Hari ini tepat seminggu aku bekerja di perusahaan ini sebagai resepsionis. Dan kabar dari universitas itu belum ada sama sekali. Mungkin sudah jalannya aku harus bekerja dulu untuk mengumpulkan hasil demi masa depanku sesuai dengan niat awalku.
Aku sangat menikmati hari- hariku bekerja di perusahaan ini. Dan sejauh ini aku tak menemukan ada kendala sama sekali. Aku begitu bersemangat mengerjakan pekerjaanku, meski begitu sebenarnya ada sedikit yang menggangguku. Dan hal itu adalah wanita yang kulihat bersama ayah tempo hari saat pertama kali aku ke perusahaan ini untuk mengantar lamaran kerja. Wanita itu sekantor denganku, dan yang membedakan adalah sebuah jabatan. Ia adalah sekretaris bos di perusahaan ini. Akupun tak ingin memperkenalkan diri atau menceritakan semuanya tentang keluargaku padanya dan akupun tak ingin ia mengetahuinya bahwa aku adalah anak lelaki yang ia temani untuk berkencan.
Di kantor tempatku bekerja aku benar- benar focus pada pekerjaanku dan akupun tak bergaul dengan siapapun itu. Ketika jam makan siang tiba aku makan sendiri di pantry, dan ketika jam pulang kantor tiba, akupun pulan sendiri. Aku hanya bicara seadanya dan seperlunya pada orang yang mengajakku berbicara, bukannya aku pemalu tapi sejak dulu memang aku terbiasa tanpa teman dan anti sosialisasi. Temanku hanyalah kegelapan, kehampaan dan kesunyian sejak ibu benar- benar pergi meninggalkanku.
Meski aku sering merasa orang- orang sekitarku di kantor menganggapku aneh tapi aku tak memperdulikan itu semua, karena tujuanku hanya satu yaitu focus bekerja demi mendapatkan hasil yang halal.
Aku tau, jika di belakangku aku menjadi topic pembicaraan mereka tapi tetap aku tak peduli dengan semua itu. Menurutku semua itu tidak penting, yang terpenting adalah menyelesaikan pekerjaanku dengan baik, karena aku tak ingin bekerja tapi perusahaan kecewa dengan caraku bekerja.
Aku di didik ibu dengan kelembutan tapi aku bekerja dengan penuh ketegasan, yang bukan menyangkut pekerjaan aku masa bodo. Aku tak peduli orang- orang dikantorku berkata apa tentangku yang memang bersikap dingin. Bahkan bos ku sendiripun haran dengan sikapku yang dingin, karena wanita lajang maupun yang telah memiliki pasangan berlomba- lomba mencari simpatik pad abos perusahaan karena memang bos di kantorku ini boleh terbilang masih muda dan berbakat memimpin sebuah perusahaan.
Tapi aku tak seperti mereka, itu sebabnya mereka heran dengan sikapku yang dingin karena aku tak bergaul dengan siapapun itu. Aku benar- benar hanya focus dengan pekerjaanku saja, tak lebih dari itu.
*****
Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan, entah mengapa aku merasa sangat lelah. Mungkin inilah rasanya orang bekerja. Bagaimana dengan ibu dulu yang mengurus banyak pasien di rumah sakit dan ketika pulang ke rumah ibu mengurusku juga. Tak banyak waktu yang ia miliki untuk dirinya sendiri. Ibu benar- benar melakukan semua itu tanpa sedikitpun aku mendengar keluhan yang keluar dari mulutnya semasa aku bersamanya hinga ibu benar- benar meninggalkanku selama- lamanya.
Setelah aku membersihkan badanku, aku menyiapkan makan malamku dan bergegas beristirahat di kamar. Seperti biasa aku menyapa teman- temanku sebelum aku benar- benar tertidur sambil menikmati teh jahe merah hangat kesukaanku.
Malam yang selalu di temani oleh bintang- bintang di langit dengan penuh kesetian dan tanpa lelah meyapaku dengan hangat, seolah menyambutku dan mengatakan selamat malam untukku. Angina yang berhembus seolah memberiku kesejukan malam hari. Kehampaan yang setia menemaniku pun berusaha menghiburku setelah seharian aku bekerja. Itu yang membuatku selalu merasa bahwa aku tak butuh yang lain. Mungkin kedengarannya aneh tapi itulah kenyataannya.
Lantunan music klasik menambah suasana malamku menjadi benar- benar sangat nyaman, bahkan lelah yang kurasakan setelah bekerja seharian lenyap seketika. Suasana ini benar- benar membuatku sangat relax.
Meski begitu aku tetap merindukan kehadiran ibu yang selalu menemaniku. Tapi aku harus belajar untuk mengikhlaskannya, karena aku yakin meski ibu benar- benar pergi meninggalkanku tapi ibu selalu ada untuk melihatku. Aku harus mewujudkan keinginan ibu agar ibu tak kecewa padaku.
