Ini sudah hari kelima Ruth dan Hizkia saling mendiamkan, masih saja mereka betah seperti itu. Berada dalam satu atap yang sama dengan tidak saling menyapa. Keduanya saling tarik-menarik dan ulur-mengulur masalah, dikuasai ego tanpa mau bernego.Bagi Hizkia yang telah melepas proyek pembangunan resort berpandangan Ruth mempermainkan perasaannya sebagai seorang suami, padahal betapa serius dirinya untuk menjalani rumah tangganya dengan perempuan itu. Bahkan, mengurangi komunikasi dengan Naomi dilakoni olehnya.Sementara, bagi Ruth yang pernah tersakiti tidak begitu mudah lagi percaya dan bersikap manis, meskipun ia telah melihat usaha suaminya mempertahankan rumah tangga. Rasa sakit membuatnya ragu untuk yakin pada sikap baik Hizkia.Begitulah penghalang di antara keduanya. Ego tinggi yang tidak terkendali.Seperti saat ini, Hizkia tengah mencuri mendengar percakapan Kris dan Ruth. Pria itu masih terus
Ruth masih mematung di tempat. Ia memproses kalimat terakhir yang disampaikan suaminya. Pembangunan gedung baru. Kelopak mata Ruth mengerjap, menyadari sesuatu. Proyek itu malahan erat hubungan dengan Naomi karena otak intelektual kasus rekayasa tali pengaman adalah perempuan itu. Ruth hampir saja melupakan satu fakta penting. Pikirannya masih buntu untuk memberitahukan hal ini pada sang suami apalagi bersamaan dengan hubungan mereka yang semakin rumit, tidak memungkinkan membukanya. Ditambah lagi, Ruth tidak memiliki bukti sama sekali. Bila mengandalkan pendengaran saja, siapa yang akan percaya padanya. Suara klakson mobil dari luar memberaikan lamunan Ruth. Ia gegas menuju halaman depan, sayangnya mobil yang ditumpangi suaminya telah melaju keluar pintu gerbang. Tadinya, Hizkia sempat menunggu istrinya di teras, tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang. Ada gengsi dalam dirinya bila memanggil Ruth sekedar berpamitan. Sebelumnya, Hizkia
Ruth menghapus air matanya, ia harus segera menghubungi Melina untuk mendapat info lokasi pembangunan gedung baru."Halo, selamat siang, Bu Ruth," sapa Melina. Ruth menghubungi langsung melalui ponsel pribadi Melina."Ya, Mel. Em... saya mau tanya, Mel. Hari ini adalah kunjungan kerja Bapak untuk pembangunan gedung baru. Kamu sedang bersama Bapak ngga, Mel?" tanya Ruth."Ya Bu Ruth, Bapak hari ini jadwal kunjungan kerja ke kota Surabaya," jawab Melina jelas. "Saya tidak ikut serta, Bu," lanjutnya."Berangkat bersama dengan siapa Bapak, Mel?" Ruth perlu memastikan hal ini."Dengan tim kuasa hukum perusahaan, Bu Ruth." Ada kelegaan dalam diri Ruth mendengar Hizkia ditemani oleh beberapa orang."Apa saya boleh dikirimkan nomor ponsel kuasa hukumnya, Mel?" pinta Ruth, ia akan memastikan suaminya melalui salah satu dari tim kuasa hukum perusahaan suaminya saja.
