"Ruth ya..." Mama Elkana memindai wajah pria di hadapannya ternyata teman lamanya sewaktu SMA di Palembang.
Bunda yang mengenali sosok Kris membalas sapaan.
"Nak Kris... iya ini Ruth. Nak Kris, ketepatan jumpa di sini," sambut Magdalena.
"Iya Tante, saya sedang cari hadiah untuk kelahiran ponakan saya. Pas setelah jam meeting tadi saya ke sini," jawab Kris ramah sesekali melirik Ruth.
Mama Elkana tidak banyak bicara hanya tersenyum samar. Dirinya tiba-tiba teringat pada masa lalu banyak peristiwa konyol sewaktu SMA yang mereka lakukan, seperti mengerjai teman sekelas yang berulang tahun atau yang terlambat masuk kelas.
"Kapan-kapan saya boleh main ke rumah, Tante?" tanya Kris dengan berani tanpa basa-basi.
Tidak menunggu jawaban Kris melanjutkan, "Bos kecil ini anak kamu, Ruth?"
Ah, hampir saja Elkana terabaikan dalam pembicaraan mereka. Setelah beberapa menit bercakap-cakap, mereka bertukar nomor ponsel dan melanjutkan langkah masing-masing.
Magdalena mengatakan bahwa Kris telah menjadi seorang duda, ditinggal istri saat melahirkan anak kedua mereka setahun yang lalu. Tapi, Ruth tidak pernah mendengar kabar itu.
Selepas pertemuan singkat, sebuah pesan masuk ke ponsel Ruth.
[Halo, Ruth. Ini nomor Kris. Tolong disimpan.] Pesan itu dari Kris. Sebagai teman dekat saat masa SMA tentu saja tidak masalah bagi mama Elkana.
Setelah menikmati makan malam, Oma Elkana menyampaikan pesan bahwa besok menantu kesayangannya akan datang ke Palembang. Oma Elkana senang hati. Ia merasa keluarga anak menantunya begitu harmonis.
Oma Elkana sibuk menyiapkan menu lezat yang akan dibuat untuk menyambut menantunya. Saat mama Elkana ditanya apa yang menjadi kesukaan suaminya, ia tampak acuh tak acuh. Ruth menjawab semua makanan disukai oleh suaminya. Padahal, ia tak begitu banyak tahu tentang apa yang disukai suaminya.
đź’•đź’•
Hizkia menepati janji berkunjung ke Palembang hari Sabtu. Disambut meriah oleh ibu mertua membuat hati Hizkia menghangat. Ia jadi rindu teringat kampung halamannya di Medan.
Elkana jangan ditanya. Ocehannya menunjukkan betapa senang ia berjumpa dengan papa sambungnya. Elkana dan Hizkia berpelukan dan tertawa melepas rasa rindu padahal baru beberapa hari tidak bersua.
Mencium tangan dan menyerahkan bingkisan untuk ibu mertua adalah cara ampuh Hizkia dari dulu sampai sekarang sehingga dirinya memiliki citra begitu baik. Ibu mertua menerima dengan senyuman dan tangan terbuka.
Namun, lain hal dengan Ruth yang menampilkan wajah datar. Sadar wajah anaknya, Oma Elkana mencolek Ruth agar memberi sikap yang pantas untuk suaminya.
Ruth tidak merespons baik, malah berbalik menuju ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Di meja terhidang menu istimewa untuk menantu kesayangan ibunya.
Magdalena menyadari ada yang berbeda dengan sikap sang putri. Mengapa ekspresinya begitu biasa saat menyambut suaminya? Apakah Ruth masih belum bisa menerima pernikahan yang telah berjalan hampir satu tahun ini?
Dalam suasana sedikit canggung, Oma Elkana menawarkan Hizkia untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum kembali ke ruang makan untuk santap siang.
Di sinilah mereka, bersiap makan bersama. Hizkia kini begitu lapar. Setiap menyuapkan nasi, Hizkia memuji kenikmatan masakan ibu mertuanya yang tiada banding.
Magdalena tentu saja sangat senang menerima pujian menantunya. Dia juga berusaha mencairkan suasana karena melihat sikap putrinya yang cenderung datar sedari tadi.