Aku tau ibu sudah bahagia di sana kerena mungkin ibu sudah bertemu dengan suami dan anaknya, tapi aku rasa ibu akan lebih bahagia lagi jika aku mewujudkan impian ibu. Aku harus bekerja dengan keras untuk mewujudkan itu semua.
Tapi di sisi lain entah mengapa otakku berfikir lain, sepertinya setelah apa yang ibu inginkan dariku terwujud, aku akan menyelesaikan semua masalah perasaanku yang selama bertahun- tahun terpendam dengan penuh kepedihan.
Meski aku tak ingin mengotori hatiku dengan hal yang mungkin sudah tak penting lagi, tapi entah mengapa hatiku seolah mengarahkan ku bahwa aku harus melakukannya dan meraka harus membayar semua kepedihan yang aku rasakan selama bertahun- tahun.
Dan entah mengapa aku sangat ingin melihatnya merasakan apa yang aku rasakan setelah mereka membuangku kejalanan hingga nyaris meninggal, bahkan aku ingin melihat mereka merasakan sesuatu hal yang lebih parah dari apa yang aku rasakan selama ini.
Yah, sepertinya memang ada saat di mana aku melakukan itu semua, meski saat ini aku belum bisa melakukan itu semua.
Malam semakin larut dan teh jahe merahku pun sudah ku habiskan, mungkin saatnya aku beranjak dari teras kamar ibu untuk mengistirahatkan tubuhku yang lelah karena seharian bekerja.
Saat aku merebahkan tubuhku di tempat tidur, lagi dan lagi aku kesulitan untuk memejamkan mataku untuk beristirahat. Mungkin aku sudah terbiasa begadang ketika aku belum kerja, namun kini aku sudah bekerja dan aku harus secepat mungkin beristirahat agar aku tak telat untuk berangkat di kantor. Berbagai macam cara ku lakukan agar aku dapat memejamkan mataku, namun ketika aku mulai memejamkan mataku aku selalu melihat bayang- banyang ayah dengan wanita itu. Ada apa dengan diriku! Apakah karena aku sudah merencanakan sesuatu agar mereka dapat membayar semua kepedihan yang selama bertahun- tahun aku rasakan semenjak mereka membuangku ke jalanan!
Aku hanya manusia biasa yang tak sempurna, terkadang pikiranku kemana- kemana. Tapi untuk hal itu mungkin aku harus benar- benar melakukannya agar mereka sadar dengan apa yang pernah mereka perbuat terhadap diriku sebagai pembawa sial di dalam keluarga menurut mereka.
Setiap momen dan setiap sesuatu hal yang ingin aku lakukan, aku selalu menuangkannya ke dalam buku harianku agar ketika aku memiliki rencana besar aku dengan muda dapat menyusunnya dengan rapih, karena aku terbiasa dengan sesuatu yang perfect.
Perlahan mataku mulai terpejam dan aku mulai mengistirahatkan tubuh beserta otakku yang bekerja seharian. Otak dan tubuhku harus selalu fresh karena kedepannya sebuah rencana besarku akan aku lakukan dengan sendiri. Dan akupun tak ingin semuanya berantakan hanya karena aku tak memperhatikan dan merawat kesehatan tubuh serta otakku.
Disisi lain Romi tak memiliki anak dari selingkuhan yang ia nikahi secara siri, dan kehidupannya pun kini semakin merosot. Romi dan selingkuhan nya kini hidup semakin sulit, di tambah lagi selingkuhan yang ia nikahi itu memiliki pria lain.Usaha mantan mertuakupun kian merosot dan orang kepercayaan Romi telah menggelapkan dana perusahaan lalu menghilang. Romi seakan gila akibat tak memiliki aset lagi sama sekali.Oleh sebab itu selingkuhan Romi yang ia nikahi kini berpaling karena Romi tak memiliki apa-apa lagi. Dan itu semua aku ketahui dari salah satu mantan karyawan Romi yang di pecat saat aku tak sengaja bertemu di sebuah swalayan ketika hendak berbelanja untuk kebutuhan putriku.Namu berbanding terbalik denganku, saat ini masalah materi bukan menjadi masalah utama dalam kehidupanku karena putriku memiliki rezeki yang bagus. Tapi yang menjadi masalah utamaku dalam kehidupanku adalah aku hanya takut putriku kecewa ter
