SEBUNGKUS MIE INSTAN. 1
Karena dibutakan cinta hidupku jadi menderita. Hari-hariku diwarnai dengan pilu dan nestapa. Penyesalanku karena mengabaikan perkataan orang tua. Malu yang akhirnya aku rasa. Cinta yang dijanjikan nyatanya neraka yang kudapatkan.Aku dicintai hanya untuk dimanfaatkan. Dendam adalah alasan kenapa ia enggan untuk melepaskan aku.Semakin aku tersiksa. Semakin ia bahagia.Aku bertahan hanya demi menyelamatkan putraku yang dijadikan oleh suamiku sebagai senjata untuk menaklukkan aku.**"Sekar mana sarapanku!" suara melengking terdengar menyebut nama ini. Iya, suara itu adalah suara suamiku, mas Jimmy pria yang sudah menghalalkan aku selama lima tahun ini."Iya, Mas sebentar. Aku masih goreng telur." jawabku sedikit berteriak.Rutinitas pagi sebagai seorang istri aku jalani dan mencoba untuk melakukan dan memberikan yang tebaik untuk keluargaku.Seperti sekarang ini. Saat aku diburu oleh waktu antara pekerjaan rumah dan juga pekerjaan di kantor. Iya, tugasku ganda. Tidak hanya sebagai seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus rumah, tetapi aku juga lah yang menjadi kepala rumah tangga.Aku bangun sedikit lebih telat karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan semalaman suntuk dan harus diserahkan untuk presentasi hari ini juga.Aku kewalahan tapi tidak ada orang yang bisa aku mintai tolong."Awas! Goreng telurnya tiga saja. Kemarin ibu beli satu kilo. Awas kalau sampai telur yang ada di lemari pendingin berkurang lebih. Ibu sudah beliin kamu mie instan rebus ada di lemari piring bagian atas." Aku tersentak karena tiba-tiba saja mas Jimmy sudah berada di sampingku.Iya, suamiku itu sedang mengontrol istrinya. Dia takut jika aku tidak mengikuti perintahnya. Takut aku sebagai perempuan ini bersikap boros.Harus aku yang takut. Tapi ini terbalik. Ingin melawan tapi entah kenapa aku tidak bisa seolah ada yang mencegahku untuk melawan perintah dan juga keinginan dari suamiku ini.Aku Sekar Arum 29 tahun. Seorang istri dan sekaligus ibu dari satu orang anak. Aku merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Aku terlahir dari keluarga berkecukupan hingga tidak pernah selama umur hidupku aku merasakan kekurangan. Tapi semua itu harus aku tinggalkan demi mengejar cintaku pada mas Jimmy, suamiku.**"Nanti aku jemput pulangnya. Sudah kamu cepat masuk. Nanti telat bisa-bisa kamu kena potong gaji. Rugi aku." Tugas suamiku setiap hari adalah mengantar dan menjemput aku di tempat kerja. Mobil yang aku beli sedari aku belum menikah dengannya kini telah berpindah tangan menjadi milik dan atas namanya. Mobil lamaku sengaja aku jual untuk membeli mobil baru dengan keluaran terbaru pula. Meskipun kredit yang terpenting aku bisa menuruti keinginan suami dan juga ibu mertuaku."Sekar!" panggilnya sedikit keras karena aku sudah melangkah sedikit jauh dari mobil yang tadi aku tumpangi."Iya, Mas." Aku sedikit berlari mendekati mobil yang didalamnya ada suamiku."Hari ini kamu gajian akhir tahun kan? Dapat bonus juga kan? Awas saja kalau sampai aku cek jumlahnya masih sama seperti bulan kemarin." ancamnya.Selama berkerja uang gajiku seluruhnya dipegang oleh suamiku. Bahkan ATM milikku pun ada di tangannya. Aku yang bekerja aku juga yang merengek kepadanya jika menginginkan sesuatu.Aku yang bertugas mencari uang. Tetapi justru aku yang mirip seperti pengemis karena selaku meminta-minta pada suamiku terlebih dahulu dan tidak semuda itu aku mendapatkan hak yang selayaknya menjadi milikku."Bagaimana