“Apakah masakan Ruth mampu memanjakan lidah?”
“Sangat, Bunda,” jawab Hizkia.
Bukannya suasana cair, kenyataan bahwa Hizkia kerap tidak makan di rumah dengan alasan kesibukan, membuat kecil hati mama Elkana.
Kata 'sangat' juga hanya menambah rasa jengkel karena pria itu berbohong pada Oma Elkana. Sungguh suami yang pandai bersandiwara!
Selepas makan siang, Hizkia menemani Elkana bermain di teras rumah.
Mainan baru dari Oma menyita perhatian Elkana. Sementara itu, Magdalena mendekati putrinya yang sedang beres-beres di dapur.
Ia menanyakan kejanggalan sikap mama Elkana, “Ada apa, Nak? Kalian bertengkar?”
"Tidak apa-apa, Bunda." Ruth melirik bundanya sekilas lalu melanjutkan melap bagian wastafel yang kotor.
Magdalena menarik lengan Ruth agar duduk di kursi, "Bunda paham, Nak. Pernikahanmu dan Hizkia dilandasi wasiat mendiang suamimu. Meski begitu, ingatlah, pernikahan itu sakral dengan tujuan baik untuk suami istri dan anak. Perlahan, bukalah diri untuk belajar memahami pasangan. Bunda mendukung pernikahanmu karena melihat mendiang Ayah Elkana yakin kalian akan dijaga dengan baik oleh Hizkia."
Mungkin saja, bila tidak ada kejadian tempo lalu. Ruth lebih mudah menerima pesan indah itu.
Namun, Ruth memilih diam. Dia tidak menceritakan keadaan yang menimpanya pada bunda sendiri.
Ia mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan apakah Ibunya memiliki pengalaman diduakan oleh ayahnya.
Jawaban Magdalena cukup mengejutkan Ruth karena ayahnya pernah menduakan sang bunda.
“Alih-alih menyerahkan ayahmu pada perempuan lain, bunda memilih memperjuangkan pernikahan kami dengan cara yang penuh cinta. Kalaupun benar perpisahan sebagai akhir pernikahan kami, bunda tidak ingin punya penyesalan di kemudian hari. Setidaknya, bunda telah berusaha menjalankan prinsip untuk mempertahankan biduk rumah tangga dari orang ketiga.”
Mendengar itu, Ruth memikirkan pernikahan orang tuanya yang berlangsung sampai seumur hidup. Bahkan, sang bunda tidak menikah lagi setelah ayahnya wafat.
Pesan itu melekat dalam pikiran Ruth. Pasti saja pengalaman bundanya tidak mudah.
Ruth berpikir sejenak, “Bagaimana ia bisa membuat suaminya jatuh cinta dan memandangnya sebagai istri, sementara kekasih sekaligus rekan kerja suaminya itu selalu menempel seperti lintah? Perempuan itu bahkan berbicara selembut mungkin dan bergaya bak model untuk menarik perhatian suaminya.”
