Share

7. HIZKIA MENYUSUL ISTRI

"Ruth ya..." Mama Elkana memindai wajah pria di hadapannya ternyata teman lamanya sewaktu SMA di Palembang.

Bunda yang mengenali sosok Kris membalas sapaan.

"Nak Kris... iya ini Ruth. Nak Kris, ketepatan jumpa di sini," sambut Magdalena.

"Iya Tante, saya sedang cari hadiah untuk kelahiran ponakan saya. Pas setelah jam meeting tadi saya ke sini," jawab Kris ramah sesekali melirik Ruth.

Mama Elkana tidak banyak bicara hanya tersenyum samar. Dirinya tiba-tiba teringat pada masa lalu banyak peristiwa konyol sewaktu SMA yang mereka lakukan, seperti mengerjai teman sekelas yang berulang tahun atau yang terlambat masuk kelas.

"Kapan-kapan saya boleh main ke rumah, Tante?" tanya Kris dengan berani tanpa basa-basi.

Tidak menunggu jawaban Kris melanjutkan, "Bos kecil ini anak kamu, Ruth?" 

Ah, hampir saja Elkana terabaikan dalam pembicaraan mereka. Setelah beberapa menit bercakap-cakap, mereka bertukar nomor ponsel dan melanjutkan langkah masing-masing. 

 Magdalena mengatakan bahwa Kris telah menjadi seorang duda, ditinggal istri saat melahirkan anak kedua mereka setahun yang lalu. Tapi, Ruth tidak pernah mendengar kabar itu.

Selepas pertemuan singkat, sebuah pesan masuk ke ponsel Ruth.

[Halo, Ruth. Ini nomor Kris. Tolong disimpan.] Pesan itu dari Kris. Sebagai teman dekat saat masa SMA tentu saja tidak masalah bagi mama Elkana.

Setelah menikmati makan malam, Oma Elkana menyampaikan pesan bahwa besok menantu kesayangannya akan datang ke Palembang. Oma Elkana senang hati. Ia merasa keluarga anak menantunya begitu harmonis. 

Oma Elkana sibuk menyiapkan menu lezat yang akan dibuat untuk menyambut menantunya. Saat mama Elkana ditanya apa yang menjadi kesukaan suaminya, ia tampak acuh tak acuh. Ruth menjawab semua makanan disukai oleh suaminya. Padahal, ia tak begitu banyak tahu tentang apa yang disukai suaminya.

đź’•đź’•

Hizkia menepati janji berkunjung ke Palembang hari Sabtu. Disambut meriah oleh ibu mertua membuat hati Hizkia menghangat. Ia jadi rindu teringat kampung halamannya di Medan.

Elkana jangan ditanya. Ocehannya menunjukkan betapa senang ia berjumpa dengan papa sambungnya. Elkana dan Hizkia berpelukan dan tertawa melepas rasa rindu padahal baru beberapa hari tidak bersua.

Mencium tangan dan menyerahkan bingkisan untuk ibu mertua adalah cara ampuh Hizkia dari dulu sampai sekarang sehingga dirinya memiliki citra begitu baik. Ibu mertua menerima dengan senyuman dan tangan terbuka.

Namun, lain hal dengan Ruth yang menampilkan wajah datar. Sadar wajah anaknya, Oma Elkana mencolek Ruth agar memberi sikap yang pantas untuk suaminya.

Ruth tidak merespons baik, malah berbalik menuju ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Di meja terhidang menu istimewa untuk menantu kesayangan ibunya. 

Magdalena menyadari ada yang berbeda dengan sikap sang putri. Mengapa ekspresinya begitu biasa saat menyambut suaminya? Apakah Ruth masih belum bisa menerima pernikahan yang telah berjalan hampir satu tahun ini?

Dalam suasana sedikit canggung, Oma Elkana menawarkan Hizkia untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum kembali ke ruang makan untuk santap siang.

Di sinilah mereka, bersiap makan bersama. Hizkia kini begitu lapar. Setiap menyuapkan nasi, Hizkia memuji kenikmatan masakan ibu mertuanya yang tiada banding. 

Magdalena tentu saja sangat senang menerima pujian menantunya. Dia juga berusaha mencairkan suasana karena melihat sikap putrinya yang cenderung datar sedari tadi. 

“Apakah masakan Ruth mampu memanjakan lidah?”

“Sangat, Bunda,” jawab Hizkia.

Bukannya suasana cair, kenyataan bahwa Hizkia kerap tidak makan di rumah dengan alasan kesibukan, membuat kecil hati mama Elkana. 

Kata 'sangat' juga hanya menambah rasa jengkel karena pria itu berbohong pada Oma Elkana. Sungguh suami yang pandai bersandiwara!

Selepas makan siang, Hizkia menemani Elkana bermain di teras rumah. 

Mainan baru dari Oma menyita perhatian Elkana. Sementara itu, Magdalena mendekati putrinya yang sedang beres-beres di dapur. 

Ia menanyakan kejanggalan sikap mama Elkana, “Ada apa, Nak? Kalian bertengkar?” 

"Tidak apa-apa, Bunda." Ruth melirik bundanya sekilas lalu melanjutkan melap bagian wastafel yang kotor.

Magdalena menarik lengan Ruth agar duduk di kursi, "Bunda paham, Nak. Pernikahanmu dan Hizkia dilandasi wasiat mendiang suamimu. Meski begitu, ingatlah, pernikahan itu sakral dengan tujuan baik untuk suami istri dan anak. Perlahan, bukalah diri untuk belajar memahami pasangan. Bunda mendukung pernikahanmu karena melihat mendiang Ayah Elkana yakin kalian akan dijaga dengan baik oleh Hizkia." 

Mungkin saja, bila tidak ada kejadian tempo lalu. Ruth lebih mudah menerima pesan indah itu. 

Namun, Ruth memilih diam. Dia tidak menceritakan keadaan yang menimpanya pada bunda sendiri. 

Ia mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan apakah Ibunya memiliki pengalaman diduakan oleh ayahnya.

Jawaban Magdalena cukup mengejutkan Ruth karena ayahnya pernah menduakan sang bunda.

“Alih-alih menyerahkan ayahmu pada perempuan lain, bunda memilih memperjuangkan pernikahan kami dengan cara yang penuh cinta. Kalaupun benar perpisahan sebagai akhir pernikahan kami, bunda tidak ingin punya penyesalan di kemudian hari. Setidaknya, bunda telah berusaha menjalankan prinsip untuk mempertahankan biduk rumah tangga dari orang ketiga.” 

Mendengar itu, Ruth memikirkan pernikahan orang tuanya yang berlangsung sampai seumur hidup. Bahkan, sang bunda tidak menikah lagi setelah ayahnya wafat.

Pesan itu melekat dalam pikiran Ruth. Pasti saja pengalaman bundanya tidak mudah. 

Ruth berpikir sejenak, “Bagaimana ia bisa membuat suaminya jatuh cinta dan memandangnya sebagai istri, sementara kekasih sekaligus rekan kerja suaminya itu selalu menempel seperti lintah? Perempuan itu bahkan berbicara selembut mungkin dan bergaya bak model untuk menarik perhatian suaminya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status