ceritanya. ATM ku kan, Mas yang pegang. Aku mana tahu. Mas kan bisa cek sendiri. Sudah aku sudah hampir telat." Aku segera berlari untuk segera masuk ke dalam gedung bertingkat tempatku selama hampir tuju tahun ini mencari nafkah."Kar, kamu kok betah hidup sama keluarga monster. Sudahlah benalu tidak tahu diri pula." Kedatanganku disambut oleh Ani rekan satu kantor dan juga tetangga di cluster tempat aku mengontrak rumah."Ya, bagaimana lagi. Aku gak bisa lepas dari mereka gitu aja. Entah ada yang aneh sama diriku sendiri, An. Aku itu gak bisa melawan mereka. Bukan karena takut. Tapi memang gak bisa saja.""Jangan-jangan kamu itu sengaja diguna-guna sama suami kamu," celetuk Ani begitu saja.Aku menoleh ke arahnya. "Kamu jangan ngawur. Mana ada jaman sekarang pakaian ilmu-ilmu kaya gitu. Ngaco kamu, An.Aku duluan ya, sudah ditunggu diruang rapat." Usai berpamitan pada Ani. Aku segera meninggalkannya dan sedikit berlari kecil agar cepat sampai di ruang rapat.Beberapa tahun kemudian."Mas, kamu nggak narik hari ini?" Maya menghampiri Jimmy, pria yang sudah dua tahun ini menikahinya."Aku nariknya siangan saja, May," jawab Jimmy yang masih memeluk bantalnya. "Mas kamu jangan malas-malasan, Mas. Aku bentar lagi juga mau lahiran." Maya masih terus membujuk suaminya untuk bekerja. Seperti biasa, Jimmy terkadang menjadi pria yang bertanggung jawab tak jarang juga ia menjadi pria pemalas yang menyebalkan.Awal cerita pertemuan Jimmy dan Maya, keduanya di pertemukan di sebuah warung makan pinggir jalan yang mana warung tersebut adalah milik Maya.Maya merupakan seorang janda dengan dua orang anak yang ditinggal mati oleh suaminya.Semenjak kepergian Bu Wati sudah tidak ada lagi yang mengurusi urusan makanan Jimmy. Karena hanya tinggal seorang diri. Jimmy lebih memilih membeli makanan matang dan langsung menyantapnya."Iya bawel. Aku masih ngantuk. Sudah sana kamu urusi warung kamu jangan malah kamu tinggal-tinggal." Jimmy justru mengusir istriny
Bu Wati terus meratapi kepergian dari putrinya tersebut. Hingga waktu begitu cepat berlalu.Enam bulan sudah Bu Wati menjalani hari-harinya di lembaga pemasyarakatan dan bertepatan pula dengan empat puluh hari kepergian sang putri akhirnya ia dibebaskan dan bisa menghirup udara bebas.Bu Wati bingung harus kemana. Untuk menemui Jimmy pun ia hanya diberikan waktu yang terbatas. Bu Wati melihat kejanggalan pada putranya itu. Jimmy nampak seperti kehilangan semangat hidupnya. Tubuh putra sulungnya itu nampak lebih kurus dengan rambut yang dicukur plontos."Jihan, kenapa kamu ninggalin ibu," desis Bu Wati sambil mengelus baru nisan bertuliskan nama putrinya di atas sana. Jihan sengaja dimakan di pemakaman umum.Wanita paruh baya itu terus menghapus air matanya yang mengalir di atas pipinya.Bu Wati masih berpikir mencari tempat singgah untuk dirinya karena jika harus menunggu dan berharap pada Jimmy ia harus masih menunggu lama. Sedangkan dia juga harus berjuang untuk bertahan hidup.Ber
"Mata kamu gak lihat!" bentak Bu Wati sambil melotot ke arah piring yang sudah tergeletak di atas lantai dan kesal karena makanan jatah untuknya jatuh berserakan."Makanya jalan yang hati-hati. Sudah tua sih, jadi susah gerak cepat. Di sini di tuntut serba cekatan bukannya lemot, Nek!" cibir perempuan yang sudah sengaja menyenggol Bu Wati."Nek ... nek ... kamu kira aku nenek kamu!""Aku juga ogah punya nenek mirip Mak lampir.""Bu, ayo jangan cari ribut. Ini makannya sama aku saja. Nanti malah kita tambah susah kalau ibu terus melawan." Jihan berusaha memberikan pengertian pada ibunya agar mereka lebih untuk memilih mengalah dari pada memperpanjang urusan."Ibu kesal. Masa iya mereka itu yang sengaja nyenggol tangan ibu buat piring ibu itu jatuh." Bu Wati kesal dan belum bisa terima. Jihan masih terus berusaha membujuk ibunya agar memilih untuk menghindari para pembuat onar. Jihan menarik ibunya untuk menepi agar berjarak dengan mereka-mereka yang sengaja ingin membuat rusuh.**"He
