Share

Kematian Karent dan Datangnya Karin

Bab 3

Dirinya semakin di buat terkejut ketika melihat keadaan sang kakak yang memprihatinkan.

"Dewa, kakak?" Elis menghampiri Trisno.

"Ayo, baringkan dia di sini," perintah Elis ke Trisno untuk membaringkan Karent pada kursi bambu.

"Tolong, Elis. Dia kehabisan banyak darah dan kehabisan tenaga juga," ujar Trisno memberitahukan keadaan Karent.

"Kenapa bisa seperti, ini?" tanya Elis meminta penjelasan apa yang telah terjadi terhadap kakaknya.

"Semua ini karena ulah si siluman anj*ng itu, dia berusaha untuk mengambil mutiara suci dari dalam kuil, tapi niatannya di ketahui oleh Karent. Dan kami pun berkelahi hingga akhirnya Karent tertusuk pedang Rojer," cerita Trisno secara garis besar.

"Rojer? Kenapa bisa, bukankah dia siluman yang baik?" tanya Elis merasa tidak percaya bahwa Rojer dapat melakukan hal itu.

"Dia tidak baik, dia penghianat. Buktinya dia tega melukai Karent yang jelas-jelas Karent mencintai dirinya dengan tulus," jawab Trisno.

Elis masih tidak percaya, dirinya masih berkomitmen bahwa Rojer adalah siluman anjing yang baik hati.

Dia curiga ada orang ke tiga dibalik semua ini.

"Aku akan memeriksa keadaan kak Karent dulu." Elis kemudian memeriksa keadaan Karent.

Nadi Karent melemah, dirinya sudah kehabisan banyak darah.

Dengan situasi seperti itu, Elis menjahit terlebih dahulu luka Karent.

Saat dijahit Karent tidak sadarkan diri dan sama sekali tidak bergerak.

"Keadaanya memburuk, kak Karent kau harus kuat." ujar Elis mulai menitikan air mata.

Elis melihat mutiara suci itu berada digenggaman Karent. Secara perlahan Elis mengambilnya dan menaruh pada kotak penyimpanan khusus.

Kekuatan Karent juga ikut melemah.

Saat sedang sekaratnya Karent tersadar.

Uhuk!

Karent terbatuk, Elis menoleh.

"Dewa! Kakak, akhirnya kau sadar juga," ucap Elis lega ketika melihat Karent sadar.

"M-m-mutiara itu, Elis," katanya dengan penuh kelemahan, dirinya sudah kehabisan tenaga dan sangat kehilangan banyak darah, denyut nadinya semakin melemah.

"Kau tenang saja, semua akan baik-baik saja. Mutiara itu sudah aman," ucap Elis sembari menenangkan kakaknya.

Karent benar-benar merasa tidak berdaya, namun dengan susah payah dia berkata, "A-a-aku sudah t-t-tidak tahan l-lagi, j-jika a-aku mati, bakarlah diriku bersama m-m-mutiara suci. Agar para s-s-siluman t-tidak dapat mengambilnya."

"Kakak, kau pasti sembuh. Kau tenang saja, aku akan menyembuhkanmu," ujar Elis optimis bahwa dirinya bisa menyembuhkan luka Karent.

Hiks ... Hiks ...

"Aku mohon kau harus kuat, kakak." Elis mengeluarkan air mata.

Karent sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya, dirinya mengangkat tangan susah payah untuk menyentuh pipi sang adik.

Elis melihat bahwa sang kakak benar-benar lemah, dia menyentuh tangan kakaknya dan mereka saling bertukar pandang.

Selang satu menit kemudian Karent menutup mata, dia pergi untuk selamanya.

Elis yang melihat kakaknya sudah pergi dari sisinya, hanya bisa menangis tanpa mengeluarkan suara. Dia menahan teriakannya untuk tidak mengeluarkan suara.

Trisno yang melihat kepergian Karent juga mengeluarkan air mata, dirinya juga menahan suara agar tidak mengeluarkan teriakan atau kesedihannya.

Kepercayaan mereka adalah jika mereka sampai mengeluarkan suara saat kematian seseorang, maka seseorang itu tidak akan bisa pergi sampai ke dunia akhirat. Rohnya pasti akan terus gentayangan di bumi.

