Kata Kak Winda penjahat itu kembali lagi sama Kak Rana, mereka bahkan sudah punya anak. Meski dia bilang aku aman dan akan tinggal di rumahnya tetap saja harus bertemu orang itu hatiku ngilu.
Sudah terlanjur janji pulang, sudah terlanjur cuti, aku rasanya tak bisa mundur lagi.
โIh! Apaan, sih, Yan?!โ Kupukul tangan Yandi yang menarik lagi semua kabel earphone dari telingaku.
โNgelamun? Aku mau ngomong.โ Mukanya mendekat, menatapku lekat, lekas kubuang pandang ke arah lain.
โAku sudah punya calon โฆ jadi nggak akan ngejar kamu lagi.โ
Pernyataan Yandi membuatku kembali menoleh padanya.
โSerius?โ
Mata itu sendu mengiringi anggukannya.
โAku dijodohkan dengan anak kawan Papa.โ Yandi tersenyum
โKita nginap di hotel saja.โ Kami berdiri, akan beranjak dari Patung Jelawat. โSekarang, Pak?โ โIya. Aku mau kamu nyaman selama persiapan.โ โApa Bapak juga tau kalau di rumah Ibu ada โฆ?โ Diusapnya pucuk kepalaku. โJangan panggil Bapak, nanti orang kira aku bapakmu.โ Meringis, aku tersenyum geli. โBaik. Akan saya coba. Mas atau Bang โฆ?โ โCalvin saja. Anggap kita seumuran.โ Telapak tangan cepat menutup mulut. Aku hampir menyemburkan tawa. โApa aku kelihatan tua?โ Langkahnya terhenti, menoleh padaku minta dilihat. โOh, enggak. Bapak, eh Calvin masih kayak umur 25-an, kok.โ Aku membulatkan jari telunjuk dan jempol. Ini jujur, bukan sekadar memuji.
Akad dilaksanakan pagi ini. Di kamar aku sudah didandani natural, tanpa cukur alis atau bulu mata palsu. Kata periasnya bulu mataku memang sudah tebal dan panjang, hanya diberi mascara setelah dilentikkan sudah seperti pakai bulu mata palsu juga. โEh, manglingin banget cucu nenek.โ Nenek masuk, mendekatiku lalu menempelkan pipi kami sambil melihat kaca rias. โTangan kak Rose tuh ajaib, Nek,โ pujiku pada perias pengantin yang tengah mengecek bagian yang kurang dari makeup di wajahku. โSudah cantik dari sananya ya, Nek. Tinggal poles dikit kinclong, deh.โ โPiring kali Kak kinclong,โ timpalku membuat kami tertawa. โMemang kulit aslinya masih bagus, Dek. Pasti nggak pernah diapa-apain?โ โHum, jarang dandan, Kak. Sekar sukanya pake pelembab trus bedak M*rks, pake compa
โApa โฆ menurutmu aku โฆ sudah laki-laki?โ Mataku sontak membuka, tadi tengah terpejam, menghayati hangat rangkulannya dari belakang. Kami berdiri melihat view kota dari atas di sore ini. Mengerjap-ngerjap, aku masih kaget atas pertanyaannya barusan di dekat telinga. Nada yang terdengar meragukan dirinya sendiri. โTentu. Kamu laki-laki, Calv,โ sahutku kemudian. Dipereratnya lingkaran kedua tangan membuatku sedikit sesak. Terdiam, kutunggu apa yang akan dikatakan, dari berat tarikan napasnya seperti ada sesuatu terpendam. Dagunya menempel penuh pada pipiku, sesekali menghirup dalam aroma bunga sisa sampo yang kupakai tadi. โโฆ aku takut kamu kecewa.โ Kalimatnya lemah terasa mengiris hati. Aku bisa merasakan ada luka yang tersimpan. Perlahan kulonggarkan tangannya, ber
Ini hari kedua kembali ngantor. Suasana sudah biasa, beda dengan hari pertama yang disambut meriah, karena kabar pernikahan kami memang sudah menyebar ke mereka.Lintang kutelepon sebelum hari akad waktu itu, dia girang dan minta traktiran lagi. Aku menjanjikannya setelah kembali. Sekarang kami sempatkan ke sebuah pusat perbelanjaan saat jam istirahat, kebetulan suami sedang ke garmen, jadi juga sudah izin tadi.“Aku sebenarnya jadi segan manggil nama, Sekar. Manggil Ibu nggak apa, ya?”“Nggak. Kita itu teman. Pokoknya panggil Sekar aja!”Habis belanja tas pilihan Lintang kami duduk berhadapan menikmati es krim.“Ih, kayak mimpi deh. Aku ikut senang. Nggak habis-habis senangnya dari waktu kamu ngabarin itu.”“Aku juga nggak nyan