Entah telah sejauh apa hubungan antara Hizkia dan Naomi. Kerja sama antarperusahaan akan membuat mereka hampir setiap hari bertemu. Menerka-nerka hal itu tidak baik bagi pikiran mama Elkana, rasa tidak percaya diri pun kian mendominasi Ruth.Ruth kembali ke kamarnya sekitar pukul dua puluh dua setelah menidurkan Elkana. Sempat ingin beristirahat bersama Elkana saja namun ia ingat ini bukan di rumah mereka. Tentu saja tidak tepat bersikap egois dan kekanakan saat ini.Ternyata Hizkia belum tidur dan sedang duduk melipat kaki dengan tangan terangkat di sandaran sofa kamar menunggu istrinya. Mama Elkana masuk lalu menutup pintu. Ia mengerling cepat dan menemukan suaminya tengah menatapnya.Ruth berjalan melewati suaminya menuju ranjang tanpa sapaan sedikit pun. Hizkia yang menunggu istrinya tapi dicuekin benar-benar habis kesabaran. Perlakuan mama Elkana semenjak di Jakarta sampai tiba di Palembang bikin Hizkia geram.Beranjak dari duduknya, Hizkia men
Kembali ke Jakarta membuat Ruth berpikir keras untuk menyusun rencana terkait pernikahannya. Ruth perlu mempertimbangkan perkataan bunda, ia telah memutuskan sesuatu hal dalam benaknya.Ruth kembali dalam aktivitas hariannya sebagai istri dan ibu. Ia mempersiapkan segala keperluan suami dan anaknya. Tetap irit bicara. Sementara perasaan Hizkia lebih tenang bila istrinya berada di rumah dalam pantauannya.Teringat tentang masakan, ternyata Hizkia telah melewati banyak hari untuk tidak mencicipi masakan istrinya yang lezat. Alasan kesibukan dipakainya dengan maksud supaya istrinya tidak perlu repot-repot memasak.Padahal Ruth tak pernah merasa kerepotan, ia memang senang memasak. Kali ke depan Hizkia tidak mau melewatkan kesempatan menikmati hidangan yang disajikan istrinya."Boleh siapin bekal makan siang buat aku, ngga?"Itu permintaan Hizkia telah beberapa minggu setelah kembali dari Palembang."Boleh." Ruth mengangguk.
"Hei! Kamu perempuan, tidak sadar yang kamu dekati pria beristri? Tidak laku atau tidak bermoral?" Ruth beralih melancarkan serangan pada Naomi. "Saya tahu kalian rekan kerja dan pernah menjalin hubungan romantis. Tapi sikap kalian sangat rendah dan tidak layak," berang Ruth pada Hizkia dan Naomi. Ruth menepis rasa hormat pada suaminya. Naomi seketika berdiri dan tersinggung dengan ucapan mama Elkana. "Yang tidak laku aku atau kamu. Menikah dengan pria jauh lebih muda, memangnya kamu mampu melayaninya?" Naomi yang dikenal lembut tersulut api amarah. "Hhh... sudah tanyakan pada pria ini, siapa yang meminta menjadi istrinya? Berkali-kali ditolak, tetap ingin menikahiku bahkan keluarga besarnya turut andil. Hhm... apa itu disebut tidak laku?" Ruth melirik respons Hizkia sebentar, ia berlagak sombong. Ruth melipat tangan di dada dan menegakkan dagunya menandakan ia lebih diinginkan dari Naomi meski sebenarnya dada Ruth berdetak cepat.
Di akhir bulan, pengasuh yang dicari telah dipekerjakan Ruth, sebenarnya tidak banyak kerja harian pengasuhnya. Hanya saja bila mereka bepergian lama ke luar rumah, peran pengasuh penting untuk membantu kebutuhan Elkana.Pengasuh tidak tinggal bersama mereka melainkan datang pagi pulang sore. Mama Elkana masih mengambil tanggungjawab untuk melayani suami dan anaknya. Ia merasa mampu.Jadwal kunjungan proyek tiba, Hizkia telah meminta Melina untuk memesan tiket menuju lokasi pembangunan resortnya. Ia akan turut serta meninjau lokasi. Naomi tentu saja turut serta dalam perjalanan karena ini kerjasama antara perusahaan mereka.Malam sebelum keberangkatan, Hizkia memberitahu Ruth jadwal penerbangan esok hari. Ruth tahu Naomi ikut serta di kunjungan kerja ini. Dari mana mama Elkana tahu? Melina. Melina telah menjadi sekutu baik Ruth. Sekalian menjadi mata-mata suaminya. Nampaknya, jiwa intelijen Ruth tumbuh bers
