SEBUNGKUS MIE INSTAN.2
Untung saja pagi ini aku tidak telat dan yang membuat aku bisa puas adalah seluruh jajaran petinggi perusahaan puas dengan hasil presentasiku.Iya, dua bulan ini aku telah diangkat menjadi kepala manager keuangan dari sebelumnya yang menjabat sebagai seorang wakil manager. Tidak sia-sia kedua orang tuaku menyekolahkan aku hingga aku bisa mendapatkan gelar magister.Aku sengaja merahasiakan kenaikan jabatanku ini dan juga prahara yang terjadi dalam rumah tangga ku ini bukan menjadi sebuah rahasia. Hampir semua orang tahu dan semuanya menyesalkan kenapa aku masih tetap bertahan. Dsn jawabanku adalah sama atas pertanyaan mereka. Aku tidak bisa, entah kenapa aku sulit lepas dari suamiku dan juga keluarganya. Terkait dengan itu. Aku juga tidak bisa egois demi kenyamananku sendiri. Ada Yusuf putra pertamaku bersama dengan mas Jimmy. Bocah 2 tahun itu yang selalu dijadikan andalan oleh suamiku jika saja aku berusa untuk memberontak dan lepas darinya. Sedari kecil Yusuf sudah dekat dengan ayahnya dan anakku itu lebih lengket dan bergantung pada ayahnya ketimbang dengan aku ibunya."Kar, ayo kita keluar cari makan!" Ani menghampiriku. Seperti biasa dia selalu mengajak ku untuk makan bersama di luar."Aku makan di dalam saja, An. Aku sudah bawa bekal dari rumah" tolak ku secara halus."Halah pasti bekalmu itu suami atau mertua kamu kan yang nyiapin. Paling cuma nasi pakai kuah mie instan yang dibagi dua. Satu buat kamu bawa ketempat kerja, yang separuh nanti buat kamu makan di rumah." Ani sudah tahu kebiasaanku bahkan ia sudah hafal di luar kepala.Benar memang ucapan temanku ini. Semenjak diperistri oleh mas Jimmy jangankan makan di luar. Makan pakai telur saja aku sudah bersyukur dari pada kelaparan."Kamu itu tiap hari harus bekerja dan aku juga tahu jika di rumah kamu, kamu juga lah yang mengerjakan pekerjaan rumah sementara para benalu itu cuma kerjanya ongkang-ongkang kaki saja. Kamu itu butuh energi dan butuh makanan yang bergizi, Kar. Masa iya tiap hari kamu cuma dikasih makan pakai Mie instan sama mereka, sedangkan suamimu dan keluarganya makannya selalu enak. Kamu gak perlu tanya aku tahu dari mana. Bibi yang kerja di rumahku tahu kalau tiap hari ini mertuamu itu selalu belanja daging minimal ayam sama ikan gak pernah telat. Kamu yang kasih makan mereka. Justru mereka tidak tahu diri dan menindas kamu. Seenaknya sama kamu, sama anak orang."Benar memang ucapan Ani. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena semua uang gajiku ada dalam kendali suamiku dan juga ibunya. ATM ku ada ditangan mas Jimmy. Kadang ketika baru saja gajian ingin sekali-kali untuk memanjakan diri setelah merasakan penatnya bekerja selama week day. Apalah daya, semua itu hanya akan jadi mimpi dan angan semata.Entah mereka pergunakan untuk apa saja uangku itu. Selaku saja tiap pertengahan bulan ada keluhan jika gaji yang aku dapatkan tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kami selama satu bulan. Dari seluruh gaji yang aku dapatkan ditambah tunjangan bekisar delapan sampai sembilan juta perbulan. Belum dipotong biaya angsuran kendaraan yang di hak-i oleh suamiku serta biaya cicilan rumah yang kami tempati.Aku sendirilah yang banting tulang mencari uang untuk mereka taku tidak pernah sekalipun usaha dan kerja kerasku ini dihargai oleh mereka.Kini saatnya aku sedikit merasakan hasil kerja kerasku karena aku mau membuka hati dan pikiranku dengan mau menerima saran dari orang lain, saran dari temanku yakni Ani.Gaji yang mulai bertambah hampir dua kali lipat dari gaji sebelumnya. Aku berkonsultasi pada bagian keuangan yang lain agar gaji yang masuk di ATM lamaku tidak dirubah dan sisa kenaikan gajiku aku minta izin untuk membuat ATM baru rahasia yang tidak akan bisa diketahui oleh suamiku dan juga keluarganya.