Beranda / Romansa / SELIR HATI / Bab 110 - Kepergian Permaisuri

Share

Bab 110 - Kepergian Permaisuri

Penulis: lucyta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-15 18:30:46

David berdiri lama di depan pintu kamar Dias, tapi tak ada suara dari dalam. Bahkan setelah ia mengetuk beberapa kali, tidak ada jawaban. Bukan hanya sunyi, lebih seperti tembok yang benar-benar menolak kehadirannya.

Sari datang tergesa. “Paduka… Permaisuri tidak ingin ditemui,” katanya pelan.

David menghela napas berat. “Dia di mana?”

Sari ragu sejenak. “Beliau sedang bersiap pergi dari istana.”

Kata pergi itu seperti meninju dada David. “Apa? Pergi?”

“Beliau bilang ingin menenangkan diri, Paduka.”

David tak sempat bertanya lagi. Ia langsung berjalan cepat menyusuri lorong, tapi Dias sudah menghilang. Hanya kamar yang sudah dibereskan seadanya, tanpa satu pun barang pribadi yang tertinggal.

David merasa ada yang benar-benar salah.

Aruna, foto itu, dan tatapan Gita. Semua berbaur jadi satu.

Sementara itu di ruangan kecil dekat perpustakaan, Gita masih memutar ulang percakapan terakhirnya dengan Dias, percakapan yang terjadi beberapa jam sebelum Dias pergi.

Dias datang dengan mata semb
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • SELIR HATI   Bab 163 - Permaisuri Dias Menemui Ibunya

    Rumah kecil di pinggir kota itu gelap kecuali satu lampu di ruang tengah. Dias berdiri di depan pintu, masih terengah karena berjalan cepat. Tangannya sempat bergetar saat mengetuk, tapi ia tidak bisa menahan diri lebih lama. Segala yang terjadi di istana hari ini membuatnya pusing dan muak, ia butuh jawaban.Pintu akhirnya terbuka. Ibunya muncul dengan wajah lelah, tapi begitu melihat Dias, ia tersenyum lebar.“Wah anak kesayanganku, kamu pulang? Tumben banget. Ada apa, Dias?”Dias tidak membalas. Ia langsung masuk, melepaskan selendangnya, kemudian berdiri di tengah ruangan dengan napas berat.“Ibu, aku mau tanya sesuatu.”Ibunya mengernyit. “Kok tegang gitu? Ada apa sih?”Dias menggigit bibir bawahnya. “Apa benar Ibu malak warga? Ngambil uang mereka, pakai alasan buat kebutuhan istana?”Tubuh ibunya langsung kaku. Ekspresinya berubah. “Siapa yang bilang begitu, Dias?”“Jawab dulu, Bu,” suara Dias naik setingkat, sesuatu yang jarang sekali ia lakukan pada ibunya.Ibu Dias menarik na

  • SELIR HATI   Bab 162 - Permaisuri Dias Membantah

    Dias menegakkan tubuhnya. “Apa maksud Ibu bicara seperti itu? Saya tidak pernah punya anak. Tidak pernah, Bu!” suaranya meninggi, tapi getarannya tak bisa ia sembunyikan.Ratu Ibu hanya mengangkat alis. “Berani sekali kamu bicara nada tinggi sama mertuamu, Dias. Kalau begitu kau tidak perlu takut. Orang yang tak bersalah tak pernah setegang itu, Dias.”“Itu fitnah, Ibu!” Dias menatapnya tajam. “Ibu benar-benar sudah keterlaluan!”David langsung berdiri di samping istrinya.“Sudah, Bu. Cukup! Dias tidak pernah seperti yang Ibu tuduhkan. Saya tahu persis masa lalunya. Dia tidak pernah punya anak seperti yang Ibu tuduhkan.”Ratu Ibu berbalik pada putranya dengan tatapan tajam.“Kau tahu apa, David? Kau hanya tahu cerita yang ingin dia ceritakan. Baik kalo kalian begitu, aku akan cari tahu sendiri. Sampai ke dusunnya, keluarganya, tetangganya, dan aku pastikan akan temukan jawabannya. Kalian akan menyesal!”Dias menjawab Ratu Ibu, “Silakan saja. Kalau itu membuat Ibu puas. Tapi jangan lag