Untuk sampai ke lokasi pembangunan, mereka menggunakan tiga mobil. Satu mobil untuk Naomi dan asisten, Hizkia bersama istrinya di mobil yang lain, untuk Melina dan tim disediakan pula mobil berbeda. Bila saja Ruth tidak turut serta berkunjung ke lokasi, ia memastikan Naomi akan semobil dan menempel pada suaminya. Perempuan itu akan memanfaatkan waktu untuk menggoda Hizkia terus-menerus menggunakan tubuh dan kalimat rayuan manis. Sementara Hizkia cenderung tidak menolak aksi Naomi bila saling berdekatan. Apakah itu karena murni dorongan cinta pada Naomi, hasrat, atau untuk kepentingan perusahaan. Hal yang pasti, hati Ruth begitu senang sebab ia merasa menggagalkan rencana Naomi. Senyum sendiri di mobil, Ruth tidak mendengar panggilan suaminya. Hizkia menarik lengan Ruth agar beralih melihatnya. "Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Hizkia menaikkan satu alis matanya penasaran. Ketahuan begitu, wajah mama Elkana
Sewaktu Ruth berjalan-jalan di taman hotel, tanpa sengaja Ruth bertemu lagi dengan Kris. Pria yang waktu itu bertemu di mal daerah Palembang. Kris sedang melakukan perjalanan dinas, katanya begitu. Sementara Bu Ratmi tengah menemani Elkana bermain mengejar kupu-kupu di taman."Wah, kayaknya kita jodoh nih," sapa Kris tersenyum pada Ruth.Wajah Ruth menghangat mendengar perkataan Kris, "Mau kamu tuh.""Iya loh, sudah jauh ke sini kita jumpa lagi. Apalagi kalau tidak jodoh namanya," mama Elkana tergelak sambil menutup bibirnya dengan satu tangan, sebelah lagi menyentuh perut."Tampak cantik kamu," tidak sadar Kris terlalu jauh berucap, "eh... sama siapa ke sini, bertiga aja?" Ia menetralisir suasana, menatap arah taman.Deheman dari belakang membuat keduanya menoleh. Rupanya Hizkia menyusul, "Halo Pak! Saya suaminya Ruth." Mereka berdua berjabat tangan, saling menyebut nama. Ini pertemuan pertama Hizkia dengan Kris, sementara sepengamatan singk
"Ya, minta aja," ujar Ruth menaruh ponselnya di meja dan memberi perhatian pada Hizkia."Selama menikah aku tidak pernah dengar kamu manggil aku dengan sebutan tertentu," Hizkia menjeda, "mulai malam ini aku mau kamu sebut dengan panggilan Papa El," Hizkia menunjuk dirinya, senyuman samar terlukis di wajahnya.Ruth melongo mendengar permintaan suaminya. Hizkia berdiri ingin menuju kamar, teringat sesuatu berbalik menyampaikan permintaan lainnya pada Ruth."Dan satu lagi. Kamu tidak boleh ketemu dengan Kris itu, sebelum ijin dari aku," perintah tegas. Ruth memroses perkataan suaminya. Untuk permintaan yang pertama Ruth bisa memenuhi namun untuk yang kedua ia tidak mengerti apa alasan harus berlaku demikian.Hizkia beranjak menuju kamar membawa Elkana yang tersenyum seolah sepakat dengan papanya. Sementara mama Elkana masih terdiam berpikir tentang permintaan suaminya.đź’•đź’•
"Kamu tidak dengar, suamimu berbicara sedari tadi?" suara rendah Hizkia mendebarkan detak jantung Ruth. Wajah Hizkia begitu dekat, suaranya terdengar tajam di telinga mama Elkana. Hizkia memerhatikan tiap inci rupa istrinya. Mereka terdiam, waktu seolah terhenti sejenak."De... dengar, Papa El, tanganku sakit..." suara pertama Ruth terkesan masygul. Hizkia melonggarkan sedikit tangannya, tatapan Hizkia tetap fokus mengintimidasi. Mata mama Elkana nampak berkaca-kaca, ia merasa dikasari. Pasti tangannya kini berbekas jari Hizkia. Bagi Ruth itu tidak menyenangkan."Katakan sesuatu tentang tuduhanku tadi," Hizkia berbisik menuntut jawaban jujur dari Ruth. Nada dingin suaminya membuat tubuh Ruth meremang."Aku... aku cuma bersikap sebagai seorang istri," suara mama Elkana terdengar pelan, sulit menelan ludahnya, matanya sayu hampir-hampir menangis. Rasanya Ruth ingin bersembunyi. Sikap Hizkia terkesan seram bagi Ruth.