**Flashback"Kar, kamu gak mau cerita sama aku? Kamu gak mau membagi sedikit beban kamu sama temanmu ini? Atau kamu gak percaya sama aku." Ani mendatangi di meja kerjaku. Dulu Aku adalah junior dari Ani karena temanku itu lebih dulu masuk ke perusahaan ini dari pada aku. Aku dulu bekerja sambil kuliah mengambil program Magister. Meskipun orang tuaku sanggup membiayai aku sampai aku lulus. Aku sebagai anak perempuan dan juga calon istri dan ibu harus belajar untuk hidup mandiri karena untuk kedepannya nasib orang tidak ada yang tahu.Aku akui jika aku berubah menjadi seorang yang introvert semenjak menikah dengan mas Jimmy. Entah bagaimana awal ceritanya karakter ku yang biasanya ceria bisa mendadak berubah menjadi seorang yang introvert."Aku gak apa-apa, An." Jawabku singkat. Aku tidak mau kehidupan pribadiku menjadi konsumsi khalayak umum. Aku harus bisa menjaga privasi kehidupan rumah tanggaku. Bukannya sebagai seorang istri kita harus menjaga marwah suami kita. Istri adalah pakaian untuk suami begitupun sebaliknya."Kar, Aku bukan anak kecil yang bisa dengan muda kamu bohongi. Aku bukan bermaksud turut campur. Tapi aku cuma peduli dengan kamu. Apa kamu lupa jika rumah kita tidak berjauhan. Aku mengenal kamu juga kurang lebihnya kenal dengan suamimu dan juga keluarganya itu.Apa kamu lupa pertama kamu masuk kerja usai kamu mengabarkan bahwa statusmu sudah tidak lagi lajang. Karena kita tidak ada yang tahu. Sebagian anak-anak masih mencoba untuk menggoda kamu. Tapi apa? Tanpa kita tahu tiba-tiba suami kamu maki-maki kamu di depan kita, di depan umum, Kar. Apa itu gak malu-malu-in.Di tempat umum saja dia bisa bersikap seperti itu sama kamu apalagi kalau kalian berada di rumah." Ani masih mencoba merayuku agar aku mau bercerita dan membagi duka kehidupan rumah tanggaku.Beberapa tahun kemudian."Mas, kamu nggak narik hari ini?" Maya menghampiri Jimmy, pria yang sudah dua tahun ini menikahinya."Aku nariknya siangan saja, May," jawab Jimmy yang masih memeluk bantalnya. "Mas kamu jangan malas-malasan, Mas. Aku bentar lagi juga mau lahiran." Maya masih terus membujuk suaminya untuk bekerja. Seperti biasa, Jimmy terkadang menjadi pria yang bertanggung jawab tak jarang juga ia menjadi pria pemalas yang menyebalkan.Awal cerita pertemuan Jimmy dan Maya, keduanya di pertemukan di sebuah warung makan pinggir jalan yang mana warung tersebut adalah milik Maya.Maya merupakan seorang janda dengan dua orang anak yang ditinggal mati oleh suaminya.Semenjak kepergian Bu Wati sudah tidak ada lagi yang mengurusi urusan makanan Jimmy. Karena hanya tinggal seorang diri. Jimmy lebih memilih membeli makanan matang dan langsung menyantapnya."Iya bawel. Aku masih ngantuk. Sudah sana kamu urusi warung kamu jangan malah kamu tinggal-tinggal." Jimmy justru mengusir istriny
Bu Wati terus meratapi kepergian dari putrinya tersebut. Hingga waktu begitu cepat berlalu.Enam bulan sudah Bu Wati menjalani hari-harinya di lembaga pemasyarakatan dan bertepatan pula dengan empat puluh hari kepergian sang putri akhirnya ia dibebaskan dan bisa menghirup udara bebas.Bu Wati bingung harus kemana. Untuk menemui Jimmy pun ia hanya diberikan waktu yang terbatas. Bu Wati melihat kejanggalan pada putranya itu. Jimmy nampak seperti kehilangan semangat hidupnya. Tubuh putra sulungnya itu nampak lebih kurus dengan rambut yang dicukur plontos."Jihan, kenapa kamu ninggalin ibu," desis Bu Wati sambil mengelus baru nisan bertuliskan nama putrinya di atas sana. Jihan sengaja dimakan di pemakaman umum.Wanita paruh baya itu terus menghapus air matanya yang mengalir di atas pipinya.Bu Wati masih berpikir mencari tempat singgah untuk dirinya karena jika harus menunggu dan berharap pada Jimmy ia harus masih menunggu lama. Sedangkan dia juga harus berjuang untuk bertahan hidup.Ber