โKenapa nyimpan bola dunia? Kayak di sekolahan aja.โ โJangan salah. Ini untuk menumbuhkan mimpi.โ Kami sama-sama menggerakkan perlahan bola itu. melihat semua bagiannya. โIya ya, makin dilihat jadi mau ke keliling dunia.โ โHem, itu awalnya.โ โKok bisa? Bukannya dari kecil orangtua sudah mampu? Kamu kan bisa minta ke mana aja. Tinggal urus ini itu berangkat.โ Calvin menarikku ke dekapan. โBeda rasa dengan kita merencanakan dan membayar sendiri.โ โOh โฆ.โ Aku mengangguk-angguk. โSetelah umroh, mau ke Turki nggak? Aku penasaran sama kotanya.โ โBoleh, Sayang. Hadiah dari Mami Papi kita pilih Turki. Umroh hadiah dari aku.โ โMakasih, Sayang.โ Kubalas dekapannya seerat mungkin. Ini hadiah luarbiasa se
โKe rumah Mami? Kapan?โ โTadi, habis kita makan siang.โ Makan siang kami tadi di ruang kantor, aku bawa hasil masakanku dan Nenek sebelum berangkat. Dia menatap wajahku serius. โMami bilang apa?โ Senyumku melebar. โMmm, boleh nanya, gak?โ Alisnya terangkat. โTanya aja.โ Aku tengkurap, dia membaringkan wajah tepat di depan mukaku. Kebiasaan kami sebelum tidur ngobrol ringan tentang apa yang terjadi seharian. Kumainkan pucuk hidungnya. โSejak kapan suka sama aku?โ Mata kami bertatapan lekat. โMungkin โฆ waktu kamu melamar kerja malam itu.โ โPas aku baru ngelamar kerja?โ Mataku membulat penuh. โKok bisa?โ โMungkin.โ Dia bilang aku lucu. G
Masyaallah, tak henti syukur atas aliran nikmat-Nya. โLabbaikallahumma umratan.โ (Ya Allah aku penuhi panggilanmu untuk berumroh) Kami langsung bersiap tawaf, kami berkumpul di lobi. Suami dan jamaah umroh laki-laki sudah mengenakan pakaian ihram, aku mengenakan gamis putih, jilbab panjang seperti mukena warna sama. Sesekali kulirik suami, kadar ketampanannya bertambah dua kali lipat dengan penampilan ini. Dia hanya membalas menatapku teduh, sepertinya wajah itu tengah serius menyiapkan diri untuk khusyuk ibadah. Agh! Aku saja yang kadang berlebihan mengaguminya. Segera kualihkan perhatian pada panduan Ustaz yang akan memimpin rombongan, kami kemudian dibagikan earphone u
Puas banget jalan di wisata sekitaran Istanbul. Selama di sini kami sudah kunjungi Istana Topkapi, jalan kaki menikmati suasana pasar malam,ke Taman Miniaturk juga lihat lebih dari ratusan miniatur wisata terkenal di wilayah Turki. Puas? Banget! Karena kita berdua ini menjalaninya santai. Kita juga sambil kerja dari kejauhan. Aku masih sempat buat desain gaun muslim cantik, terinspirasi dari apa yang terlihat selama jalan-jalan. โSiap terbang lagi?โ Calvin selalu menanyakanku lebih dulu. โSiap dong, Sayang. O, ya kenapa Cappadocia harus pake pesawat lagi, memang jauh ke sana?โ โKamu bisa capek duduk berjam-jam di bus.โ โOhya? Kalau naik pesawat berapa lama?โ โSatu jam setengah sudah sampai.โ โOh, gitu? Yasudah mana y
โJanjiโฆjangan pindah. Buatlah rumah nenek ramai. Canda kalian, tawa anak-anakmu kelak, Sekar. Keluarga yang hangat satu sama lain โฆ ah, nenek tua ini ingin melihatnya, ingin ikut bahagia, tapi sepertinya itu ndak mungkin โฆ.โ Kalimat panjang diiringi senyuman itu terlontar dari Nenek. Sangat kuingat saat itu, ketika hari kedua beliau dirawat, dalam kondisi membaik, dan besoknya sudah diperbolehkan pulang. Beliau berbicara sambil menggenggam tangan dan Calvin, yang baru beberapa hari pulang bulan madu.