  • SELIR HATI   Bab 161 - Menguak Masa Lalu

    Dias berjalan di tengah, langkahnya ringan tapi lututnya gemetar. Di kiri, Raja Ayah mencoba memberi ketenangan. Di kanan, David berjalan lebih cepat dari biasanya, seperti ingin berdiri di depan Dias, melindunginya dari apa pun yang akan terjadi.Begitu pintu ruang pertemuan dibuka, Ratu Ibu bahkan tidak menunggu semua duduk."Aku tidak butuh basa-basi darimu," ujarnya tajam, matanya langsung menancap ke tubuh Dias. "Aku akan langsung ke pokok masalahnya."Dias merasakan tangan David menyentuh punggungnya, memberi sinyal: aku di sini. Tapi dukungan itu tak banyak membantu ketika Ratu Ibu mengucapkan kalimat selanjutnya."Dias," katanya, "tubuhmu menunjukkan tanda-tanda jelas bahwa kau pernah melahirkan."David terpaku. Raja Ayah spontan menoleh cepat pada menantunya, Dias. Dan dari samping pintu samping, tempat Gita berdiri diam sejak tadi, mata perempuan itu membesar tak percaya.Dias merasa jantungnya seperti jatuh dari dadanya.Ratu Ibu bersedekap, tatapannya menusuk, seperti sese

  • SELIR HATI   Bab 160 - David Membela Dias

    David berdiri beberapa detik sebelum akhirnya menyadari ia sudah mengepalkan tangan.Ia belum pernah menatap ibunya seperti ini.Tidak pernah.“Bu, Ibu sudah keterlaluan,” tutur David. Suaranya merendah, tapi justru bergetar karena menahan amarah.Ratu Ibu mengangkat dagu, seolah tak tersentuh ucapan itu.“Keterlaluan katamu? Karena aku mempertanyakan masa lalu seorang perempuan yang kini memegang posisi Permaisuri? Itu tugasku, David.”“Tidak dengan menuduh Dias seenaknya!” David melangkah maju. “Ibu tidak kenal betul Dias. Ibu tidak tahu perjuangannya. Tidak tahu apa yang sudah kami lewati bersama.”Ratu Ibu membalas dengan nada dingin,“Justru karena aku melihatnya. Dia tidak punya pengalaman. Pekerjaannya amburadul. Kau hampir kehilangan posisi karena dia. Dan kini ibunya malah memalak warga sambil memakai nama istana. Apa aku harus diam?”“Bu, jangan bicara seperti itu," jawab David. “Dias tidak bertanggung jawab atas tindakan ibunya.”“Tapi anak seperti apa yang lahir dari kelua

  • SELIR HATI   Bab 159 - Laporan

    Pagi itu suasana di ruang kerja Ratu Ibu sudah menegang sejak matahari terbit.Seorang pengawal berdiri kaku di depan meja besar, wajah tegang, dan keringat muncul di pelipisnya. Ratu Ibu menatapnya dengan pandangan yang membuat siapa pun ingin amnesia mendadak.“Ulangi,” katanya perlahan.“Benar, Yang Mulia,” pengawal itu menelan ludah. “Kami mendapat laporan dari warga dusun pinggir kota. Perempuan bernama...”“Sebutin namanya!" desak Ratu Ibu.“Ibu Dias, Yang Mulia. Orang tua Permaisuri Dias.”Ruangan berubah sunyi.Ratu Ibu duduk tegak, tidak bergerak. Hanya matanya yang menyipit perlahan.“Apa laporannya?” tanya Ratu Ibu, penasaran.Pengawal itu membuka catatan di tangannya yang gemetar.“Beliau telah memalak warga. Mengaku itu atas ‘perintah istana’. Katanya setoran itu untuk kebutuhan Dias dan juga untuk memenuhi standar hidup ‘calon keturunan istana’.”Alis Ratu Ibu bergerak sedikit.“Calon keturunan istana?” Pengawal langsung menunduk. “Ya, Yang Mulia. Ia mengatakan, Dias me

  • SELIR HATI   Bab 158 - Keluarga Permaisuri Dias

    Dusun kecil di pinggir kota biasanya gelap jam segini. Tapi rumah di ujung jalan yang catnya mengelupas dan atapnya miring, masih menyala. Hanya satu lampu minyak yang hidup, tapi cahaya kecil itu cukup untuk memperlihatkan betapa wajah Ibu Dias ketika menghitung uang receh di pangkuannya.Tangan tuanya bergerak cepat, cekatan, seolah ia sudah melakukan hal ini seumur hidup.Memalak warga, memaksa “setoran”, pura-pura memakai nama istana.“Untuk kebutuhan Dias di istana,” katanya tadi siang pada seorang janda. Padahal tidak ada satu pun yang sampai ke tangan Dias.Ia menarik napas, bukan lelah, tapi puas.“Bagus, begini seharusnya hidup. Orang hormat, orang takut padaku. Hidupku enak tanpa harus kerja keras.”Ia merapikan lembaran uang lusuh itu. Tapi pikirannya tidak berhenti di sana.Saat Segalanya BerawalIbu Dias menatap pintu kayunya. Entah kenapa, malam ini wajah Sagara kembali muncul.Anak laki-laki itu dulu datang sebagai tamu, lalu jadi seseorang yang benar-benar mencintai Di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status