terima kasih sudah menjadi pembaca setia cerita ini ya Vote dan komen agar saya semangat upload bab-bab terbaru setiap harinya terima kasih
Jauh dari Desa Muara Ujung, terdapat salah satu desa transmigrasi yang sudah lama berdiri disana, desa yang merupakan desa pertama yang dijadikan tempat untuk transmigrasi pada masa itu. Sehingga, semua orang yang tinggal disana kini sudah nyaman, kebun-kebun yang diberikan oleh pemerintah sudah mereka kelola dengan baik, bahkan banyak yang sudah merasakan hasil dari kebun-kebun yang mereka tanam, sehingga kehidupan mereka sudah mulai membaik dengan segala fasilitas yang kini mulai dibangun secara perlahan-lahan disana. Desa Muara Damar, desa yang tepat berada di dekat rawa-rawa yang menjadi pemisah antara Desa Muara Damar dan Desa Muara Ujung. Rawa-rawa yang sangat luas, yang awalnya hanya menjadi bencana karena airnya kerap naik ketika hujan tiba. Namun tidak kali ini, karena para warga di Desa Muara Damar sudah membuat tanggul-tanggul yang terdiri dari karung-karung berisi tanah yang ditumpuk sedemikian rupa di pinggir rawa. Tujuannya agar air rawa yang meluap tidak sampai memba
Ki Sakti, itu adalah nama dari seseorang yang Pak Kades Muara Damar bawa, dia adalah seseorang yang sudah lama tinggal di tempat ini. Seseorang yang awalnya tinggal di dalam hutan untuk mempelajari ilmu alam sampai akhirnya harus tergusur oleh pembangunan desa-desa transmigrasi yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.Penampilan dia benar-benar berbeda dengan banyak warga yang tinggal di Desa Muara Damar sekarang, penampilannya yang serba hitam, rambut panjang yang diikat ke belakang, juga jenggot dan kumis yang sudah mulai memutih karena usia.Di leher dan pergelangan tangannya pun terlihat sebuah akar pohon yang melingkar, akar-akar pohon hutan yang dibuat menjadi kalung dan gelang yang dia percayai mempunyai sesuatu kekuatan tertentu untuk hidupnya.Meskipun umurnya sudah tua, tapi tubuhnya masih terlihat bugar, jalannya masih tegap dengan sorot matanya yang masih terlihat tajam.Apalagi, ketika dia datang berdua dengan Pak Kades pada tadi, dia melihat seolah-olah lorong y
Para warga di Desa Muara Damar yang ramai di pagi itu, masih terlihat menumpuk di depan klinik tempat mayat Iyo terbaring sekarang. Mereka benar-benar penasaran atas apa yang terjadi, karena sebagian dari mereka mengenal mayat tersebut setelah di angkat dan di evakuasi ke klinik.Sehingga banyak menimbulkan pertanyaan di antara para warga yang berkumpul di pagi itu. Itu karena Iyo merupakan orang luar Desa Muara Damar yang paling sering terlihat bolak-balik di sekitar desa.Mereka saling bertanya-tanya, apakah mayat Iyo adalah sebuah kecelakaan, atau hanyut ketika air di rawa-rawa naik pada hujan semalam, atau ada hal lain seperti korban pembunuhan dan mayatnya dilempar ke rawa-rawa sehingga ditemukan menyangkut di dekat pasar tumpah di pagi itu.Semuanya saling berspekulasi, semuanya saling mencari tahu penyebab mayat itu ada, karena semasa mereka hidup dan merintis desa ini belum pernah ramai seperti sekarang, tidak ada satupun kejadian yang membuat geger seperti ini.Desa Muara Dam
Perjalanan menyusuri hutan yang tidak ada habisnya ternyata sangat melelahkan bagiku, aku yang tidak terbiasa berjalan kaki dengan jarak yang begitu jauh, seringkali meminta kepada Bu Cucu, Pak Dani dan Ucok untuk beristirahat sejenak.Wajahku kini tidak karuan, keringat karena medan di hutan ketika berjalan menyusuri jalanan yang masih berupa tanah merah dan berlumpur di tengah hutan membuatku benar-benar kecapean pada saat itu.Sudah hampir empat jam aku berjalan mengikuti Bu Cucu yang berada di paling depan, selama itu pula lah aku sudah beristirahat sebanyak lima kali berturut-turut, aku benar-benar sudah tidak sanggup lagi dengan berjalan kaki yang menguras tenaga ini.Rasa Lelah dan letih yang aku rasakan seperti ketika aku pertama kali menggarap lahan di kebun yang pemerintah berikan di hari pertama, kebun yang masih berupa semak-semak liar sebanyak dua hektar yang harus kita bersihkan berdua, dibantu dengan Ayu dengan keadaan terpaksa sehingga banyak mengeluh di sepanjang hari