Maka dari itu, mereka benar-benar menahannya untuk tidak mengeluarkan suara hanya mengeluarkan air mata saja.

Di Pemakaman...

Elis, Trisno, dan semua orang yang mengenal Karent melayat ke pemakamannya.

Mereka melihat Karent untuk yang terakhir kali.

Elis mendekati Karent dan menggenggam tangannya sambil memberikan mutiara suci kepada Karent.

"Bawalah mutiara ini bersamamu, kakak." Elis lalu mencium pipi kakaknya untuk yang terakhir kali.

Elis mengambil obor yang ada di samping peti Karent, lalu menyalakan api dan mengarahkan ke peti.

Seketika peti itu di penuhi api yang besar, Elis menatap peti beserta kakaknya yang semakin lama semakin di makan kobaran api.

"Sampai jumpa lagi, kakak," Elis berpamitan pada Karent.

Tujuh Belas Tahun Kemudian di Kota Uneng...

BUG!

Seorang perempuan dengan kaki jenjangnya terjatuh, dirinya berlari terburu-buru.

"Kembali kau, Karin!" perintah seorang wanita yang umurnya terlihat setengah abad dari kejauhan.

Week!

Ejek wanita cantik itu sambil memakai sepatu dengan cepat.

Lalu dia menuju ke arah motor yang sudah terparkir di depan gerbang rumahnya.

"Karin, kembalikan uang ibu!" perintah ibunya yang sudah mendapat anak pertamanya bersiap untuk kabur menggunakan sepeda motornya.

"Enak saja! Ibu sudah tidak memberikan uang jajan selama sebulan. Hari ini aku mau jajan sepuasnya!" gadis yang bernama Karin itu melaju menggunakan motor kesayangannya.

Ibunya mengejar, namun terlambat.

"Dasar anak, kurang aj*r! Ambil uang orang seenaknya, semua ini gara-gara kau yang terlalu memanjakannya," ujarnya sembari menunjuk ke arah laki-laki yang umurnya sudah setengah abad juga.

"Sudah lah! Kau sudah tidak memberikannya uang jajan. Apa salahnya jika sekarang dia mengambil uangnya," ucap lelaki separuh bayah yang jalannya menggunakan tongkat itu.

"Hah, seharusnya dulu aku mengajarinya lebih keras agar nantinya dia tidak jadi pembangkang, tapi karena kau juga ikut-ikutan membelanya terus jadinya seperti ini, punya anak yang bisanya hanya menghabiskan uang orang tuanya," umpat wanita tua yang diketahui namanya adalah Suri itu.

"Yah sudah, biar bagaimanapun dia anak kita, Suri!" tegas ayah Karin.

Wajah Suri nampak memerah karena emosi, lalu wanita itu melempar barang-barang.

Prang ... Klontang ... Crang ...

"Manjakan saja terus anak itu." Tegasnya sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

Ayah Karin hanya bisa mengelus dada, karena memang ibu Karin memiliki emosi yang kuat.

Di perjalanan menuju sekolah...

Karin berkata, "Lumayan buat jajan nanti di sekolah."

Dia tidak memperhatikan jalan malah sibuk dengan uang yang baru saja dicurinya dari kamar ibunya.

Saat dia terus fokus pada uang itu tiba-tiba saja ada seekor serigala yang menghalangi jalannya.

Cit!

Dia mengerem mendadak.

Ia melihat seekor serigala yang bertubuh besar sekitar dua puluh kali lebih besar dari seekor anjing.

Dia panik, dan tubuhnya gemetaran, ingin rasanya meminta tolong namun lidahnya kelu.

Bodohnya Karin, dia melewati jalan sepi yang jarang orang lewati.

Dia jalan melewati hutan, entah kenapa dia melewati jalan itu, padahal dia takut jika harus melewati jalan itu sendirian.

Cring ...

Keluar cahaya dari mata serigala itu, cahayanya sungguh silau hingga Karin memicingkan mata, berusaha melindungi matanya dari sinar yang benar-benar silau.

"Apa-apaan ini!" Teriaknya dengan emosi sambil terus menutup mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status