Mama tanya, dan aku langsung menoleh pada Najwa, sepertinya dia juga akan tanyakan hal sama. โAda sih, tapi kangen-โ Ugh! Keceplosan. โKangen suasana waktu kuliah, Ma.โ Sial*n! Lupa! Sebut Surabaya di rumah ini seakan menyebut nama Sekar di mata mereka. Memangnya Surabaya milik Sekar? Ah, tapi mereka ada benarnya juga, aku penasaran mau lihat anak kembar Sekar. Kata Lintang makin besar cakepnya makin kelihatan. Kutahu Sekar lebih banyak mengurus usaha yang makin terkenal bran-nya, sementara Calvin masih dirahasiakan Lintang bagaimana kondisinya. Alasan tengah berobat di luar negeri. Agh! Kalau pikir itu aku memang menggebu mau bertemu. Biasalah, terkadang laki-laki move on lebih sulit. Itu terjadi padaku, walau tidak sekuat dulu menginginkannya lagi. Sekadar
"Ayo bangun. Makanan sudah siap masih molor.โ โHmm, jam berapa?โ Kukucek mata yang malas membuka. โSetengah enam.โ Kutarik tangannya yang tengah melipat selimut, sampai badannya jatuh menimpaku. โAww, Yan?!โ โDiam bentar aja.โ Kudekap erat, mencari getar yang kuharap ada. โUdah, yuk, kita siap-siap kerja.โ โBentar lagi, masih kepagian.โ โYa, kalau kamu belum mandi, belum juga sarapan nanti lambat. Awh, geli!โ Najwa menggeliat, makin kurapatkan badan. Naluri sebagai lelaki muncul. Kasihan juga sudah seminggu jadi pengantin aku belum menyentuhnya. Alasan kami adaptasi dulu. Ya, perasaan harus ada untuk memulai. Aku suka Najwa, sifatnya periang, tapi hati belum se
Puas banget jalan di wisata sekitaran Istanbul. Selama di sini kami sudah kunjungi Istana Topkapi, jalan kaki menikmati suasana pasar malam,ke Taman Miniaturk juga lihat lebih dari ratusan miniatur wisata terkenal di wilayah Turki. Puas? Banget! Karena kita berdua ini menjalaninya santai. Kita juga sambil kerja dari kejauhan. Aku masih sempat buat desain gaun muslim cantik, terinspirasi dari apa yang terlihat selama jalan-jalan. โSiap terbang lagi?โ Calvin selalu menanyakanku lebih dulu. โSiap dong, Sayang. O, ya kenapa Cappadocia harus pake pesawat lagi, memang jauh ke sana?โ โKamu bisa capek duduk berjam-jam di bus.โ โOhya? Kalau naik pesawat berapa lama?โ โSatu jam setengah sudah sampai.โ โOh, gitu? Yasudah mana y
Masyaallah, tak henti syukur atas aliran nikmat-Nya. โLabbaikallahumma umratan.โ (Ya Allah aku penuhi panggilanmu untuk berumroh) Kami langsung bersiap tawaf, kami berkumpul di lobi. Suami dan jamaah umroh laki-laki sudah mengenakan pakaian ihram, aku mengenakan gamis putih, jilbab panjang seperti mukena warna sama. Sesekali kulirik suami, kadar ketampanannya bertambah dua kali lipat dengan penampilan ini. Dia hanya membalas menatapku teduh, sepertinya wajah itu tengah serius menyiapkan diri untuk khusyuk ibadah. Agh! Aku saja yang kadang berlebihan mengaguminya. Segera kualihkan perhatian pada panduan Ustaz yang akan memimpin rombongan, kami kemudian dibagikan earphone u