Suasana malam yang tertutup oleh kabut tebal yang menutupi pandangan para manusia yang berdiri disana terlihat dengan jelas.Suara-suara hewan malam yang saling bersahutan membuat siapapun yang berdiri di sana akan merasakan suatu ketakutan yang mendalam, suatu perasaan akan apa yang terjadi di depan matanya yang mungkin saja bisa mengakibatkan suatu tragedi yang tidak bisa terlupakan oleh dirinya sendiri.Bu Cucu, terlihat hanya berdiri di antara kabut tebal yang menutupi tubuhnya juga lingkungan yang ada di sekitarnya.Dia yang tahu bahwa ini bukanlah sebuah kenyataan, namun adalah gambaran dari suatu peristiwa yang nantinya mungkin bisa dijadikan suatu petunjuk, membuatnya dirinya hanya bisa terdiam. Melihat ke sekeliling dengan tatapannya yang tajam dan menakutkan.Dia tidak tahu apa yang akan terjadi disana. Namun dia kini melihat, sebuah gambaran dari Desa Muara Ujung yang sangat berbeda dari pandangannya.Rumah-rumah yang berjejer di sana seperti kosong dan tidak berpenghuni, b
Ki Sakti dan Bu Cucu, adalah dua orang yang mempunyai kemampuan yang lebih, kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya, yaitu kemampuan untuk merasakan, melihat bahkan untuk mengontrol makhluk yang ada di sekitar mereka.Mereka memiliki keilmuan itu bukan tanpa sebab, Bu Cucu mendapatkan kemampuan itu dari lahir, keturunan dari leluhurnya yang belajar tentang keilmuan tersebut, tidak ada yang tahu pasti, keilmuan apa yang Bu Cucu pelajari, namun hal itu bisa membantu manusia apabila mereka diganggu atau di teror oleh para makhluk yang ada di sekitar mereka.Berbeda dengan Ki Sakti, yang hampir setengah hidupnya diam di hutan yang luas ini, tubuhnya yang dipaksa untuk bertahan hidup di tengah hutan hujan yang lebat membuat dirinya belajar secara perlahan dari alam, melihat sisi yang berbeda tentang sesuatu yang hidup di alam sepanjang hidupnya.Bahkan, dia pun belajar hal-hal seperti ini dari makhluk yang tinggal di hutan, yang mempelajarinya keilmuan yang bisa dia gunakan
Srak, srak, srak,Semak-semak belukar dari sebuah hutan hujan yang lebat membuatku kesulitan untuk bergerak, suara-suara dari dedaunan yang aku singkirkan, juga suara dari daun-daun kering yang aku injak di tanah membuat sebuah suara yang menggema di tengah-tengah hutan.Aku tidak tahu kenapa tubuhku bergerak seperti ini, bergerak mengikuti Satria dan Pak Ridwan yang mungkin saja itu hanya halusinasi semata karena rasa lelah dan pikiran yang menumpuk akibat kejadian-kejadian yang menimpaku pada saat ini.Namun, pikiranku seakan-akan ingin segera mengikuti mereka berdua yang berjalan terus menembus semak-semak hutan dan pepohonan yang menutupi hutan itu dengan lebatnya.“Minahhhhh, Minaaahhhh, pergi kemana kamu?”Terdengar sayup-sayup dari arah belakang, suara teriakan dari Pak Dani dan Ucok yang mencoba mengejarku yang berjalan masuk ke dalam hutan secara tiba-tiba.Mereka seperti sedang berusaha mengejarku dengan sekuat tenaga, menyingkirkan semak-semak belukar yang menghalangi jalan
Bu Cucu yang aku temui di dalam hutan tiba-tiba berubah, sama seperti Ayu yang pada waktu itu dirasuki oleh Satria dan membawanya keluar rumah. Matanya menyorot tajam ke arahku dengan rambutnya yang kini terurai secara perlahan dan menutupi setengah dari wajahnya. Tangannya terkepal dengan jelas, bahkan surat yang dia pegang di salah satu tangannya terlihat robek karena saking kuatnya dia mengepalkan tangannya. Ada sebuah aura yang berbeda ketika Bu Cucu yang tiba-tiba berdiri dan berkata bahwa aku harus menyerahkan Ayu kepadanya pada saat ini, Ayu yang dia katakan adalah awal mula dari kejadian-kejadian ini membuatku merasa takut. Dia memang bukanlah anak kandungku, dia hanyalah anak dari suamiku Satria yang meninggal di Desa Muara Ujung beberapa hari yang lalu. Namun, setelah melihat kejadian itu, aku benar-benar tidak tega lagi melihat Ayu kesakitan, menangis dengan rintihan yang sangat menyayat hati, bahkan ketika aku berdiskusi dengan Pak Ridwan, dengan Pak Dani dan Ucok tentan