sinting. Perutku sudah keroncongan.

"Mayang! Ayo temui keluarga aku!"

Bukan waktu yang tepat untuk menikmati kue tampaknya. Sial betul, aku sejak tadi berusaha untuk menghindari tatapan mereka, tapi jelas usahaku sia-sia, mereka adalah alasan kenapa aku di sini.

Belum apa-apa, aku sudah benci cara ibunya Theo (alias Tante Baskoro) menatapku. Dan lihat, caranya memegang gelas anggur di tangan kanannya, dengan tangan kiri memeluk perutnya sendiri, menawan tapi beracun. Pergelangan tangan kanannya berputar dengan lembut, matanya seakan sedang mengadili diriku, mencoba membuka isi otak dan latar belakangku. Tapi sungguh, dia sangat cantik, kulitnya sangat mulus dan bercahaya, hasil perawatan senilai ratusan juta tentunya. Gaunnya berkilau, anggun melekat di tubuhnya yang ramping, sehat. Seorang pria paruh baya mendekat, memeluk pinggulnya, aku pernah melihatnya di TV, dia adalah ayah Theo alias Om Baskoro. Senyumnya manis, air mukanya lebih tenang, membawa aura membumi, barangkali sifat-sifat baik Theo turun darinya.

"Keliatannya ..., Papa pernah liat dia. Eum ..., drama teater kampus?" Om Baskoro juga punya ingatan yang bagus, drama teater itu sudah lama berlalu, aku bahkan sudah lupa.

"Ya, Pa! Aku nggak nyangka Papa masih ingat soal teater itu!" Theo semringah.

"Hm ..., kamu kan tau kalau papa kamu punya selera yang jelek. Mama aja tidur waktu itu." Tante Baskoro menyahut sinis. Nyonya kaya bermulut pahit! Tak kaget. "Jadi, siapa nama kamu, Manis?"

"Mayang, Tante." Aku ulurkan tangan kanan lengkap dengan senyum lebar yang dipaksakan.

"'Mayang'? Di abad dua puluh satu?" Tante Baskoro terkekeh mengejek.

"Mama bisa nggak sih minimal berusaha pura-pura?" Theo setengah berbisik, mulai kesal.

"Kalem, Theo! Mama cuma bercanda. Hai, Mayang ..., Tante suka baju kamu." Tante Baskoro mengabaikan tanganku, namun justru memelukku sebentar. Bukan sebuah pelukan hangat tanda penyambutan, tapi lebih terasa sebagai pelukan ancaman sebelum aku disepak dari sini.

Om Baskoro telah menghilang dari samping istrinya, pergi menemui keponakan-keponakan yang tak lain adalah sepupu Theo. Jantungku lebih terpompa lagi ketika kulihat meja tempat orang-orang tua berada, sepertinya itu kakek dan nenek Theo atau bisa jadi kumpulan para buyutnya. Semoga aku tidak diperkenalkan pula kepada mereka.

"Ayo, aku kenalin ke kakek dan nenek aku," ajak Theo. Mampus! "Mama ikut?"

"Nggak! Mama dari tadi nyari Nicholas! Ke mana sih abang kamu itu? Telat mulu kerjaannya!" gerutu Tante Baskoro.

Theo menatapku, memberi gestur yang memintaku ikut dengannya ke meja tempat orang-orang tua berada. Ada baiknya juga, aku bisa menjauh sebentar dari Tante Baskoro.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status