Atas segala yang sudah dilakukan itu Jimmy dan keluarganya, kini mereka telah mendapatkan hukuman dari pengadilan. Hakim telah menjatuhi vonis kasus KDRT, tindakan kurang menyenangkan dalam hal melakukan guna-guna pada Sekar yang membuatnya berada di luar kesadaran, juga atas tuduhan tindaka penculikan anak. Jimmy mendapatkan hukuman kurang lebih lima belas tahun kurungan penjara. Sementara Bu Wati dan juga Jihan hanya mendapatkan hukuman ringan yakni kurungan penjara selama enam bulan."Tidak! Kami tidak bisa terima!" jerit histeris Bu Wati setelah mendengar putusan dari hakim. "Sekar! Ini semua karena kamu! Aku sumpahi hidupmu tidak akan bahagia! Keluarga mu akan hancur dan bangkrut agar kalian bisa merasakan hidup menderita!" sumpah serapah Bu Wati teriakkan sebelum dirinya dibawa oleh dua polisi perempuan yang bertugas."Kamu yang kejam dan kamu yang tidak punya perasaan. Sumpah ibu tidak akan pernah berlaku kecuali semua berbalik pada keluarga ibu sendiri." Sekar sama sekali ti
Polisi akhirnya berhasil masuk ke dalam rumah namun nihil, mereka tidak mendapati keberadaan Yusuf, bayi dua tahun tersebut berada di rumah itu."Kosong. Tidak ada bayi ataupun anak kecil yang dimaksud." Ucapan dari salah satu polisi yang baru saja selesai memeriksa ke dalam rumah tersebut membuat Bu Wati dan juga Jimmy saling menatap. "Bagaimana bisa? Sudah dicari ke seluruh ruangan?" "Sudah, Ndan. Tapi memang tidak ada. Kosong.""Pak pasti dibawa lari salah satu dari mereka," sahut Sekar yang tiba-tiba saja sudah datang bersama dengan kakak dan juga Abi-nya."Masih ada satu lagi anggota mereka. Perempuan usianya dua puluhan," lanjut Sekar memberikan keterangan."Baik. Kami akan segera melakukan pencarian dan pengejaran." Rona kekhawatiran nampak di wajah Bu Wati dan juga Jimmy."Sekar apa-apaan kamu?" sentak Jimmy yang masih dalam pengawasan polisi."Kamu yang apa-apaan. Kamu tega menculik darah daging kamu hanya untuk kamu tukar dengan uang! Dasar kalian mata duitan. Mau hidup se
"Sekar kamu mau kemana?" tanya Bu Siti, Uminya Sekar yang melihat putrinya terburu-buru untuk segera keluar rumah. "Umi, pak Totok baru saja ngabarin kalau si Ida pingsang di tengah jalan," terang Sekar dengan rona penuh kekhawatiran."Terus si Yusuf-nya bagaimana? Ida kan tadi keluar sambil ngasuh si Yusuf?" Bu Siti tidak kalah khawatirnya dengan sang putri."Pak Totok masih cari Yusuf di bantu beberapa warga, Mi. Mas Adam dan Abi juga sudah meluncur ke jalan setelah dikabari juga sama pak Totok.""Umi mau ikut kamu Sekar. Umi juga kepingin lihat kondisinya si Ida."***"Apa kamu gak ketahuan, Jim?" Bu Wati segera mengambil alih Yusuf yang tertidur dalam gendongan Jimmy."Gak ada, Bu. Pas tadi suasana lagi sepi. Gak sia-sia Jimmy pulang-pergi ke sana buat bisa baca situasi.""Untung saja, Jim. Ibu dari tadi sudah khawatir banget sama kamu. Mana sekarang kamu gak bisa dihubungi." Ponsel keluaran terbaru milik Jimmy sengaja ia jual untuk bisa menyambung hidup. Untuk kembali lagi ke ko