"Mata kamu gak lihat!" bentak Bu Wati sambil melotot ke arah piring yang sudah tergeletak di atas lantai dan kesal karena makanan jatah untuknya jatuh berserakan."Makanya jalan yang hati-hati. Sudah tua sih, jadi susah gerak cepat. Di sini di tuntut serba cekatan bukannya lemot, Nek!" cibir perempuan yang sudah sengaja menyenggol Bu Wati."Nek ... nek ... kamu kira aku nenek kamu!""Aku juga ogah punya nenek mirip Mak lampir.""Bu, ayo jangan cari ribut. Ini makannya sama aku saja. Nanti malah kita tambah susah kalau ibu terus melawan." Jihan berusaha memberikan pengertian pada ibunya agar mereka lebih untuk memilih mengalah dari pada memperpanjang urusan."Ibu kesal. Masa iya mereka itu yang sengaja nyenggol tangan ibu buat piring ibu itu jatuh." Bu Wati kesal dan belum bisa terima. Jihan masih terus berusaha membujuk ibunya agar memilih untuk menghindari para pembuat onar. Jihan menarik ibunya untuk menepi agar berjarak dengan mereka-mereka yang sengaja ingin membuat rusuh.**"He
Atas segala yang sudah dilakukan itu Jimmy dan keluarganya, kini mereka telah mendapatkan hukuman dari pengadilan. Hakim telah menjatuhi vonis kasus KDRT, tindakan kurang menyenangkan dalam hal melakukan guna-guna pada Sekar yang membuatnya berada di luar kesadaran, juga atas tuduhan tindaka penculikan anak. Jimmy mendapatkan hukuman kurang lebih lima belas tahun kurungan penjara. Sementara Bu Wati dan juga Jihan hanya mendapatkan hukuman ringan yakni kurungan penjara selama enam bulan."Tidak! Kami tidak bisa terima!" jerit histeris Bu Wati setelah mendengar putusan dari hakim. "Sekar! Ini semua karena kamu! Aku sumpahi hidupmu tidak akan bahagia! Keluarga mu akan hancur dan bangkrut agar kalian bisa merasakan hidup menderita!" sumpah serapah Bu Wati teriakkan sebelum dirinya dibawa oleh dua polisi perempuan yang bertugas."Kamu yang kejam dan kamu yang tidak punya perasaan. Sumpah ibu tidak akan pernah berlaku kecuali semua berbalik pada keluarga ibu sendiri." Sekar sama sekali ti
Polisi akhirnya berhasil masuk ke dalam rumah namun nihil, mereka tidak mendapati keberadaan Yusuf, bayi dua tahun tersebut berada di rumah itu."Kosong. Tidak ada bayi ataupun anak kecil yang dimaksud." Ucapan dari salah satu polisi yang baru saja selesai memeriksa ke dalam rumah tersebut membuat Bu Wati dan juga Jimmy saling menatap. "Bagaimana bisa? Sudah dicari ke seluruh ruangan?" "Sudah, Ndan. Tapi memang tidak ada. Kosong.""Pak pasti dibawa lari salah satu dari mereka," sahut Sekar yang tiba-tiba saja sudah datang bersama dengan kakak dan juga Abi-nya."Masih ada satu lagi anggota mereka. Perempuan usianya dua puluhan," lanjut Sekar memberikan keterangan."Baik. Kami akan segera melakukan pencarian dan pengejaran." Rona kekhawatiran nampak di wajah Bu Wati dan juga Jimmy."Sekar apa-apaan kamu?" sentak Jimmy yang masih dalam pengawasan polisi."Kamu yang apa-apaan. Kamu tega menculik darah daging kamu hanya untuk kamu tukar dengan uang! Dasar kalian mata duitan. Mau hidup se