Seiring berjalannya waktu tak terasa usia putriku sudah 5 tahun. Ia pun semakin menganggap bahwa dokter Pras adalah ayahnya, namun perasaan akan takut kekecewaan putriku terhadap ku semakin besar.Aku tak ingin putriku kecewa karena mengetahui bahwa dokter Pras sebenarnya hanyalah ayah angkatnya. Setelah Ki diskusikan kepada dokter Pras tentang hal ini, iapun menanggapi nya dengan santai. Entah apa yang ada di dalam pikiran dokter Pras ini.Hari demi hari telah terlewati, putriku begitu sangat manja terhadap dokter Pras yang ia anggap sebagai ayahnya yang sebenarnya.Aku tak ingin Karena hanya masalah ini justru putriku membenciku, aku tak ingin putriku menganggap bahwa aku telah membohongi nya. Bagaimana tidak putriku sangat pandai menjebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga.Di tambah lagi ketika putriku meminta untuk berfoto bersama dokter Pras dan denganku juga, memang sepeleh tapi itu
Hari demi hari aku kembali pulih dan dokter Pras tak pernah berubah sama sekali padaku meski aku tak lagi menjadi pasien nya. Dokter Pras makin intens berkunjung ke rumah untuk bermain sejenak bersama putriku. Bahkan dokter Pras memberi nama putriku dengan nama Ratu Wani. Aku tak menjadi masalah mengenai nama pemberian dokter Pras untuk putri ku, mungkin hal itu dapat mengobati kerinduan dokter Pras kepada sang istri yang di mana mereka berdua dulu sangat menginginkan anak. Dokter Pras memperlakukan Ratu layaknya sebagai anak sendiri, bahkan terkadang dokter Pras memenuhi segala keperluan Ratu meski akupun sudah menolaknya berkali-kali karena ketidak enakan ku pada dokter Pras, tapi tetap saja ia melakukannya dengan alasan itu adalah rejeki Ratu yang tak boleh di tolak. Dokter Pras tak ingin melewatkan tumbuh kembang Ratu sedikit pun, dokter Pras sudah sangat menyayangi Ratu layaknya anaknya
Setelah melewati perjuangan demi perjuangan, kini aku sudah menjadi seorang ibu. Rasa haru, bahagia, sedih bercampur jadi satu. Tepat tanggal 10 September pukul 05.00 pagi anak perempuan semata wayangku lahir dan ku beri nama ia Nur yang artinya cahaya, agar ia dapat menguatkan siapapun itu termasuk aku ibunya dengan cahaya yang ia miliki. Aku berharap dengan lahirnya Nur ke dunia yang kejam ini aku dapat kuat menghadapi ujian hidup yang silih berganti. Meski Romi saat ini benar-benar tak ada di sisiku lagi, paling tidak Nur adalah kekuatan ku saat ini. Aku berjuang dengan seorang diri untuk merawat dan membesarkan anak semata wayangku. Aku tak peduli lagi dengan apa yang di lakukan Romi terhadap ku. Penghianatan Romi yang selama ini ia berikan kepadaku, kini aku berusaha melupakan nya demi anakku. Aku tahu saat ini Romi sedang menikmati kebahagiaan nya bersama Desi, ta
Saat ini aku menunggu hari untuk melahirkan anak pertamaku dari Romi, aku harap dengan kesendirianku ini aku bisa tegar melewati proses persalinanku. Aku sudah tak tau lagi di mana keberadaan Romi, sepertinya ia sudah bahagia hidup bersama Desi dengan sebuah ikatan sakral.Aku pikir mungkin setelah aku melahirkan anakku aku akan mengurus gugatan cerai terhadap Romi agar aku tak merasakan kepedihan yang amat dalam lagi. Tak mengapa jika aku seorang diri membesarkan anakku, dan kelak ketika anakku dewasa ia akan tahu dengan sendirinya siapa ayahnya yang sebenarnya. Aku tak akan melarang Romi jika ia ingin menengok anak semata wayangku, karena biar bagaimanapun juga Romi tetap ayah kandungnya. Kecuali ia ingin mengambilnya dariku mungkin aku akan bertindak tegas, sebab aku akan mengurus hak asuh anakku.Semuan yang ku lalui tidaklah muda, banyak hal yang membuat air mataku jatuh berkali- kali meski aku berusaha untuk menahannya namun tetap juga
“Bu……. Ibu……… bangun bu…. Bangun……..”“Romiiiiii……………… ibu Rom…………….. ibu…………..”“Ibu meninggal…….. Rom…. Kamu di mana? cepat pulang…. Ibu meninggal…”Aku histeris melihat ibu meninggal ketika aku bersihkan badan ibu mertuaku. Aku menelpon Romi yang baru saja berangkat ke kantor, tapi Romi hanya membentakku di telpon. Ibu benar- benar meninggalkan aku dan meninggalkan kita semua.Romi benar- benar tak memiliki hati, hatinya sudah di butakan oleh Desi. Anak macam apa Romi ini, ibunya meninggal malah ia membentakku di telpon.Bukannya ia langsung pulang untuk mempersiapkan pemakaman ibunya, malah ia pergi bersama Desi dengan alasan ada pekerjaan penting