โKe rumah Mami? Kapan?โ โTadi, habis kita makan siang.โ Makan siang kami tadi di ruang kantor, aku bawa hasil masakanku dan Nenek sebelum berangkat. Dia menatap wajahku serius. โMami bilang apa?โ Senyumku melebar. โMmm, boleh nanya, gak?โ Alisnya terangkat. โTanya aja.โ Aku tengkurap, dia membaringkan wajah tepat di depan mukaku. Kebiasaan kami sebelum tidur ngobrol ringan tentang apa yang terjadi seharian. Kumainkan pucuk hidungnya. โSejak kapan suka sama aku?โ Mata kami bertatapan lekat. โMungkin โฆ waktu kamu melamar kerja malam itu.โ โPas aku baru ngelamar kerja?โ Mataku membulat penuh. โKok bisa?โ โMungkin.โ Dia bilang aku lucu. G
โKenapa nyimpan bola dunia? Kayak di sekolahan aja.โ โJangan salah. Ini untuk menumbuhkan mimpi.โ Kami sama-sama menggerakkan perlahan bola itu. melihat semua bagiannya. โIya ya, makin dilihat jadi mau ke keliling dunia.โ โHem, itu awalnya.โ โKok bisa? Bukannya dari kecil orangtua sudah mampu? Kamu kan bisa minta ke mana aja. Tinggal urus ini itu berangkat.โ Calvin menarikku ke dekapan. โBeda rasa dengan kita merencanakan dan membayar sendiri.โ โOh โฆ.โ Aku mengangguk-angguk. โSetelah umroh, mau ke Turki nggak? Aku penasaran sama kotanya.โ โBoleh, Sayang. Hadiah dari Mami Papi kita pilih Turki. Umroh hadiah dari aku.โ โMakasih, Sayang.โ Kubalas dekapannya seerat mungkin. Ini hadiah luarbiasa se
Ini hari kedua kembali ngantor. Suasana sudah biasa, beda dengan hari pertama yang disambut meriah, karena kabar pernikahan kami memang sudah menyebar ke mereka.Lintang kutelepon sebelum hari akad waktu itu, dia girang dan minta traktiran lagi. Aku menjanjikannya setelah kembali. Sekarang kami sempatkan ke sebuah pusat perbelanjaan saat jam istirahat, kebetulan suami sedang ke garmen, jadi juga sudah izin tadi.“Aku sebenarnya jadi segan manggil nama, Sekar. Manggil Ibu nggak apa, ya?”“Nggak. Kita itu teman. Pokoknya panggil Sekar aja!”Habis belanja tas pilihan Lintang kami duduk berhadapan menikmati es krim.“Ih, kayak mimpi deh. Aku ikut senang. Nggak habis-habis senangnya dari waktu kamu ngabarin itu.”“Aku juga nggak nyan
โApa โฆ menurutmu aku โฆ sudah laki-laki?โ Mataku sontak membuka, tadi tengah terpejam, menghayati hangat rangkulannya dari belakang. Kami berdiri melihat view kota dari atas di sore ini. Mengerjap-ngerjap, aku masih kaget atas pertanyaannya barusan di dekat telinga. Nada yang terdengar meragukan dirinya sendiri. โTentu. Kamu laki-laki, Calv,โ sahutku kemudian. Dipereratnya lingkaran kedua tangan membuatku sedikit sesak. Terdiam, kutunggu apa yang akan dikatakan, dari berat tarikan napasnya seperti ada sesuatu terpendam. Dagunya menempel penuh pada pipiku, sesekali menghirup dalam aroma bunga sisa sampo yang kupakai tadi. โโฆ aku takut kamu kecewa.โ Kalimatnya lemah terasa mengiris hati. Aku bisa merasakan ada luka yang tersimpan. Perlahan kulonggarkan tangannya, ber