"Sekar kamu mau kemana?" tanya Bu Siti, Uminya Sekar yang melihat putrinya terburu-buru untuk segera keluar rumah. "Umi, pak Totok baru saja ngabarin kalau si Ida pingsang di tengah jalan," terang Sekar dengan rona penuh kekhawatiran."Terus si Yusuf-nya bagaimana? Ida kan tadi keluar sambil ngasuh si Yusuf?" Bu Siti tidak kalah khawatirnya dengan sang putri."Pak Totok masih cari Yusuf di bantu beberapa warga, Mi. Mas Adam dan Abi juga sudah meluncur ke jalan setelah dikabari juga sama pak Totok.""Umi mau ikut kamu Sekar. Umi juga kepingin lihat kondisinya si Ida."***"Apa kamu gak ketahuan, Jim?" Bu Wati segera mengambil alih Yusuf yang tertidur dalam gendongan Jimmy."Gak ada, Bu. Pas tadi suasana lagi sepi. Gak sia-sia Jimmy pulang-pergi ke sana buat bisa baca situasi.""Untung saja, Jim. Ibu dari tadi sudah khawatir banget sama kamu. Mana sekarang kamu gak bisa dihubungi." Ponsel keluaran terbaru milik Jimmy sengaja ia jual untuk bisa menyambung hidup. Untuk kembali lagi ke ko
"Yusuf," desis Jimmy saat melihat putranya baru saja turun dari tangga bersama dengan pengasuhnya. Jimmy masih tidak bisa percaya jika keberadaan sang putra sudah berada di dalam pengasuhan ibu kandungnya. Jimmy semakin khawatir akan posisinya. Di sisi lain ia juga tidak ingin kehilangan Sekar dan juga Yusuf. Lebih tepatnya tidak ingin kehilangan kenyamanan hidup yang selama ini ia jalani dan rasakan."Jadi, Kamu yang selama ini menculik Yusuf!" tuduh Bu Wati yang juga terkejut melihat keberadaan cucu yang ia cari ternyata sudah bersama dengan ibunya."Apa kalian tidak salah ucap? Mana ada yang namanya ibu menculik anak kandungnya sendiri. Darah dagingnya sendiri. Yang ada kalian nenek dan juga ayahnya yang tidak punya otak dan perasaan. Demi perut dan kesenangan kalian sendiri, kalian korbankan bayi yang belum mengerti apa-apa. Bayi dua tahun kalian paksa untuk dijadikan pengemis, panas-panasan di bawah terik matahari juga debu jalanan. Sementara kalian enak santai di rumah dan makan
"Bu, rumahnya bagus banget. Gede lagi. Pasti betah kalau tinggal di sini." Jihan berdecak kagum atas bangunan rumah milik keluarga Sekar."Jelas betah. Pasti lengkap juga fasilitasnya. Ada pembantu yang nyiapin makan, nyuciin pakaian. Kita tinggal tidur dan makan saja. Pasti bahagia banget jadi orang kaya." Bu Wati tidak menampik apa yang putrinya itu ucapkan.'Kalau saja dulu aku yang jadi nikah sama si Syakur, pasti aku yang sudah jadi nyonya besar di rumah ini. Ini semua gara-gara orang tua Syakur yang terlalu sombong dan pemilih. Kalau saja bang Karim tidak malas-malasan dan gak jadi pengangguran pasti aku gak akan jadi orang susah. Kenapa takdirku kejam. Kenapa harus orang lain yang merasakan hidup enak sedangkan aku yang mendapati penderitaan.' Bu Wati merutuki nasib hidupnya. Dari dulu ia memang menyimpan rasa pada ayah dari Sekar hanya karena keluarga Bu Wati yang hanya orang biasa dan merupakan salah satu pekerja kasar di tempat orang tua haji Syakur. Maka niatan orang tua Bu
Tiga hari usai rumah mereka di datangi para penagih hutang. Jimmy memutuskan untuk bertolak ke rumah orang tua Sekar. Jimmy sudah tidak bisa berdiam diri seperti ini. Ia juga sudah tidak tahan dengan keadaan yang mulai menimpa dirinya juga keluarganya."Ibu lebih baik ikut kamu saja, Jim," rengek Bu Wati agar ia diperbolehkan untuk ikut bersama dengan putranya. "Tapi di sana kita sudah tidak punya tempat tinggal lagi, Bu," tolak Jimmy karena memang di tempat asal mereka sudah tidak ada lagi tempat untuk mereka singgah. Sementara rumah mereka sebelumnya sudah terjual untuk membayar hutang."Tapi ada rumah orang tua Sekar yang mana di rumah itu ada hak Sekar dan juga hak kamu. Mau seperti apa pun mereka tidak suka sama kamu. Kamu itu tetap menantu mereka. Sudah ada Yusuf cucu mereka yang mana itu adalah darah daging kamu." Jimmy sempat terdiam mencerna ucapan dari ibunya itu. "Jihan juga lebih baik ikut sama kita. Untuk biayanya kamu bisa jual dulu tv atau apa yang ada di rumah ini ya