Senyum datar Ruth pupus, ia kembali memandang lurus ke pintu besi di hadapannya. "Aku sudah bilang, 'Mbak, saya ini istrinya Pak Hizkia Perkasa Alamsyah', eh... tidak digubris," kesal Ruth mengingat bagaimana ia harus menunggu sambil menggendong Elkana yang beratnya telah lebih 10 kilogram itu. "Resepsionis tidak beri izin. Tapi maklum juga sih, katanya demi keamanan dan kenyamanan tamu yang menginap," papar Ruth panjang lebar. Hizkia memandang cermat ekspresi istrinya. Senyum samar tercetak di wajah tampan itu. "Berapa lama menunggu?" tanyanya. "Satu atau satu setengah jam itu," jawab Ruth menoleh ke Hizkia lagi. Dilihat oleh istrinya, Hizkia kembali menatap ke depan. "Besok aku komplain ke manajer hotelnya," cetus Hizkia. "Nomor kamu dari sore ngga aktif," keluh Ruth mencebik. "Baru dipanggilan terakhir nyambung," tambahnya. "Iya sore tadi low batrai. Tapi, mereka bisa hubungi ke kamarku. Sedari tadi aku di kamar." Hati Hizkia sebenarnya belum berbaikan dengan Ruth, tetapi i
Hizkia telah sampai di lobi hotel, dirinya malahan bingung harus melakukan apa di sana. Ia merogoh kantong celananya, ponselnya ditinggal di ruang tamu.Ia putuskan melangkah menuju sofa, lalu duduk mengamati sekeliling. Masih banyak pengunjung hotel yang lalu lalang, meskipun hari sudah malam. Hizkia mengambil sebuah media massa cetak yang tergantung di dekat tempat duduknya kemudian membacanya, sembari menurunkan gejolak dahsyat dalam dirinya.Di kamar hotel, Ruth belum bisa beristirahat. Ia menunggu Hizkia di ruang tamu. Ruth membuat teh hangat untuk dirinya sendiri, duduk di bangku sambil menikmati minuman yang melegakan tenggorokannya. Walaupun hanya teh, kehangatannya membuat nyaman untuk malam hari.Di atas meja Ruth melihat banyak berkas kantor milik suaminya. Ruth tidak mengerti dengan isi tumpukan berkas itu. Ia membaca sekilas halaman depan tumpukan paling atas mengenai laporan perkembangan pembangunan gedung baru. Tidak ada salahnya bila ia mengintip laporan itu. Ruth mem
Hizkia berencana kembali ke kamar, setelah merasa gejolak tubuh dan perasaannya telah kembali normal. Sewaktu dirinya akan masuk ke dalam lift, ia melihat sosok Kris berkelebat menuju arah resepsionis. Mata Hizkia menatap awas untuk memastikan sosok pria itu benar adalah Kris. Hizkia yakin sekali Kris ada di hotel yang sama.Pintu lift telah terbuka, papa Elkana mengabaikannya. Segera saja ia melangkah cepat menuju tempat Kris berdiri. Hizkia ingin meminta penjelasan tentang hubungan pria itu dengan Ruth. Sayangnya, Kris telah melangkah keluar hotel dan menaiki sebuah mobil.Hizkia menghempas tangan di udara. Pikirannya tak karuan, ia berpikir Ruth tengah menyembunyikan sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan keberadaan Kris di hotel ini. Tidak bisa lagi ia menahan diri untuk tidak menanyakan kebenaran dari mulut istrinya.Hizkia berkacak pinggang melihat mobil keluar dari hotel. Bila bertanya pada resepsionis, Hizkia yakin tidak akan mendapat informasi karena pihak hotel sangat menja
Ini semua adalah salah paham. Ruth tahu itu, ia belajar memahami keadaan, rumah tangga mereka diuji oleh upaya pihak lain yang entah mencari keuntungan apa dari mereka. Hizkia tidak menuntut Ruth untuk mencintainya, tetapi hati Ruth sendirilah yang menuntun untuk mencintai suaminya. Baik dari pihak Ruth dan Hizkia, sama-sama ada yang ingin melemahkan relasi mereka. Sayangnya, Hizkia belum tahu-menahu tentang hal ini. Ruth berusaha menenangkan dirinya dari tangisan. "Papa El... kamu salah paham. Dengarkan penjelasan aku dulu, please," mohon Ruth lagi. Ruth terus berupaya mendapatkan waktu agar suaminya bersedia mendengar. "Penjelasan apalagi? Betapa tidak berharga bagi seorang suami, bila perkataannya tidak didengarkan terutama oleh istrinya. Kamu tahu!" hardik Hizkia, melepaskan dagu Ruth. Ruth mengerti benar bahwa suaminya tengah diselimuti amarah. "Ini... ini semua direncanakan oleh seseorang. Aku... aku... tidak --" "Hei, stop menduga-duga dan menyal
Aroma semerbak pasangan dihirup satu sama lain di antara mereka yang tengah kasmaran. Di peraduan, dua insan salingmenyengguk dalam gairah. Sukma tenggelam dalam rasa rindu yang menguat, saling menundukkan dalam balut kehangatan.Seluruh indra tubuh merekah indah, bak kembang yang tak segan menantang sinar mentari, daya elok yang tarik-menarik. Terkikis sudah penolakan, di saat atma berserah takluk pada dahsyatnya kasih. Tinggalkan segenap keraguan, keresahan menjadi abu, sementara kegugupan menjadi ampas. Sejoli menemukan jawaban.Mereka saling mendamba dan memuja, memuncak gelora eros yang harus dituntaskan. Apakah ada yang akan menyesal? Tampaknya tidak bila di bawah payung sahihnya pernikahan.Rasa candu meronta, meminta mengulangi keindahan yang bukan tabu dan buruk. Emosi dua insan bercampur, menguat dan menuntun. Dunia turut beristirahat ditemani molek rembulan, malam gelap tak lagi menakutkan. Waktu panjang